farmasetika.com – Pusat Farmakovigilans Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia hari ini (28/11/2018) merilis Safety Communication dari industri farmasi PT Roche Indonesia yang menyampaikan Dear Healthcare Professional Communication (DHPC) untuk tenaga kesehatan profesional terkait dengan rekomendasi kontraindikasi produk Xeloda (Capecitabine) bagi pasien yang memiliki defisiensi dihydropyrimidine dehydrogenase (DPD) dan penambahan Peringatan dan Perhatian terkait rekomendasi pengujian untuk defisiensi DPD berdasarkan ketersediaan tes lokal dan pedoman saat ini.
Bagian kontraindikasi produk Xeloda telah diperbarui dengan penambahan kontraindikasi pada pasien yang diketahui tidak memiliki aktivitas dihydropirimidine dehydrogenase (DPD) sama sekali.
Alasan dari pembaruan tersebut adalah sebagai berikut:
Bagian ini telah diperbarui dengan penambahan pernyataan umum mengenai kemungkinan uji defisiensi DPD berdasarkan ketersediaan uji di Indonesia dan panduan terkini.
Alasan dari pembaruan tersebut adalah sebagai berikut:
Roche bekerja sama dengan otoritas kesehatan nasional (Badan Pengawas Obat dan Makanan) untuk memperbarui bagian Peringatan dan Perhatian pada informasi produk. Setelah pembaruan ini disetujui oleh otoritas kesehatan, informasi produk Xeloda yang telah direvisi akan tersedia di Pusat Informasi Obat Nasional (PIONas-http://pionas.pom.go.id/)
Dimasukkannya ‘pasien yang diketahui tidak memiliki aktivitas DPD sama sekali (defisiensi total DPD)’ pada bagian Kontraindikasi*:
Dihydropirimidine dehydrogenase (DPD) adalah enzim awal yang membatasi laju metabolisme yang terlibat dalam degradasi fluorourasil pada obat fluoropirimidin, seperti 5-FU dan capecitabine.
Defisiensi total DPD diturunkan secara autosomal resesif yang disebabkan oleh mutasi gen DPD (DPYD) dan ditemukan pada sekitar 0,2% populasi. Tidak adanya aktivitas enzim DPD yang tampak pada masa bayi mungkin dapat berhubungan dengan tanda dan/atau gejala kelainan neurologis, seperti kejang, retardasi motorik, dan retardasi mental.
Berdasarkan bukti yang ada dari literatur yang telah dipublikasikan dan laporan pasca pemasaran, defisiensi total enzim DPD adalah risiko penting yang telah teridentifikasi dalam tata laksana pengobatan dengan Xeloda karena hal tersebut dapat menyebabkan akumulasi obat sitotoksik, dan dapat menyebabkan toksisitas berat yang mengancam jiwa dan fatal (contohnya inflamasi mukosa/diare, neutropenia).
Panduan terkini (Clinical Pharmacogenetics Implementation Consortium (CPIC) 2017, European Society for Medical Oncology (ESMO) 2016) sangat merekomendasikan untuk tidak menggunakan regimen yang mengandung 5-fluorourasil pada pasien dengan defisiensi total DPD, dan tata laksana alternatif sebaiknya dianjurkan untuk pasien-pasien tersebut.
Meskipun terdapat peringatan dan perhatian untuk pasien tanpa aktivitas DPD sama sekali yang sangat berisiko mengalami reaksi fatal atau mengancam jiwa pada bagian Peringatan dan Perhatian, karena adanya risiko yang lebih besar dibandingkan dengan manfaat bagi pasien dengan defisiensi total DPD yang diterapi dengan Xeloda, kontraindikasi juga diberlakukan* pada subpopulasi spesifik ini. (*informasi terbaru produk Xeloda (disetujui oleh BPOM pada 13-Sep-2017) telah diperbarui dengan kontraindikasi ini)
Deteksi dini pasien dengan defisiensi total DPD yang disertai peningkatan risiko toksisitas terhadap terapi capecitabine merupakan hal yang paling penting.
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi perkembangan penelitian secara signifikan dalam identifikasi dan evaluasi parameter-parameter yang memprediksi peningkatan toksisitas terkait fluoropirimidin. Varian-varian DPYD dan metode uji terbaru telah ditemukan dan telah diperoleh bukti terkait asosiasi varian ini dengan penurunan aktivitas enzim DPD.
Teknik penentuan genotipe (genotyping), berdasarkan pengurutan DPYD, meskipun merupakan perkembangan yang cukup maju, tidak dapat sepenuhnya memprediksi adanya peningkatan risiko toksisitas 5-FU terkait defisiensi DPD. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tingginya polimorfisme DPYD dan keberadaan gen-gen lainnya (CDA, TYMS, SLC22A7, UMPS dan MTHFR) yang dapat diprediksi sebagai penyebab toksisitas fluoropirimidin. Frekuensi alel yang rendah dan variasi distribusi alel pada berbagai etnis semakin menurunkan kekuatan prediksi (sensitivitas) polimorfisme nukleotida tunggal DPYD dan merupakan peringatan penting untuk mengimplementasikan penentuan genotipe pada praktik klinis sehari-hari. Penentuan genotipe lanjutan dapat meningkatkan prediktabilitas uji, namun hingga saat ini belum dilakukan secara rutin pada praktik klinis sehari-hari.
Literatur menyebutkan bahwa saat ini terdapat empat varian DPYD dengan penurunan fungsi yang dianggap memiliki relevansi primer karena frekuensinya yang tinggi dalam populasi dan dampaknya pada fungsi DPD dan risiko toksisitas, yakni: c.190511G>A (rs3918290, dikenal juga sebagai DPYD*2A, DPYD:IVS14+1G>A), c.1679T>G (rs55886062, DPYD*13,p.I560S), c.2846A>T (rs67376798,p.D949V), dan c.1129–5923C>G (rs75017182,HapB3).
Metode penentuan fenotipe (phenotyping), berdasarkan analisis aktivitas enzim DPD atau teknik alternatif lainnya, bersifat lebih akurat (memiliki sensitivitas lebih tinggi) dalam memprediksi toksisitas 5-FU terkait defisiensi DPD, namun metode-metode ini kurang berkembang dan memiliki keterbatasan masing-masing. Namun demikian, uji-uji yang ada memiliki spesifisitas yang tinggi, atau dengan kata lain mampu memprediksi toksisitas yang lebih berat pada pasien secara lebih akurat.
Meskipun uji skrining genotipe dan fenotipe untuk defisiensi DPD telah tersedia pada beberapa fasilitas kesehatan, terdapat keterbatasan dalam implementasi uji pre-emtif di seluruh dunia, yang mencakup rendahnya frekuensi alel, variabilitas distribusi alel pada berbagai etnis, prevalensi defisiensi DPD yang beragam pada berbagai area (3-5% di Uni Eropa dibandingkan 0-0,0197% di Asia), sensitivitas yang rendah, serta variabilitas ketersediaan metode uji di seluruh dunia. Dengan tidak tersedianya metode yang dapat diandalkan untuk uji defisiensi DPD, risiko toksisitas yang mengancam jiwa tetap ada, bahkan ketika hasil uji gen DPYD negatif.
Meskipun saat ini terdapat keterbatasan dalam uji defisiensi DPD, pada sebagian kasus, uji ini dapat menjadi pilihan untuk meminimalkan risiko. Oleh karena itu, Roche mengajukan penambahan pernyataan pada bagian Peringatan dan Perhatian untuk uji defisiensi DPD, tergantung pada ketersediaan uji di Indonesia dan panduan terkini; dan karena ketidakandalan uji, tetap ada risiko toksisitas yang mengancam jiwa bahkan ketika hasil uji negatif.
Tenaga kesehatan profesional dimohon untuk melaporkan semua kejadian tidak diinginkan yang diduga berhubungan dengan penggunaan Xeloda ke PT Roche Indonesia – Drug Safety atau sebagai alternatif, informasi tersebut dapat dilaporkan ke Pusat Farmakovigilans Nasional Badan POM RI.
Sumber : https://e-meso.pom.go.id/
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…