Farmasetika.com – Pernahkah anda merasa rasa nyeri pada satu sisi kepala? Jikat pernah, apakah gejala tersebut disertai dengan adanya pandangan berkunang-kunang sehingga mengganggu penglihatan anda?
Jika kalian pernah atau sedang merasakan gejala tersebut, maka kemungkinan besar anda sedang mengalami penyakit “migrain”
Migran merupakan salah satu jenis nyeri kepala sekunder yang biasanya ditandai dengan denyutan berkala yang berat pada suatu area di kepala. Internasional Headache Society (IHS) mendiagnosis rasa nyeri akibat migrain dapat berlangsung selama 4-12 jam jika tidak ditangani dengan baik. Rasa nyeri ini biasanya dapat disertai dengan gejala mual, muntah, fotofobia dan fonofobia. Adanya nyeri akibat migrain dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, dan membuat pekerjaan menjadi terasa tidak nyaman
Di Indonesia, untuk penanganan awal penyakit migrain biasanya dapat diobati dengan menggunakan obat antinyeri seperti parasetamol, aspirin, ibuprofen, dan natrium naproxen. Selain itu dokter biasanya juga meresepkan obat antiemetik (pencegah muntah) apabila gejala mual dan muntah timbul, seperti obat metoclopramide, domperidone, atau chlorpromazine.
Jika pengobatan dengan antinyeri tidak mencukupi, dokter biasanya akan menyarankan penggunaan obat antinyeri yang lebih tinggi, seperti analgesik opioid (morfin, kodein) atau juga obat agonis triptan (5HT1) (sumatriptan). Namun, apabila penggunaan obat tersebut tidak digunakan secara hati-hati, hal ini dapat menyebabkan timbulnya efek samping obat seperti sakit kepala, dan tubuh terasa lemas. Oleh sebab itu, diperlukan suatu pengobatan migrain yang dapat mengatasi rasa sakit migrain dengan efek samping yang kecil.
Sejak tahun 1980an, peneliti telah mengetahui bahwa CGRP memiliki peran penting dalam menyebabkan timbulnya penyakit migrain. Obat agonis triptan (5HT1) seperti sumatriptan hanya mampu untuk menurunkan kadar CGRP secara sementara, sehingga pengobatannya menjadi kurang efektif dikarenakan gejala migrain dapat timbul kembali. Selain itu, obat agonis triptan ini dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki gangguan jantung.
Baru-baru ini, peneliti mencoba merancang suatu obat yang menargetkan secara langsung pada CGRP. Namun obat yang diberikan secara oral menunjukkan adanya toksisitas berlebih pada hati, sehingga tidak dapat lolos dalam uji keamanan obat.
Pada tahun 2018, FDA menyetujui 3 obat anti-CGRP yang diberikan secara subkutan, dan salah satunya ialah Emgality (Galcanezumab).
Emgality merupakan obat antibodi monoklonal yang secara spesifik mengikat dan mengurangi aktivitas berlebih dari CGRP. Obat ini diberikan secara subkutan selama sebulan sekali. Terdapat berbagai kelebihan yang dimiliki obat ini:
Sehingga berdasarkan kelebihan yang diberikan oleh obat tersebut, diharapakan obat Emgality dapat menjadi salah satu solusi alternatif dalam mengobati penyakit migrain di Indonesia.
Sumber :
Penulis : James Prasetyo L, Naomy Octavinna, Ruth Anneke, Lestia Anggraeni, Garnis Setyajati, Theodora Fabyola M (Program Studi Sarjana Farmasi, Universitas Padjadjaran)
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…