Regulasi

Antibiotik Kuinolon dan Fluorokuinolon Bisa Dilarang di Eropa Karena Efek Samping Serius

farmasetika.com – European Medicine Agency (EMA) telah mengkaji efek samping yang serius dari antibiotik golongan kuinolon dan fluorokuinolon yang diberikan oral, injeksi dan inhalasi yakni bisa melumpuhkan dan berpotensi permanen. Hasil kajian ini bisa membuat penggunaan obat ini dilarang atau dibatasi di Eropa.

Antibiotik golongan kuinolon dan fluorokuinolon

Fluoroquinolones/fluorokuinolon dan quinolone/kuinolon adalah kelas antibiotik spektrum luas yang aktif melawan bakteri dari kedua kelas Gram-negatif dan Gram-positif. Fluoroquinolone diindikasikan dalam infeksi tertentu, termasuk beberapa yang mengancam jiwa, di mana antibiotik alternatif tidak cukup efektif.

Tinjauan ini meliputi obat-obatan yang mengandung antibiotik fluoroquinolone dan quinolone berikut: cinoxacin, ciprofloxacin, flumequine, levofloxacin, lomefloxacin, moxifloxacin, asam nalidixic, norfloxacin, ofloxacin, pefloxacin, asam pipemidic, prulifloxacin dan rufloxacin.

Ulasan tersebut hanya menyangkut obat-obatan yang diberikan secara sistemik (melalui mulut atau injeksi) dan inhalasi.

Kanjian EMA telah memasukkan pandangan pasien, profesional perawatan kesehatan dan akademisi yang dipresentasikan pada audiensi publik EMA mengenai antibiotik fluoroquinolone dan kuinolon pada bulan Juni 2018.
Komite pengobatan manusia EMA (CHMP) telah mengesahkan rekomendasi dari komite keselamatan EMA (PRAC) dan menyimpulkan bahwa izin edar obat-obatan yang mengandung cinoxacin, flumequine, asam nalidixic, dan asam pipemidic harus ditunda.

Hasil ulasan EMA terkini

CHMP menegaskan bahwa penggunaan antibiotik fluoroquinolone yang tersisa harus dibatasi. Selain itu, informasi yang diresepkan untuk para profesional perawatan kesehatan dan informasi untuk pasien akan menggambarkan efek samping yang berpotensi dan permanen dan menyarankan pasien untuk menghentikan pengobatan dengan antibiotik fluoroquinolone pada tanda pertama dari efek samping yang melibatkan otot, tendon atau sendi dan sistem saraf. .

Pembatasan penggunaan antibiotik fluoroquinolone berarti bahwa antibiotik ini tidak boleh digunakan:
• untuk mengobati infeksi yang mungkin menjadi lebih baik tanpa pengobatan atau tidak parah (seperti infeksi tenggorokan);
• untuk mengobati infeksi non-bakteri, misalnya prostatitis non-bakteri (kronis);
• untuk mencegah diare atau infeksi saluran kemih bawah yang berulang (infeksi saluran urine yang tidak meluas melebihi kandung kemih);
• untuk mengobati infeksi bakteri ringan atau sedang kecuali obat-obatan antibakteri lain yang biasanya direkomendasikan untuk infeksi ini tidak dapat digunakan.

Fluoroquinolones umumnya harus dihindari pada pasien yang sebelumnya memiliki efek samping yang serius dengan antibiotik fluoroquinolone atau quinolone. Mereka harus digunakan dengan perhatian khusus pada orang tua, pasien dengan penyakit ginjal dan mereka yang telah melakukan transplantasi organ karena pasien ini memiliki risiko cedera tendon yang lebih tinggi. Karena penggunaan kortikosteroid dengan fluoroquinolone juga meningkatkan risiko ini, penggunaan gabungan obat-obatan ini harus dihindari.

Opini CHMP sekarang akan diteruskan ke Komisi Eropa yang akan mengeluarkan keputusan final secara legal
yang mengikat berlaku di semua negara Uni Eropa. Otoritas nasional akan menegakkan keputusan ini untuk obat fluoroquinolone dan quinolone yang resmi di negara mereka dan mereka juga akan mengambil lainnya
tindakan yang tepat untuk mempromosikan penggunaan antibiotik yang tepat.

Sumber :

farmasetika.com

Farmasetika.com (ISSN : 2528-0031) merupakan situs yang berisi informasi farmasi terkini berbasis ilmiah dan praktis dalam bentuk Majalah Farmasetika. Di situs ini merupakan edisi majalah populer. Sign Up untuk bergabung di komunitas farmasetika.com. Download aplikasi Android Majalah Farmasetika, Caping, atau Baca di smartphone, Ikuti twitter, instagram dan facebook kami. Terimakasih telah ikut bersama memajukan bidang farmasi di Indonesia.

Share
Published by
farmasetika.com

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

3 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago