Farmasetika.com – Penemuan antibiotik merupakan suatu kemajuan dibidang medis yang dapat menyelamatkan banyak orang dari infeksi bakteri.
Banyak orang menganggap bahwa antibiotik merupakan obat dewa yang dapat menyembuhkan segala penyakit.
Antibiotik pada dasarnya adalah obat untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh beberapa bakteri dan parasit, namun tapi tidak untuk infeksi yang disebabkan oleh virus, seperti pilek atau flu.
Biasanya, antibiotik hanya diresepkan dokter untuk infeksi yang lebih serius. Antibiotik juga sering disebut sebagai anti-bakteri. Ketika diresepkan antibiotik, dokter biasanya menekankan kita agar menghabiskan seluruh antibiotik yang diresepkannya. Hal ini untuk menghindari resistensi bakteri yang menyerang tubuh.
Terdapat banyak jenis antibiotik dengan berbagai nama dan merek. Antibiotik dapat digolongkan berdasarkan mekanisme kerjanya. Setiap jenis antibiotik hanya bekerja terhadap beberapa jenis bakteri atau parasit tertentu. Inilah sebabnya mengapa antibiotik yang berbeda digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi yang berbeda.
Jenis golongan antibiotik yang utama meliputi:
Ada dua mekanisme kerja utama antibiotik yaitu membunuh (bakterisida) dan menghambat bakteri (bakteriostatik). Antibiotik yang memiliki mekanisme kerja berfungsi membunuh bakteri sering dilakukan dengan cara merusak struktur dinding sel bakteri sehingga bakteri akan mati bersama antibiotik tersebut.
Sedangkan antibiotik yang menghambat bakteri yaitu dengan cara menghentikan perkembangbiakan bakteri sehingga sisa bakteri akan dibunuh oleh sistem pertahanan tubuh manusia.
Ahli kesehatan mengingatkan agar menggunakan antibiotik sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita. Hal tersebut penting untuk mencegah terjadinya resistensi atau kekebalan bakteri terhadap obat dan ini berbahaya bagi tubuh.
Reseistensi merupakan efek samping dari penggunaan antibiotika yang tidak tepat. Resistensi antibiotik adalah keadaan di mana kuman tidak dapat lagi dibunuh dengan antibiotik. Pada saat antibiotik diberikan, sejumlah kuman akan mati. Tapi kemudian terjadi mutasi pada gen kuman sehingga ia dapat bertahan dari serangan antibiotik tersebut.
Kuman yang tidak bisa bertahan dari serangan antibiotik akan mati, tapi kuman yang mengalami mutasi akan bertahan dan hidup. Kuman ini lalu membelah dengan cepat dan terbentuklah jutaan koloni kuman yang mampu melawan antibiotik tersebut. Bila nanti kumpulan kuman ini menginfeksi individu lain, maka antibiotik tersebut tak akan mampu mengatasi infeksi tersebut.
Ya. Resistensi obat menyebabkan semakin sedikit pilihan obat yang dapat dipakai untuk mengobati infeksi. Semakin sering antibiotik digunakan, semakin cepat resistensi timbul.
Infeksi yang tadinya dapat ditangani dengan mudah, namun karena antibiotik yang biasa tidak lagi bisa mengatasinya, maka infeksi menjadi sulit ditangani. Contohnya, beberapa tahun setelah penggunaan penisilin secara massal, kuman Staphylococcus aureus merupakan salah satu yang mengalami resisten.
Bakteri ini merupakan bagian dari mikroflora yang hidup di kulit manusia. Sekarang, sebagian besar Staphylococcus aureus resisten terhadap banyak antibiotik dan infeksinya menjadi sulit ditangani.
Salah satunya penyakit yang ditimbulkan karena resistensi dari bakteri Staphylococcus aureus adalah penyakit Methicilin-resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), MRSA merupakan jenis penyakit yang ditimbulkan oleh tipe bakteri Staphylococcus yang kebal terhadap antibiotik.
Bakteri ini menginfeksi orang atau anak-anak yang memilki daya tahan tubuh lemah. Bersifat mematikan dan bisa mengakibatkan pada kematian penderitanya.
MRSA dapat menembus jauh ke dalam tubuh, menyebabkan penyakit menular seperti tulang, sendi, darah, katup jantung dan infeksi paru-paru. Tak heran penyakit MRSA merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan global. Setiap tahunnya lebih dari 90.000 warga Amerika Serikat berpotensi terinfeksi bakteri ini dan tercatat setiap tahun MRSA membunuh sekitar 700.000 orang. Jumlah kematian akibat infeksi bakteri MRSA lebih banyak dibandingkan dengan angka kematian akibat AIDS.
Dalam upaya menemukan molekul bakteri yang berpotensi sebagai obat, para ahli mikrobiologi mengamati lebih dari 2.000 sampel tanah yang didapat dari tanah taman di New York. Bagi para ahli mikrobiologi, Tanah adalah lingkungan yang sangat kaya karena menyimpan beragam mikroorganisme. Di dalam satu gram tanah terdapat ribuan spesies bakteri. Namun, sebagian besar bakteri tidak dapat beradaptasi dengan kultivasi atau pembiakan mikroba secara in vitro di laboratorium.
Untuk memecahkan masalah tersebut, kepala Laboratory of Genetically Encoded Small Molecules di Rockefeller University, Sean F. Brady bersama timnya membuat teknik untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya senyawa obat dari DNA mikroba di tanah.
Dengan metode tersebut, mereka tidak perlu membuat kultur dan hanya bergantung pada alat-alat berteknologi canggih seperti sekuensing DNA (pengurutan DNA) dan analisis komputasi. Masalahnya, tanah memiliki kandungan DNA yang terlalu banyak untuk dianalisis sepenuhnya. Untuk itu, Brady menggunakan cara yang lebih kreatif untuk memilah semua informasi genetik dari tanah dengan mengkodekan obat-obatan yang diketahui. Dalam hal ini, golongan antibiotik relatif baru yang hanya berfungsi dengan adanya kalsium.
Obat-obatan tersebut diketahui tidak siap mendorong bakteri untuk membangun resistansi terhadap infeksi.
Salah satu urutan yang ditemukan para ilmuwan adalah menyandikan molekul-molekul Malacidin. Mereka berhasil menguraikan struktur fisik senyawa tersebut, dan menemukan fungsinya berbeda dengan obat-obat antibiotik pengikat kalsium yang lain. Saat peneliti menemukann antibiotik baru dalam tanah, itu seperti harapan baru untuk memerangi penyakit resisten.
Setelah diuji di laboratorium dan hewan, malicidin terbukti dapat menghapus banyak infeksi termasuk beberapa penyakit yang resistan terhadap antibiotik lain.
Malacidin adalah antibiotik yang sangat umum di alam, Malacidin merupakan kelas bahan kimia yang dibuat oleh bakteri yang ditemukan di tanah yang dapat membunuh bakteri Gram-positif, aktivitasnya tergantung pada kalsium. Setidaknya terdapat malicidin pada satu dari 10 sampel tanah yang diuji. Selain itu, bakteri yang terpapar Malicidin tidak mengembangkan rasistansi.
Saat menemukan malacidin di banyak sampel, mereka memiliki firasat bahwa ini adalah temuan yang penting. Peneliti kemudian menguji senyawa tersebut pada tikus yang sudah terpapar penyakit MRSA. Hasilnya infeksi pada luka kulit menghilang.
Para peneliti sekarang berupaya meningkatkan efektivitas obat dengan harapan untuk bisa dikembangkan bagi pengobatan pada manusia. Tetapi penemuan antibiotik ini merupakan tahap awal untuk dilanjutkan ke klinik. Ini adalah jalan yang panjang dan sulit dari penemuan awal antibiotik ke entitas yang secara klinis digunakan.
Referensi
Cunha, B.A., 2002, Antibiotic Essentials, State University of New York School of Medicine, Physicians Press, New York.
Ferri, Fred. Ferri’s Netter Patient Advisor. Philadelphia, PA: Saunder/ Elsevier, 2012. Download Version.
U.S.National Library of Medicine. MRSA. 2016. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/article/007261.htm . Dikutip 16 Maret 2019.
Hover BM, Kim SH, Katz M, et al. Culture-independent discovery of the malacidine as calcium-dependent antibiotics with activity agains multidrug-resistant Gram-positive patogens. Nat Microbiol.2018;(4):415-422. doi: 10.1038/s41564-018-0110-1.
O’Neill,J.Tackling Drug-resistant Infections Globally:Final Report and Recommendations (The Review on Antimicrobial resistance,Wellcome Trust&UK Government, 2016).
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…