Regulasi

Cara Terbaru Sertifikasi Pangan Olahan Produksi Rumah Tangga BPOM

farmasetika.com – Pada dasarnya, setiap produk makanan dan minuman yang beredar dan dikonsumsi/digunakan oleh masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU 36/2009”), standar atau persyaratan tersebut merujuk kepada izin edar yang diberikan kepada produk makanan atau minuman.
Persetujuan tersebut diterbitkan berdasarkan serangkaian evaluasi yang meliputi evaluasi mutu, keamanan, kandungan nutrisi dan penandaan produk.

Dalam rangka menjaga kualitas, keamanan dan kandungan gizi dari produk pangan, maka setiap produk pangan baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang produk impor yang dipasarkan di Indonesia dalam bentuk kemasan eceran wajib untuk memiliki surat persetujuan pendaftaran sebelum diedarkan.

Hal ini dikarenakan keamanan pangan telah menjadi sesuatu yang esensial terlebih makin beragamnya jenis produk pangan baik produksi dalam negeri maupun yang diimpor.

Perlu diingat juga adanya izin edar ini bukan untuk mempersulit produsen dalam menjalankan usahanya. Memiliki sertifikat izin edar bahkan dapat memberikan keuntungan bagi produsen seperti telah terjaminnya kualitas produk yang dijual dan meningkatkan kepercayaan konsumen.

I. Definisi Produk Pangan Industri Rumah Tangga

Produk pangan industri rumah tangga dapat didefinisikan sebagai produk makanan atau minuman yang dihasilkan dari proses atau metode tertentu baik tanpa, atau dengan bahan tambahan yang diproduksi oleh Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan dijual dalam kemasan eceran. Sedangkan IRTP merupakan perusahaan pangan yang menggunakan tempat tinggal sebagai tempat usaha dengan peralatan produksi manual hingga semi otomatis. Pangan produksi IRTP tetap perlu memiliki penandaan atau label yang memuat keterangan produk baik dalam bentuk tulisan, gambar maupun kombinasi keduanya.

II. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga

Berbeda dengan pangan olahan skala industri dalam negeri, pangan produksi IRTP tidak perlu surat persetujuan pendaftaran dari BPOM. Berdasarkan Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Pemilik usaha IRTP hanya perlu memiliki Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) yang diberikan Kepala Daerah (Bupati/Walikota) sebagai jaminan tertulis dalam rangka peredaran produk tersebut.

Pada SPP-IRT terdapat nomor Pangan Produksi IRTP (P-IRT) yang harus dicantumkan pada label atau kemasan. Nomor P-IRT minimal terdiri dari 15 (lima belas) digit dengan contoh sebagai berikut: P-IRT No. 1234567890123–45.

Pada tahun 2018 lalu Badan POM menerbitkan peraturan BPOM No. 22 tahun 2018 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, memperbarui peraturan Kepala BPOM No. HK.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012. Berdasarkan peraturan tersebut, syarat dari suatu IRTP untuk mendapatkan SPP-IRT antara lain:

  1. Memiliki sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan;
  2. Hasil pemeriksaan sarana produksi Pangan Produksi IRTP memenuhi syarat.
  3. Label Pangan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Masa berlaku dari SPP-IRT adalah 5 tahun dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan SPP-IRT maksimal 6 bulan sebelum berakhirnya masa berlaku SPP-IRT tersebut. Pangan produksi IRTP yang telah habis masa SPP-IRT dilarang untuk beredar di pasaran. Bupati/Wali Kota sebagai pihak yang mengesahkan SPP-IRT dapat juga mencabut SPP-IRT lewat Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Satu Pintu. Selain itu, Badan POM juga dapat mengeluarkan surat rekomendasi untuk pencabutan SPP-IRT. Pencabutan SPP-IRT dapat dilakukan apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:

  1. Pelanggaran peraturan di bidang pangan oleh pemilk usaha.
  2. Pangan Produksi IRTP menyebabkan kejadian keracunan.
  3. Pangan Produksi IRTP terbukti mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)
  4. Pangan Produksi IRTP mencantumkan klaim selain untuk Pangan IRTP
  5. Lokasi sarana produksi yang tidak sesuai dengan yang tercantum pada dokumen pendaftaran.
  6. Sarana dan/atau produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan SPP-IRT yang diberikan.

Dengan adanya peraturan yang baru ini, para pemilik usaha IRTP yang telah memiliki SPP-IRT berdasarkan Peraturan Kepala BPOM  No. HK.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 perlu untuk melakukan penyesuaian baik terhadap sarana, pengolahan, pengemasan dan pelabelan paling lambat 48 bulan sejak berlakunya peraturan yang baru.

III. Jenis Pangan Produksi IRTP yang Diizinkan untuk Memperoleh SPP-IRT

Berdasarkan Lampiran II Peraturan BPOM No. 22 tahun 2018 jenis produk pangan yang diizinkan untuk diproduksi IRTP dalam rangka mendapatkan SPP-IRT dapat dirangkum sebagai berikut:

  1. Hasil olahan daging kering (contoh: abon, dendeng, kerupuk kulit dan sejenisnya).
  2. Hasil olahan ikan kering (contoh: abon, ikan asin, ebi dan sejenisnya).
  3. Hasil olahan unggas kering (contoh: abon, unggas goreng, dendeng dan sejenisnya).
  4. Hasil olahan sayur (contoh: asinan, sayur kering, keripik sayur dan sejenisnya).
  5. Hasil olahan kelapa (contoh: kelapa parut kering, serundeng dan sejenisnya).
  6. Tepung dan hasil olahnya (contoh: mi kering, biskuit, kerupuk dan sejenisnya).
  7. Minyak dan lemak (contoh: minyak kacang tanah, minyak kelapa dan sejenisnya).
  8. Selai, jeli  dan sejenisnya (contoh: selai, jeli, cincau dan sejenisnya).
  9. Gula, kembang gula dan madu (contoh: gula merah, permen, madu dan sejenisnya).
  10. Kopi dan teh kering (contoh: kopi biji kering/bubuk, teh daun kering/bubuk dan sejenisnya).
  11. Bumbu (contoh: bumbu masakan kering, kecap, saos cabe dan sejenisnya).
  12. Rempah-rempah (contoh: bawang merah kering/bubuk, lada kering/bubuk dan sejenisnya).
  13. Minuman serbuk
  14. Hasil olahan buah (contoh: keripik buah, asinan, manisan dan sejenisnya).
  15. Hasil olahan biji-bijian, kacang-kacangan dan umbi.

Adapun dari jenis pangan yang disebutkan di atas terdapat pengecualian yaitu untuk produk-produk berikut:

  1. Pangan yang diproses dengan sterilisasi komersial atau pasteurisasi
  2. Pangan yang diproses dengan pembekuan (frozen food) yang
  3. Penyimpanannya memerlukan lemari pembeku
  4. Pangan olahan asal hewan yang disimpan dingin/beku
  5. Pangan diet khusus dan pangan  keperluan medis khusus (MP-ASI, booster ASI, formula bayi, formula lanjutan dan pangan untuk penderita diabetes).

IV. Tata Cara Pemberian SPP-IRT

Pemilik usaha IRTP mengisi dan menyerahkan pengajuan  permohonan SPP-IRT meliputi:

  1. Formulir Permohonan SPP-IRT yang memuat informasi sebagai berikut:
  • (a) Nama jenis pangan
  • (b) Nama dagang
  • (c) Jenis kemasan
  • (d) Berat bersih/isi bersih (mg/g/kg atau ml/l/kl)
  • (e) Bahan baku dan bahan lainnya yang digunakan
  • (f) Tahapan produksi
  • (g) Nama, alamat, kode pos  dan nomor telepon IRTP
  • (h) Nama pemilik
  • (i) Nama penanggungjawab
  • (j) Informasi tentang masa simpan (kedaluwarsa)
  • (k) Informasi tentang kode produksi
  1. Dokumen lain antara lain:
  • (a)   Surat keterangan atau izin usaha dari Camat/Lurah/Kepala desa.
  • (b) Rancangan label pangan.
  • (c)   Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (bagi pemohon baru).

Selanjutnya dokumen yang telah diserahkan akan dievaluasi terkait dengan keamanan pangan. Bupati/Walikota c.q. Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu mengirimkan berkas permohonan SPP-IRT ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk dievaluasi kesesuaian isi formulir  permohonan tersebut di atas dengan persyaratan yang ditetapkan dan terkait keamanan pangan. Apabila terdapat kekurangan dalam pengisian dokumen dan kelengkapan permohonan SPP-IRT, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat melakukan pembinaan kepada IRTP yang mengajukan permohonan, termasuk perbaikan rancanganpangan agar sesuai dengan persyaratan tentang label pangan.

Pembinaan atau penyuluhan keamanan pangan ditargetkan langsung kepada pemilik atau penganggung jawab IRTP. Narasumber penyuluhan adalah enaga PKP yang kompeten dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Balai Besar/Balai POM setempat atau dari instansi/lembaga lain yang kompeten di bidangnya. Materi yang perlu disampaikan pada penyuluhan keamanan pangan antara lain:

  1. Materi Utama
  • (a) Peraturan perundang-undangan di bidang pangan
  • (b) Keamanan dan Mutu pangan
  • (c) Teknologi Proses Pengolahan Pangan
  • (d) Prosedur Operasi Sanitasi yang Standar (Standard Sanitation Operating Procedure/SSOP)
  • (e) Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk  Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT)
  • (f) Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
  • (g) Persyaratan Label dan Iklan Pangan
  1. Materi Pendukung
  • (a) Pencantuman label Halal
  • (b) Etika Bisnis dan Pengembangan Jejaring Bisnis IRTP

Metode penyuluhan dapat dilakukan dengan penyampaian materi dalam bentuk ceramah, diskusi, demonstrasi/peragaan simulasi, pemutaran video, pembelajaran jarak jauh (e-learning) dan cara-cara lain yang mendukung  pemahaman keamanan pangan.

Setelah pemilik atau penangungjawab IRTP memiliki Sertifikat penyuluhan keamananpangan, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan sarana produksi pangan industri rumah tangga. Pemeriksaan sarana IRTP ini dilakukan tenaga Pengawas Pangan Kabupaten/Kota atau DFI (District Food Inspector). Jika hasil pemeriksaan sarana produksi menunjukkan bahwa IRTP masuk level I – II maka diberikan SPP-IRT.

Sumber :

BPOM RI. 2012. Peraturan Kepala BPOM RI HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi  Pangan Industri Rumah Tangga, Jakarta.

BPOM RI. 2018. Peraturan BPOM RI Nomor 22 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi  Pangan Industri Rumah Tangga, Jakarta.

Presiden RI. 2004. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, Jakarta.

Presiden RI. 2009. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Jakarta.

Nadzir Rangga Luqmantoro

Mahasiwa Program Profesi Apoteker Universitas Padjadjaran

Share
Published by
Nadzir Rangga Luqmantoro

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

4 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

3 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

3 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago