Categories: Eksipien

Kombinasi Kitosan-Xanthan Gum Tingkatkan Efek Mukoadhesif Sediaan Patch

Farmasetika.com – Sediaan patch mukoadhesif merupakan salah satu sediaan topikal, dimana penggunaanya diletakan pada daerah mukosa absortif, seperti bukal.

Patch mukoadhesif memiliki bentuk yang lebar dan ketipisan berkisar 0,5-1,0 mm.

Tujuan penggunaan dari sediaan ini yaitu biasanya sebagai antibakteri atau antivirus, dimana pada daerah tersebut sangat rentan terhadap bakteri baik itu melalui makanan atau melewati udara pada saat berbicara.

Selain itu dapat juga digunakan sebagai antiinflamasi atau antiradang. Dikarenakan sifat permukaan daerah bukal tidak seperti sifat kulit dari biasanya, maka dari itu dibutuhkan suatu eksipien yang dapat meningkatkan daya mukoadhesif serta peningkat penetrasi yang dapat bekerja dengan cepat.

Contoh dari senyawa mukoadhesi ialah polimer yang terdiri dari makromolekul baik itu yang bersifat natural atau sintesis.

Keuntungan dan kerugian sediaan patch mukoadhesif

Sediaan patch lebih disukai masyarakat masa kini, dikarenakan dapat menghindari kurangnya absorbsi obat pada daerah ganstrountestinal, dikarenakan ketidaksesuaian pH atau enzim; menghindari first pass effect; meningkatkan kepatuhan pasien karena digunakan pada jangka waktu tertentu; lebih praktis dibawa maupun pada keadaan darurat dan dosisnya tepat; dan yang paling penting dapat memperpanjang aktivitas obat. Namun dibalik itu terdapat pula beberapa kerugianya, yakni tidak cocok untuk daerah yang mudah teiritasi; hanya obat-obat tertentu yang dapat diproduksi menjadi sediaan patch dan terkadang sulit untuk melekat pada kulit dengan tipe kulit dan lingkungan yang berbeda

Eksipien yang digunakan pada sediaan mukoadhesif

Adapun syarat-syarat eksipien yang digunakan ialah

  1. Berat molekul tinggi, yakni lebih dari 100.000 dalton
  2. Memiliki viskositas tinggi
  3. Fleksibilitas pada ikatan polimer
  4. Memiliki muatan serta derajat ionisasi
  5. Spatial confirmtion
  6. Konsentrasinya tinggi

Eksipien yang biasa digunakan ialah

  1. Perekat (peningkat daya mukoadhesif)
  2. Peningkat penetrasi, contohnya gliserol
  3. Peningkat absorpsi obat, contohnya kitosan
  4. Plastcizer, contohnya propilen glikol
  5. Basis, namun biasanya memiliki fungsi yang sama dengan peningkat daya mukoadhesif

Zat peningkat penetrasi

Eksipien zat peningkat penetrasi merupakan salah satu faktor utama keberhasilan sediaan patch. Terdapat beberapa jenis eksipien peningkat daya mukoadhesif, yakni

  1. Hidrophilic polymer, contohnya derivat selulosa, hidroksi propil selulosa (HPC), metil selulosa, polivinilpolidon (PVP).
  2. Hydrogel, memliki sifat yang dapat mengembang (swelling) sehingga dapat mengabsorbsi air pada daerah bukaldan menutupi epitel. Jenis ini terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
  3. Anionik, contohnya carbopol dan poliakrilat
  4. Kationik, contohnya kitosan beserta derivatnya
  5. Nonionik, contohnya eudagrit-NE30D

Mekanisme kerja sedian patch mukoadhesif

Sediaan patch mukoadhesif memiliki 2 tahap mekanisme kerja. Tahap pertama merupakan pelekatan patch terhadap lapisan mukosa. Tahap ini difasilitasi oleh eksipien dengan berbagai mekanisme kerja, bergantung pada jenisnya.

Eksipien yang digunakan haruslah memiliki daerah kontak yang luas sehingga semakin kuat sediaan menempel pada lapisan mukosa. Pada tahap ini terjadi gaya tarik menarik (dikarenakan gaya Van der Waals) dan gaya tolak menolak (dikarenakan tekanan osmotik serta elektrostatik, yang akan membentuk gel). Tahap kedua ialah transfer zat aktif pada jaringan mukosa. Zat aktif akan melalui celah permukaan dan terpenetrasi serta membentuk ikatan kimia dengan reseptor.

Kitosan

Kitosan merupakan jenis polimer yang memiliki struktur berupa rantai liner yang diperoleh dari destilasi kitin melewari reaksi kimia dengan basa kuat.

Kitosan memiliki sinonim poly-D-glucosamine [beta (1,4) 2-amino-deoxy-D-glucose] yang memiliki berat molekul lebih dari satu juta dalton dan merupakan serat yang dapat dikonsumsi.

Kitosan memiliki pemerian berbentuk amorf berwarna putih, memiliki struktur kristal tetap, larut dalam asam, tidak memiliki titik lebur dalam bentuk kering, viskositasnya bergantung pada derajat asetilasi serta derajat degradasi polimer, akan berubah menjadi warna kuning jika disimpan lama pada keadaan terbuka. Selain itu kitosan juga mudah dibentuk menjadi beberapa jenis bentuk, seperti gel, spons, pasta, larutan serta serat dan aplikasinya.

Xanthan Gum

Xanthan gum merupakan polisakarida yang diperoleh dari sekresi bakteri Xanthomonas campestris. Xanthan gum memiliki struktur ranta utama ikatan beta (1,4) D-Glukosa. Xanthan gum memiliki sifat hifrofilik sehingga dapat dengan mudah larut dalam air baik dingin atau panas, dan tidak larut pada pelarut organik. Selain itu memiliki viskositas yang tinggi pada konsentrasi rendah, tidak terpengaruh pada temperatur, pH maupun elektristatik, serta memiliki aliran pseudoplastis. Maka dari itu, xanthan gum banyak digunakan sebagai perekat, pengental, suspending agent, digunakan pada industri makanan dan tekstil.

Mekanisme kerja Kitosan-Xanthan Gum

Menurut penelitian Putri dkk tahun 2017, kompleks matriks xanthan gum dan kitosan memberikan efek mukoadhesif yang lebih lama dibanding penggunaan tunggal. Kompleks matriks ini dibuat dengan melarutakan larutan xanthan gum (1% dalam aquades) yang diteteskan secara perlahan-lahan pada larutan kitosan (1% dalam asam asetat pH 4,3-4,5) dengan pengadukan selama 24 jam. Perbandingan antara xanthan gum dengan kitosan yakni 1:1.

Hasil pengadukan kemudian diendapkan,dicuci dengan aquades dan dikeringkan dengan oven pada suhu 80°C. Xanthan gum dan kitosan akan membentuk ikatan kompleks berupa ikatan ionik antara gugus karboksil dari xanthan gum dan gugus amina dari kitosan. Pada mukosa, terdapat cairan saliva yang memiliki pH 6,7.

Gugus amina pada kitosan seharusnya akan menjadi agen swelling pada pH asam. Namun karena sudah berikatan kompleks dengan xanthan gum, gugus tersebut tidak bereaksi dan menyebabkan kitosan berperan menjadi peningkat kekuatan gel dikarenakan xanthan gum akan ”swelling” terlebih dahulu akibat gugus hidrofilik yang mengenai cairan saliva atau air pada lapisan mukosa. Sehingga cairan pada mukosa terserap dan daerah perekatan patch lebih luas serta merekat lebih lama.

Hal ini menunjukan kompleks antara xanthan gum dan kitosan menghasilkan gaya mukoadhesif dibanding eksipien tunggal, seperti kitosan saja. Pembentukan kompleks ini juga dapat digunakan sebagai penahan pelepasan zat aktif dari sediaan menuju mukosa.

Kesimpulan

Patch mukoadhesif merupakan sediaan transdermal yang digunakan pada permukaan mukosa, seperti bagiaan bukal. Maka dari itu, diperlukan eksipien yang dapat meningkatkan gaya mukoadhesif yang lebih baik daripada perekat transdermal pada umumnya, yang digunakan pada kulit bagian luar.

Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi eksipien pada sediaan mukoadhesif, agar daya rekat lebih tinggi. Kitosan merupakan salah satu contoh eksipien yang dapat digunakan sebagai peningkat daya mukoadhesif, namun kurang maksimal.

Maka dari itu dibentuk kompleks dengan xanthan gum yang dapat meningkatkan daya rekat sehingga patch lebih bertahan lama pada lapisan mukosa dan pelepasan obat dapat diperpanjang

Sumber :

Ansel, H.C. 1995. Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery System. London:Williams & Wilkins.

Gustiani, S., Qomarudin, H., Cica, K., dan Eva, N. 2018. Produksi dan Karakterisasi Gum Xanthan Dari Ampas Tahu Sebagai Pengenal Pada Proses Tekstil. Arena Tekstril. Vol 32(2):51-58.

Hagerstrom, H., Edsman, K., dan Stromme, M. 2003. Low Frequency Dielectrics Spectroscopy as a Tool for Studying The Compatibility Between Pharmaceutical Gels and Mucus Tissue. J Pharm Sci. Vol 92(18):69-81.

Huang, Y., Leobandung, W., Foss, A., dan Peppas, N.A. 2000. Molecular Aspects of Muco- and Bioadhesion : Tehtered Structures and Site-Spesific Surface. J Cont Rel. Vol 6(5):63-71.

Jain, N.K. 2002. Controlled and Novel Drug Delivery. New Delhi:CBS Publishers and Distributors.

Kaban, J. 2007. Studi Karakteristik dan Aplikasi Film Pelapis Kelat Logam Alkali Tanah Alginat-Kitosan. Sumatera Utara : USU.

Khainar, A., Jain, P., Baviskar, D., dan Jain, D. 2009. Development of Mucoadhesive Buccal Patch Containing Aceclofenac : In Vitro Evaluations. Int. J. Pharm. Tech. Res. Vol 1:978-981.

Putri, K.S.S., Bambang, S., dan Silvia, S. 2017. Kompleks Polielektrolit Kitosan-Xanthan sebagai Matriks Sediaan Mukoadhesif. Pharm Sci Res. Vol 4(1):1-12.

Semalty, M., Semalty, A., dan Kumar, G. 2008. Development of Mucoadhesive Buccal Films of Glipzide. Int. J. Pharm. Sci. Nanotech. Vol 1(2):184-190.

Simunek, J.G., Tischenko, B., dan Hadrovo. 2006. Effect of Chitosan of Human Colonic Bacteria. Folia Microbiol. Vol 51(4):306-308.

Khoirunnisa Apsari

Share
Published by
Khoirunnisa Apsari

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

3 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago