Farmasetika.com – Saat ini, telah banyak studi yang menunjukkan teknik ko-kristal pada bahan obat dan juga telah diatur regulasinya oleh beberapa negara.
Beberapa contoh obat yang dapat di ko-kristalisasi adalah teofilin, karbamasepin, norfloksasin, parasetamol.
Bahkan studi tentang ko-kristal yang mengandung lebih dari satu bahan aktif obat juga telah dilakukan. Beberapa diantaranya ialah, ko-kristal meloksikamaspirin, lamivudine-zidovudin,dan amoksisilin-klavulanat.[5]
Istilah ko-kristal sendiri sebenarnya masih diperbincangkan dalam teknik kristal karena istilah tersebut kurang menerangkan dengan jelas dan deskriptif secara ilmiah. Oleh karena itu, banyak yang menggunakan istilah kristal molekul multi komponen yang merupakan nama sinominnya[1]. Namun dalam beberapa penelitian Ko-kristal didefinisikan sebagai bentuk fasa padat dengan sifat fisik yang unik yang merupakan suatu kompleks padatan yang berbentuk kristalin dimana terdapat dua atau lebih molekul netral berada pada perbandingan yang stoikiometrik.[2][10]
Dalam bidang farmasi ko-kristal digunakan untuk dapat meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas obat.
Pembentukan ko-kristal juga dapat untuk mengubah sifat fisikokimia suatu obat atau zat aktif, seperti kelarutan, laju disolusi, stabilitas, higroskopisitas dan kompresibilitas tanpa mengubah tanpa mengubah sifat farmakologi dari suatu obat atau bahan aktif tersebut
Mekanisme kelarutan ko-kristal mengikuti tiga tahap yaitu :1) Pemutusan ikatan antar molekul dalam ko-kristal; 2) Pemutusan ikatan antar molekul dalam pelarut; 3) Pembentukan ikatan antar molekul ko-kristal dengan pelarut.. Selain itu, pembentukan ko-kristal juga dapat digunakan dalam meningkatkan atau memperbaiki resolusi kiral.[5]
Resolusi kiral merupakan pemisahan senyawa rasemat menjadi enansiomernya.[5] Senyawa rasemat itu sendiri merupakan campuan dari bentuk enansiomer dari suatu senyawa kimia yang dimana satu bentuk molekul chiral dari suatu akan memutar bidang cahaya yang dipolarisasi dalam satu arah dan enantiomernya akan memutarnya dalam arah yang berlawanan. Di pasaran banyak obat yang dijual dalam bentuk rasemat yang terkadang bentuk enantiomernya memiliki efek farmakologi yang berbeda dan pada beberapa senyawa pun salah satu bentuk enantiomernya memiliki efek yang kurang menguntungkan. maka dari itu untuk memisahkan senyawa enansiomer dari senyawa rasemat dapat dilakukan dengan pembentukan ko-kristal. Perubahan tersebut dibuat dengan tujuan untuk menjadikan zat tersebut memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.[4]
Hal tersebut dapat terjadi karena zat aktif yang dibentuk ke dalam bentuk ko-kristalnya dengan bantuan koformer.[2]
Untuk membuat ko-kristal dapat dilakukan dengan melalui beberapa langkah – langkah seperti berikut ini:
Metode solvent based itu dibagi lagi menjadi solvent evaporation dan slurry conversion. Dalam solvent evaporation dilakukan dengan mencampurkan zat aktif dengan koformer ke dalam pelarut yang sesuai kemudian diuapkan sehingga terbentuk ko-kristal.[9]
Dalam slurry conversion itu hampir mirip dengan solvent evaporation namun pada slurry conversion itu ketika terjadi pencampuran zat aktif dengan koformer yang dilarutkan ke dalam pelarut yang akan mengalami fase suspensi terlebih dahulu setelah itu mengalami penguapan untuk memicu terjadinya ko-kristal.[12] Metode grinding dibagi menjadi net grinding dan liquid assisted grinding (LAG).
Teknik net grinding dilakukan dengan cara menggerus zat aktif dan koformer di dalam mortir kemudian akan terbentuk serbuk yang dapat dipisahkan.[11] Sedangkan teknik liquid assisted grinding (LAG) dilakukan dengan mencampurkan zat aktif dan koformer ke mortir yang kemudian diteteskan pelarut sedikit demi sedikit sehingga pembentukkan ko-kristal lebih cepat.[6] Selain itu terdapat teknik antisolvent addition yaitu dengan terjadinya proses presipitasi atu rekristalisasi dari ko-kristal zat aktif dengan koformer.[13] Terdapat juga hot melt extrusion yang dilakukan dengan cara sintesis secara berkelanjutan pada ekstruder twin dengan mencampurkan zat aktif dan koformer.[7] Selain itu, pada supercritical fluid technology digunakan untuk skrining dan mendesain ko-kristal.[8]
Pembuatan ko-kristal ini dapat menggunakan beberapa metode seperti solvent evaporation, slurry conversion, net grinding, liquid assisted grinding (LAG), antisolvent addition, hot melt extrusion, hingga menggunakan teknologi supercritical fluid. Namun metode yang paling sering digunakan adalah slurry conversion dan liquid assisted grinding (LAG) karena metode ini lebih mudah dilakukan, murah, dan hasilnya cukup baik.[9]
Setelah pembuatan ko-kristal biasanya diilakukan juga karakterisasi ko-kristal. Karakterisasi ko-kristal dilakukan untuk memastikan pembentukkan ko-kristal yang telah dilakukan mendapat hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Karakterisasi ini meliputi struktur dan sifat-sifat fisika dari kristal tersebut salah satunya adalah titik leleh.
Pada ko-kristal penentuan titik leleh biasanya dibandingkan dengan padatan sebelum dimodifikasi sebagai ko-kristal,titik leleh tinggi biasanya memiliki kelarutan yang rendah begitupun sebaliknya senyawa yang memiliki titik leleh yang tinggi biasa memiliki kelarutan yang rendah.[9]
Sumber:
Majalah Farmasetika - PT Kimia Farma (Persero) Tbk, perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia, saat ini…
Majalah Farmasetika - Tinjauan mengenai persyaratan bagi apotek yang mempertimbangkan untuk memesan senyawa dari fasilitas…
Majalah Farmasetika - Setelah sebelumnya disetujui pada Juni 2023 dalam proses Accelerated Approval, FDA telah…
Majalah Farmasetika - Persetujuan ini menandai antibodi bispesifik pengikat sel T pertama dan satu-satunya yang…
Majalah Farmasetika - Pengajuan lisensi biologis (BLA) untuk patritumab deruxtecan menerima surat tanggapan lengkap karena…
Majalah Farmasetika - Setelah lebih dari 2 dekade, produk inhalasi pertama dengan mekanisme aksi baru…