Farmasetika.com – Presiden Joko Widodo resmi meminta warganya untuk melaksanakan Social Distancing atau menjaga jarak interaksi sosial diantara warganya demi memutus jalur penularan novel coronavirus penyebab penyakit pernafasan COVID-19. Akan tetapi disikapi beragam oleh warga Indonesia.
Sebuah tulisan dari lulusan S2 Psikologi Pendidikan dari University of Arizona yang enggan disebutkan namanya, merangkum 3 kemungkinan respon psikologis masing-masing karakter individu terhadap isu wabah Covid-19.
Seorang perfeksionis adalah orang yang paling khawatir dengan wabah ini. Kekhawatirannya yang dalam berefek kepada tindakan preventif yang ia lakukan untuk dirinya dan keluarganya, misal sejak awal bermasker dan melakukan panic buying.
Tindakan preventif yang dilakukan boleh jadi berlebihan dan membuat canggung orang sekitar. Tetapi bagi seorang perfeksionis, menghindari bahaya adalah karakter alamiah mereka.
Masalah seorang perfeksionis adalah prasangka dan kecemasan. Tanpa asupan pengetahuan yang tepat dan pelipur lara orang terdekatnya, seorang perfeksionis boleh jadi malah menjadi sakit karena kecemasan dan asumsi-asumsi negatif yang ia tumbuhkan sendiri sejak isu wabah ini merebak.
Seorang social melihat wabah ini dalam kacamata empatik mereka. Mereka iba dengan yang terjadi, tetapi tak menyebabkan mereka mengantisipasinya secara langsung. Tindakan preventif tidak mereka lakukan. Alih-alih berjaga-jaga, sikap mereka santuy dan seolah meremehkan.
Social boleh jadi baru aware tentang bahaya Covid-19 setelah orang terdekat mereka kena atau kebijakan pemerintah terkait ini langsung berdampak kepadanya.
Individu yang waspada dan mengambil tindakan preventif terkait isu ini, tetapi tidak menyebabkan ia larut dalam kecemasan. Tidak terlalu santuy, tetapi tidak juga terlampau paranoid Mayoritas masyarakat kita adalah Social, yang boleh jadi abai dengan hal urgent, menganggap remeh apa yang tak tampak oleh mata inderanya.
Sementara sepuluh persen di antaranya adalah perfectionist, yang boleh jadi isu ini lebih “menyerang” pertahanan mentalnya dibandingkan riil menyerang tubuhnya.
Tugas pemerintah dan media untuk mengarahkan yang Social agar lebih waspada, dan yang Perfectionist lebih bersikap tenang karena kebijakan dan berita-berita yang pemerintah dan media sampaikan. Dan ini bukan suatu hal yang mudah. Sebab Social & Perfectionist berubah karena dentuman besar, bukan karena hentakan kecil. Oleh kebijakan yang ekstrem, bukan dengan kebijakan yang abu-abu. Mereka butuh tangan besi!
Nah, farmasetikers termasuk tipe yang mana?
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…