Farmasetika.com – Pasca presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Apotek tetap buka pada saat diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan darurat sipil (30/3/2020), Farmasis Indonesia Bersatu (FIB) meminta presiden Jokowi dengan beberapa tuntutan diantaranya mengesahkan Undang-Undang Praktik Apoteker dan mencabut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK/Permenkes) nomor 30 tahun 2020.
“Dalam surat ini Kami ingin menyampaikan bahwa Apoteker Indonesia sangat bangga diberikan kepercayaan Bapak Presiden untuk tetap bisa melayani masyarakat di Apotek, Klinik, Puskesmas dan RS disaat semua aktivitas harus dihentikan demi mencegah wabah Covid-19 semakin meluas. Apoteker Indonesia berkomitmen tetap berada digaris depan bersama tenaga kesehatan lain sampai Covid-19 enyah dari bumi pertiwi. Bahkan Kami siap apabila di instruksikan untuk buka Apotek 24 jam di saat tertentu. Saat ini sudah ribuan Apoteker yang mendaftar menjadi Relawan Kesehatan melawan Covid-19.” Tertulis dalam surat terbuka FIB yang ditujukan kepada Jokowi (31/3/2020).
Fidi Setiawan sebagai Presidium Nasional FIB menjelaskan bahwa Profesi Apoteker mempunyai peran preventif, promotif, rehabilitatif. Termasuk Swamedikasi, meracik obat dalam Apotek, membuat dan menyediakan Hand Sanitizer yang sangat dibutuhkan masyarakat saat Pandemi Covid-19. Apoteker juga punya peran vital dalam upaya kefarmasian dalam rangka preventif, edukasi ke masyarakat misalkan meningkatkan pertahanan tubuh dengan mengkonsumsi Jamu, Membuat Hand Sanitizer alami dan efisiensi biaya penggunaan obat dan perbekalan Farmasi melalui Farmakoekonomi, sehingga penggunaan obat dan Alkes dimasa sulit ini dapat dihemat dan dikendalikan. Pada saat pasien di RS menumpuk dan minimnya pelayanan kesehatan mandiri yang buka, Apoteker lah yang melakukan back up melalui swamedikasi kepada masyarakat sesuai kompetensi dan keilmuan yang dimiliki. Dan inilah deretan kewenangan Apoteker yang dihilangkan selama ini oleh birokrasi dan regulasi.
FIB menegaskan bahwa saat Covid-19 melanda Indonesia, Ada area blank spot penularan Covid-19 yang belum terpetakan hingga saat ini. Yaitu Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Puskesmas dan Klinik. Di Area tersebut Apoteker dan TTK rentan terpapar dari Pasien yang belum dideteksi, Pasien OTG, OPD, dan PDP. Apoteker dalam instalasi RS yang juga terancam infeksi nosokomial covid-19. Mereka semua perlu Alat Perlindungan Diri (APD) yang memadai. Mereka perlu mendapatkan tunjangan dan santunan seperti tenaga kesehatan yang lain. Karena mereka beresiko bukan atas keinginan mereka, namun mereka beresiko atas pengabdian atas sumpah mereka.
“Mohon bapak Presiden untuk memerintahkan Menteri Keuangan untuk merevisi surat Menteri Keuangan RI No. S-239/MK.02/2020 perihal Insentif Bulanan dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19 tertanggal 24 Maret 2020. Kami Harap Apoteker yang beresiko terpapar covid-19, baik di area blank spot ataupun RS dapat mendapatkan tunjangan yang equal seperti Tenaga Kesehatan lain.” Tertulis dalam surat yang diterima redaksi hari ini (31/3/2020).
Ada 5 tuntutan yang diminta FIB, yakni
Surat terbuka yang dibuat FIB telah diterima oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
“Alhamdulillah surat terbuka FIB telah diterima KSP Moeldoko melalui stafnya, semoga ada hasilnya” Ujar Fidi dihubungi lewat pesan singkat (31/3/2020).
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…