Majalah Farmasetika – Disaat pandemi corona diesease 2019 (COVID-19), pasien hipertensi bisa saja terpapar COVID-19. Beberapa pasien hipertensi khawatir karena obat hipertensi golongan ACE inhibitor (ACEI) atau Angiotensin 2 Receptor Blocker (ARB) yang biasa diminumnya bekerja di reseptor ACE 2 (Angiotensin Converting Enzyme 2) dimana merupakan pintu masuk COVID-19.
Peneliti dari Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, apt. Ika Puspitasari, M.Si.,Ph.D memberikan kajian singkat terkait hal ini.
Menurutnya, sejak terjadinya wabah COVID-19, di mana reseptor ACE 2 (Angiotensin Converting Enzyme 2) merupakan pintu masuk COVID-19, muncul ketakutan para pasien hipertensi yang sudah terkontrol dengan terapi obat anti hipertensi golongan ACE inhibitor (ACEI) atau Angiotensin 2 Receptor Blocker (ARB).
“Pertanyaan yang selalu dilontarkan adalah : Apakah pasien hipertensi yang sudah terkontrol dengan pemberian obat anti hipertensi golongan ACEI (contohnya kaptopril, ramipril, lisinopril, enalapril) atau golongan ARB (valsartan, kandesartan, irbesartan, losartan, telmisartan) harus berhenti minum obat-obat tersebut?” tulis Ika Puspitasari yang juga sebagai Ketua Program Studi Profesi Apoteker di web resmi UGM (15/4/2020).
Ika menambahkan, berdasarkan kajian dari 3 institusi luar negeri yaitu European Society of Cardiology (ESC), American College of Cardiology (ACC) dan Canadian Cardiovascular Society (CCS) mempublikasikan panduan pengobatan terbaru untuk pasie-pasien hipertensi terkait dengan wabah COVID-19. Hal ini juga diadopsi oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) yang direlease pada 26 Maret 2020. Kesemua institusi ini menyatakan bahwa pada manusia belum ditemukan adanya kaitan antara penggunaan ACEI atau ARB terhadap meningkatnya keparahan yang terjadi pada pasien COVID-19. Maka institusi-institusi ini memiliki pendapat yang sama yaitu :
“Selama ini bersliweran pendapat yang bermacam-macam terkait adanya kemungkinan keparahan yang terjadi jika seseorang mengkonsumsi ACEI atau ARB mengingat jalur mekanisme aksi kedua golongan obat ini dikaitkan dengan reseptor ACE 2 sebagai tempat menempelnya COVID-19 menginfeksi manusia.” lanjutnya.
Sebagaimana diketahui reseptor ACE 2 terdapat di banyak tempat yaitu mukosa mulut dan hidung, nasofaring, paru-paru, lambung, usus halus, usus besar, limfe, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal dan otak. Namun yang terbanyak terdapat pada paru-paru dan usus halus. Protein atau reseptor ACE 2 sesungguhnya tidak hanya menjadi pintu masuk COVID-19 saja, tetapi juga virus HCoV-NL63 dan SARS-CoV.
“Terdapat beberapa penelitian pada mencit yang menunjukkan bahwa peningkatan jumlah ACE2 akan memperparah infeksi yang diakibatkan oleh virus corona. Di lain pihak, terdapat penelitian lain yang juga dilakukan pada mencit menunjukkan adanya interaksi tonjolan protein pada virus corona akan menurunkan jumlah ACE2 yang akan mengakibatkan cedera pada paru-paru. Dengan kata lain peningkatan jumlah ACE2 memiliki sifat sebagai proteksi bagi cedera paru-paru akibat infeksi virus karena peningkatan ACE2 akan meningkatkan jumlah mediator angiotensin vasodilator 1-7.” jelas Ika.
Ika melanjutkan kajian berdasarkan sebuah sistematik review (2012) yang menganalisis 39 penelitian menggunakan ACEI atau ARB menemukan bahwa penggunaan ACEI atau ARB pada pasien akan menurunkan resiko terjadinya pneumonia dan stroke secara bermakna. Dalam hal proteksi terhadap pneumonia, diduga pengunaan ACEI atau ARB akan meningkatkan jumlah angiotensin 1-7 yang bersifat pelindung paru-paru.
Sejak tahun 2013 tim peneliti Josef Penninger melakukan penelitian pemberian human recombinant ACE2 (rhACE2; APN01, GSK2586881) untuk terapi Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS). Terbukti bahwa pemberian human recombinant ACE2 tersebut mampu menurunkan kadar IL-6 secara bermakna. Saat ini sedang dilakukan penelitian klinik pemberian human recombinant ACE2 untuk terapi COVID-19 dengan harapan akan menyembuhkan infeksi COVID-19 karena peradangan yang terjadi di paru-paru dapat disembuhkan dengan menurunnya kadar IL-6.
“Mempertimbangkan hal ini maka penggunaan obat anti hipertensi golongan ACEI atau ARB tetap diteruskan pada pasien hipertensi tanpa ada kekhawatiran akan menyebabkan pasien hipertensi cenderung rentan terjadi infeksi COVID-19.” tutupnya.
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…