Majalah Farmasetika – Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, memberikan acuan dalam pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (telemedicine/telemedisin) untuk pencegahan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dalam bentuk surat edaran nomor HK.02.01/MENKES/303/2020 pada 29 April 2020.
Dalam surat edaran ini mengatur pula terkait peranan apoteker dalam pelayanan kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian termasuk pemberian konseling kepada pasien secara online.
Menurut Peraturan Pemerintah No.51, Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.
Pelayanan kesehatan oleh Dokter yang meliputi dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis, dan dokter subspesialis dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi berupa telemedicine.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui telemedicine dapat dilakukan selama Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau Bencana Nasional Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dalam rangka pencegahan penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).
Pelayanan telemedicine merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Dokter dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendiagnosis, mengobati, mencegah, dan/atau mengevaluasi kondisi kesehatan pasien sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya, yang dibuktikan dengan surat tanda registrasi (STR) dengan tetap memperhatikan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
Pelayanan telemedicine dilakukan antara Dokter dengan pasien, dan/atau antara Dokter dengan Dokter lain. Dokter yang memberi pelayanan telemedicine kepada pasien bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan yang diberikannya, termasuk menjamin keamanan data pasien yang mengakses pelayanan telemedicine. Penyelenggaraan pelayanan telemedicine antara Dokter dengan Dokter lain diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Hasil pelayanan telemedicine dicatatkan dalam catatan digital atau manual yang dipergunakan oleh Dokter sebagai dokumen rekam medik dan menjadi tanggung jawab dokter, harus dijaga kerahasiaannya, serta dipergunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan Dokter dalam memberikan pelayanan telemedicine meliputi kewenangan untuk melakukan:
a. Anamnesa, mencakup keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit yang diderita saat ini, penyakit lainnya atau faktor risiko, informasi keluarga dan informasi terkait lainnya yang ditanyakan oleh Dokter kepada pasien/keluarga secara daring.
b. Pemeriksaan fisik tertentu yang dilakukan melalui audiovisual.
c. Pemberian anjuran/nasihat yang dibutuhkan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, dan/atau hasil pemeriksaan fisik tertentu. Hasil pemeriksaan penunjang dapat dilakukan oleh pasien dengan menggunakan modalitas/sumber daya yang dimilikinya atau berdasarkan anjuran pemeriksaan penunjang sebelumnya atas instruksi dokter. Anjuran/nasihat dapat berupa pemeriksaan kesehatan lanjutan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
d. Penegakkan diagnosis, dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan yang sebagian besar didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik tertentu atau pemeriksaan penunjang.
e. Penatalaksanaan dan pengobatan pasien, dilakukan berdasarkan penegakkan diagnosis yang meliputi penatalaksanaan nonfarmakologi dan farmakologi, serta tindakan kedokteran terhadap pasien/keluarga sesuai kebutuhan medis pasien. Dalam hal dibutuhkan tindakan kedokteran atau penatalaksanaan lebih lanjut, pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
f. Penulisan resep obat dan/atau alat kesehatan, diberikan kepada pasien sesuai dengan diagnosisg. Penerbitan surat rujukan untuk pemeriksaan atau tindakan lebih lanjut ke laboratorium dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan sesuai hasil penatalaksanaan pasien.
Dokter yang menuliskan resep elektronik obat dan/atau alat kesehatan harus bertanggung jawab terhadap isi dan dampak yang mungkin timbul dari obat yang ditulis dalam resep elektronik. Penulisan resep elektronik dikecualikan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika. Salinan resep elektronik harus disimpan dalam bentuk cetak dan/atau elektronik sebagai bagian dokumen rekam medik.
Penulisan resep elektronik obat dan/atau alat kesehatan dapat dilakukan secara tertutup atau secara terbuka, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan resep elektronik tertutup dilakukan melalui aplikasi dari Dokter ke fasilitas pelayanan kefarmasian.
b. Penyelenggaraan resep elektronik terbuka dilakukan dengan cara pemberian resep elektronik secara langsung kepada pasien. Penyelenggaraan resep secara terbuka membutuhkan kode identifikasi resep elektronik yang dapat diperiksa keaslian dan validitasnya oleh fasilitas pelayanan kefarmasian.
c. Resep elektronik digunakan hanya untuk 1 (satu) kali pelayanan resep/pengambilan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan dan tidak dapat diulang (iter).
Pelayanan resep elektronik di fasilitas pelayanan kefarmasian dengan memperhatikan 3 hal, yakni :
a. Pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh apoteker dengan mengacu pada standar pelayanan kefarmasian pada masing-masing jenis fasilitas pelayanan kefarmasian.
b. Setiap perubahan pada resep elektronik yang mungkin diperlukan karena sesuatu hal, harus sepengetahuan dan dengan persetujuan dari dokter yang menerbitkan resep elektronik.
c. Sediaan farmasi, alat kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), dan/atau suplemen kesehatan berdasarkan resep elektronik dapat diterima oleh pasien/keluarga pasien di fasilitas pelayanan kefarmasian, atau melalui pengantaran sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan.
Pengantaran sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan dalam resep elektronik secara tertutup dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengantaran dilakukan melalui jasa pengantaran atau penyelenggara sistem elektronik kefarmasian;
b. Jasa pengantaran, atau penyelenggara sistem elektronik kefarmasian dalam melakukan pangantaran, harus:
1) menjamin keamanan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan yang diantar;
2) menjaga kerahasiaan pasien;
3) mengantarkan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan dalam wadah yang tertutup dan tidak tembus pandang;
4) memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan yang diantarkan sampai pada tujuan;
5) mendokumentasikan serah terima sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan; dan6) Pengantaran melengkapi dengan dokumen pengantaran, dan nomor telepon yang dapat dihubungi.
c. Apoteker pada fasilitas pelayanan kefarmasian yang menerima resep elektronik wajib menyampaikan informasi sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan kepada pasien secara tertulis dan/atau melalui Sistem Elektronik.
d. Pasien yang telah menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan harus menggunakan obat sesuai dengan resep dan informasi dari apoteker.
Selengkapnya :
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…
Majalah Farmasetika - Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Industri Farmasi Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tahun 2010 tentang…
Majalah Farmasetika - Dalam industri farmasi, menjaga kebersihan dan mengontrol kontaminasi adalah prioritas utama untuk…
Majalah Farmasetika - Obat merupakan produk kesehatan yang berperan penting dalam upaya penyembuhan dan pencegahan…
Majalah Farmasetika - Pelayanan Kefarmasian merupakan nomenklatur baru dalam definisi Praktik Kefarmasian pada pasal 145…