Majalah Farmasetika – Pada 18 Desember 2019, FDA memberikan persetujuan untuk Padcev (enfortumab vedotin-ejfv), antibodi langsung terhadap Nectin-4 dan penghambat microtubulus konjugat, artinya obat tersebut secara khusus menargetkan sel-sel kanker dalam hal ini adalah sel molekul adhesi nectin-4 yang diekspresikan pada kanker urothelial.
Padcev diindikasikan untuk perawatan pasien dewasa yang kankernya tumbuh terlalu besar untuk diangkat melalui pembedahan atau metastatis (ketika sel kanker menyebar ke bagian lain dari tubuh) kanker urothelial yang sebelumnya telah menerima programmed death receptor-1 (PD-1) atau programmed death ligand 1 (PD-L1) inhibitor dan kemoterapi yang mengandung platinum atau berbasis platinum.
Kemoterapi berbasis platinum, PD-1 dan PD-Inhibitor L1 adalah perawatan standar untuk pasien kanker kandung kemih, kanker keenam yang paling umum di AS.
Kanker urothelial, terhitung lebih dari 90% kanker kandung kemih, dimulai pada sel yang melapisi kandung kemih dan organ di sekitarnya.
Padcev mewakili jenis terapi baru untuk pasien dengan kanker urothelial lanjut yang penyakitnya telah berkembang pada kemoterapi dan imunoterapi.
“Konjugat obat-antibodi adalah alat strategis dalam pengobatan kanker yang ditargetkan. Konjugat ini menggabungkan kemampuan antibodi monoklonal untuk menargetkan reseptor spesifik sel kanker dan kemudian mengirimkan obat ke sel kanker”, kata Richard Pazdur, MD, direktur Pusat Onkologi Unggulan FDA dan direktur pelaksana Kantor Penyakit Onkologis di Pusat Evaluasi dan Penelitian Obat FDA.
“Padcev adalah sebuah konjugat obat-antibodi yang menargetkan Nectin-4, protein permukaan sel yang diekspresikan sel kanker kandung kemih dan agen pembunuh sel, monomethyl auristantin E”. Lanjutnya.
Padcev disetujui berdasarkan hasil uji klinis yang mendaftarkan 125 pasien dengan kanker urothelial tingkat lanjut atau metastatik lokal yang menerima pengobatan sebelumnya dengan inhibitor PD-1 atau PD-L1 dan kemoterapi berbasis platinum.
Tingkat respons keseluruhan, mencerminkan persentase pasien yang memiliki sejumlah penyusutan tumor adalah 44%, dengan 12% memiliki respons lengkap dan 32% memiliki respons parsial. Durasi rata-rata respon tersebut adalah 7,6 bulan.
Efek samping yang paling umum untuk pasien yang memakai Padcev adalah kelelahan, perifer neuropati (kerusakan saraf yang mengakibatkan kesemutan atau mati rasa), penurunan nafsu makan, ruam, alopecia (rambut rontok), mual, perubahan rasa, diare, mata kering, pruritis (gatal) dan kulit kering.
Pasien dapat mengalami hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) terlepas dari apakah mereka menderita diabetes atau tidak, dan kadar gula darah harus dipantau secara ketat pada pasien yang menerima Padcev.
Pasien mungkin mengalami gangguan mata, termasuk mata kering dan perubahan visi, saat mengonsumsi Padcev.
Wanita yang sedang hamil atau menyusui sebaiknya tidak menggunakan Padcev karena dapat menyebabkan kerusakan pada janin yang sedang berkembang atau bayi yang baru lahir, atau menyebabkan komplikasi persalinan.
Pada 19 februari 2020, FDA memberikan Breakthrough Therapy designation untuk Padcev kombinasi dengan terapi anti-PD-1 Keytruda (pembrolizumab) untuk pengobatan pasien dengan kanker urothelial metastasis yang tidak dapat menerima kemoterapi berbasis cisplatin dalam pengaturan lini pertama.
Breakthrough Therapy designation ini diberikan berdasarkan hasil dari kohort dosis-eskalasi dan kohort ekspansi A dari uji coba fase 1b/2, EV-103 (NCT03288545), mengevaluasi pasien dengan kanker urothelial metastatik tingkat lanjut atau lokal yang tidak dapat menerima kemoterapi berbasis cisplatin, diobati dengan Padcev dalam kombinasi dengan Pembrolizumab.
Hasil awal dari uji coba tersebut dipresentasikan pada European Society of Medical Oncology (ESMO) 2019, dan temuan terbaru di Simposium Kanker Genitourinari pada 2020.
Sedangkan di Indonesia, terapi untuk kanker urothelial adalah dengan Atezolizumab, yakni obat imunoterapi kanker pertama di Indonesia yang mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan pada Juli 2019. Obat tersebut juga merupakan yang pertama di kelasnya (PD-1/PD-L1 inhibitor) yang disetujui FDA pada Mei 2016 untuk mengobati jenis kanker kanker kandung kemih, yang disebut karsinoma urothelial.
Obat tersebut bekerja dengan cara mengembalikan respons imunitas di dalam tubuh pasien.
“Obat imunoterapi itu menyerang sel kanker langsung sehingga meningkatkan kualitas dan harapan hidup pasien. Obat ini bagi pasien yang telah kemoterapi beberapa kali, tapi tidak ada respons,” terang spesialis kanker RS Cipto Mangunkusumo, Ikhwan Rinaldi, dalam diskusi di Jakarta, Kamis (25/7).
Menurut dia, Atezolizumab menjadi pilihan terapi baru untuk membantu pasien hidup lebih lama dibandingkan kemoterapi. Imunoterapi kanker anti-PD-L1 itu disetujui BPOM untuk pasien kanker paru (non-small-cell lung cancer/NSCLC) dan kanker kandung kemih (urothelial carcinoma/UC) stadium lanjut.
Sumber:
https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/fda-approves-new-type-therapy-treat-advanced-urothelial-cancer
https://www.fda.gov/drugs/drug-approvals-and-databases/drug-trials-snapshots-padcev
https://www.astellas.com/en/news/15601
https://mediaindonesia.com/read/detail/250253-atezolizumab-obat-imunoterapi-kanker-pertama-di-indonesia
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…