Categories: Berita

Ridwan Kami Kenalkan “AKB30” Adaptasi Kehidupan Baru 30 Bidang, “New Normal” Tak Berarti Aktivitas Bebas

Majalah Farmasetika – Gubernur Jawa Barat yang dikenal penuh denga ide kreativitas, merilis jargon baru tidak lagi menggunakan “new normal” untuk menghindari masyarakat berpikir kembali hidup normal dengan bebas, melainkan memilih Adaptasi Kehidupan Baru (AKB).

Melalui akun twitternya merilis protokol kesehatan “AKB30” yakni Adaptasi Kehidupan Baru di 30 bidang kegiatan di Jawa Barat.

“PANDUAN AKB30. Protokol kesehatan untuk zona biru/hijau di Jawa Barat yang diizinkan melakukan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dengan 30 bidang kegiatan.” Cuit Ridwan Kamil (31/5/2020).

Di zona BIRU/HIJAU yang diizinkan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), Mengikuti saran ulama, rumah ibadah dibuka di tahap 1. Saran ekonom, Tahap 2 membuka ekonomi tipe ‘low risk hi impact ’ spt industri/perkantoran. Tahap 3 baru ‘hi risk’ spt toko/mal/tourism. Pendidikan di tahap akhir.

Mengikuti saran para ilmuwan kesehatan, ini 9 indeks dan cara Jawa Barat melakukan rating 5 level kewaspadaan covid untuk 27 daerah. Tidak hanya Rt tapi juga waspada melalui indeks resiko geografis.

“New Normal” Bukan Berarti Bebas Beraktivitas

Sementara itu, Jubir Pemerintah untuk Covid-19 dr. Achmad Yurianto mengatakan kebijakan New Normal ini tidak dijadikan suatu euphoria baru bahwa kenormalan tersebut seakan-akan membebaskan kita kembali beraktivitas secara bebas seperti sebelum pandemi Covid-19.

“Saat nanti kita beradaptasi kebiasaan baru (AKB) atau new normal di Zona Biru atau Hijau, maka setiap entitas kegiatan (rumah ibadah, perkantoran maupun pertokoan/resto) WAJIB memiliki Petugas Gugus Tugas Covid internal.” Lanjut RK seraya memperlihatkan sebuah video yang menggambarkan hal ini.

Hal ini diungkap dalam Konferensi Pers di Gedung BNPB, Jakarta, Minggu (31/5).

“Pemerintah telah melakukan kajian komprehensif di semua kabupaten/kota secara terus menerus bersama tim ahli, tim pakar, dan tim dari perguruan tinggi untuk memantau kondisi masing-masing kabupaten/kota ini,” katanya pada Konferensi Pers di Gedung BNPB, Jakarta, Minggu (31/5).

Ia menambahkan bahwa ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan. Di bidang kesehatan aspek epidemiologi menjadi sesuatu yang penting, karena untuk menetapkan New Normal di suatu daerah angka penurunan kasus positif setidaknya mencapai lebih dari 50 persen dari kasus puncak yang pernah dicapai di daerah tersebut dalam 3 minggu berturut-turut.

Selanjutnya, jika di suatu daerah masih terdapat penambahan kasus, maka rata-rata penambahan kasus positifnya harus menurun di bawah 5% dari kasus yang diperiksa. Kemudian dari sistem kesehatan yang perlu dipertimbangkan di antaranya penggunaan tempat tidur ICU dalam dua minggu terakhir dan sistem surveilans kesehatan yang diberlakukan.

“Ini jadi ukuran apakah daerah tersebut bisa melaksanakan konsep New Normal yang baru,” kata dr. Achmad.

Pertimbangan tersebut, ungkapnya, yang harus disampaikan kepada kepala pemerintahan setempat. Kalau kabupaten/kota tentunya pertimbangan gugus tugas inilah yang disampaikan kepada para bupati dan walikota. Selanjutnya pertimbangan itu disampaikan pula pada level pemerintahan, tokoh masyarakat, serta semua pihak yang ada di kabupaten/kota tersebut untuk memutuskan apakah akan melaksanakan New Normal atau akan menundanya.

Setelah diputuskan maka harus ada sosialisasi kepada seluruh masyarakat di kabupaten/kota tersebut. Tak hanya sosialisasi tapi seluruh pihak harus mendapatkan edukasi tentang apa yang harus dilakukan dalam New Normal.

Apabila pelaksanaan New Normal telah dipahami oleh masyarakat perlu dilakukan simulasi. Sebagai contoh, yang disepakati adalah pasar, maka harus dilakukan simulasi bagaimana penerapan protokol kesehatan di sana.

“Apabila simulasi sudah dipahami dan diyakini sudah dilaksanakan maka New Normal tinggal dilaksanakan. Oleh karena itu kita tidak menganggap bahwa New Normal itu ibarat bendera start untuk sebuah lomba lari semua bergerak bersama-sama, tidak. Tapi sangat tergantung epidemiologi daerah dan ini jadi keputusan kepala daerahnya,”ujarnya.

dr. Achmad menekankan kebijakan New Normal ini tidak dijadikan suatu euphoria baru bahwa kenormalan tersebut seakan-akan membebaskan kita kembali beraktivitas secara bebas seperti sebelum pandemi Covid-19.

Sementara ini, ada 102 kabupaten/kota yang tidak terdampak Covid-19, artinya di daerah tersebut tidak ditemukan kasus konfirmasi positif. Hal ini dapat dimaknai bahwa upaya untuk tetap menjaga diri jangan sampai terjadi penularan harus diutamakan. Tidak ada jaminan bahwa daerah yang tidak terdampak akan aman dari Covid-19.

“Oleh karena itu protokol kesehatan harus dijalankan di semua tempat,” ucapnya.

Hingga hari ini jumlah spesimen yang diperiksa sebanyak 323.376. Hasil positif bertambah 700 total 26.473 pasien positif Covid-19. Terdapat 5 provinsi yang masih tinggi penaikkan jumlah kasus positifnya antara lain Jawa Timur bertambah 244, DKI bertambah 42, NTB bertambah 42, Jawa Tengah bertambah 37, dan Sulawesi Selatan bertambah 31.

“Provinsi yang tidak ada penambahan kasus hari ini antara lain Aceh, Jambi, Kalimantan Utara, dan Riau. Ada juga provinsi yang melaporkan penambahan satu orang antara lain Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Lampung, dan NTT,” kata dr. Achmad.

Selanjutnya untuk pasien sembuh meningkat 239 total 7.308, dan pasien meninggal bertambah 40 total 1.613. Orang dalam pemantauan (ODP) sebanyak 49.936, pasien dalam pengawasan (PDP) 12.913.

“Kasus baru masih terus bertambah, jaga jarak fisik, pakai masker, cuci tangan pakai sabun, dan rajin olah raga harus tetap dilakukan untuk memutus rantai penularan Covid-19,” ujar dr. Achmad

farmasetika.com

Farmasetika.com (ISSN : 2528-0031) merupakan situs yang berisi informasi farmasi terkini berbasis ilmiah dan praktis dalam bentuk Majalah Farmasetika. Di situs ini merupakan edisi majalah populer. Sign Up untuk bergabung di komunitas farmasetika.com. Download aplikasi Android Majalah Farmasetika, Caping, atau Baca di smartphone, Ikuti twitter, instagram dan facebook kami. Terimakasih telah ikut bersama memajukan bidang farmasi di Indonesia.

Share
Published by
farmasetika.com

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

4 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

3 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

3 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago