Majalah Farmasetika – Sebuah studi baru mengklaim bahwa kombinasi mineral Zinc, obat anti-malaria hydroxychloroquine/hidroksiklorokui , dan antibiotik azitromisin menurunkan jumlah rawat inap dan kematian pada pasien positif COVID-19.
Dari 518 pasien COVID-19 yang tidak dirawat di rumah sakit, 2,8% dari mereka yang diobati dengan terapi kombinasi dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan 15,4% pada kelompok kontrol yang tidak menerima pengobatan.
Dalam kelompok pengobatan yang terdiri dari 141 pasien, hanya satu pasien meninggal dibandingkan dengan 13 dari 377 pasien yang tidak menerima perawatan.
Penting untuk dicatat bahwa penelitian ini belum dilakukan peer-review, artinya peneliti lain belum memiliki kesempatan untuk memeriksa data dan metode yang digunakan untuk melakukan penelitian. (Menurut Yahoo Finance, telah diajukan untuk peer review.) Juga, tidak ada informasi tentang demografi pasien termasuk juga tidak ada informasi tentang tingkat keparahan penyakit yang diungkapkan.
Semua pasien dalam penelitian ini dirawat oleh Vladimir Zelenko, MD, seorang dokter yang berbasis di New York yang telah menjadi salah satu dokter paling vokal yang mendukung hydroxychloroquine sebagai pengobatan COVID-19. Analisis data dilakukan oleh Roland Derwand, MD, dan Martin Scholz, Ph.D.
“Fungsi utama Hydroxychloroquine dalam pendekatan perawatan ini adalah untuk memungkinkan seng masuk ke dalam sel,” kata Zelenko dalam sebuah pernyataan.
“Zinc adalah pembunuh virus, dan azitromisin mencegah infeksi bakteri sekunder di paru-paru dan mengurangi risiko komplikasi paru-paru.” Lanjutnya.
Tidak ada bukti yang jelas bahwa Zinc bertindak sebagai “pembunuh virus,” seperti klaim Zelenko.
Beberapa studi untuk flu biasa, yang merupakan jenis coronavirus yang berbeda, menunjukkan bahwa Zinc dapat menghambat replikasi virus sehingga lebih sulit untuk mengikat sel dan mengurangi durasi gejala. Namun, hasil dari Zinc dan studi pilek biasa tidak sama dengan Zinc dan COVID-19.
Bulan lalu, FDA menarik otorisasi penggunaan darurat dari hydroxychloroquine untuk COVID-19 karena kurangnya bukti kemanjuran obat terhadap penyakit dan tinjauan yang menemukan risiko yang terkait dengan obat tidak melebihi manfaatnya.
Juga, percobaan acak, double-blind, terkontrol plasebo yang baru saja diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine menemukan bahwa hydroxychloroquine tidak bermakna mengurangi keparahan gejala pada pasien dengan COVID-19 awal yang ringan dibandingkan dengan plasebo. Percobaan termasuk 491 pasien di 40 negara bagian dan Kanada.
Sebuah rilis berita yang mengumumkan hasil uji coba Zelenko mengatakan bahwa terapi tiga kali ini ditoleransi dengan baik tanpa dilaporkan adanya efek samping jantung. Namun, informasi tentang efek samping lain tidak diungkapkan.
Sumber :
Another Study Claims Hydroxychloroquine Can Fight COVID-19 https://medshadow.org/another-study-claims-hydroxychloroquine-can-fight-covid-19/
Scholz, M.; Derwand, R.; Zelenko, V. COVID-19 Outpatients – Early Risk-Stratified Treatment with Zinc Plus Low Dose Hydroxychloroquine and Azithromycin: A Retrospective Case Series Study. Preprints2020, 2020070025 (doi: 10.20944/preprints202007.0025.v1).
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…