Categories: Regulasi

Perubahan dan Perbandingan CDOB 2019 dan CDOB 2020

Majalah Farmasetika – Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) merupakan pedoman yang digunakan dalam distribusi/ penyaluran obat dan/ atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.

Pedoman CDOB dibuat menyesuaikan dengan keadaan yang terdapat di Indonesia, sehingga pedoman CDOB selalu mengalami perbaruan mengikuti perkembangan keadaan.

Perubahan yang terjadi pada pedoman CDOB 2019 menjadi CDOB 2020 terkait struktur bab dan aneks, serta penambahan poin-poin baru yang menyesuaikan dengan keadaan yang terdapat di Indonesia terkhususnya di era digitalisasi.

Definisi CDOB

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) merupakan pedoman yang digunakan dalam distribusi/ penyaluran obat dan/ atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.

Pedoman CDOB dibuat menyesuaikan dengan keadaan yang terdapat di Indonesia, sehingga pedoman CDOB selalu mengalami perbaruan mengikuti perkembangan keadaan. Pedoman CDOB terakhir yaitu PerBPOM Nomor 9 Tahun 2019 mengalami perubahan menjadi PerBPOM nomor 6 tahun 2020, dengan perubahan pada struktural bab dan aneks, pada CDOB 2019 terdapat 3 aneks tambahan, namun pada CDOB 2020 aneks masuk sebagai BAB baru, selain itu pada BAB yang sudah ada terjadi perubahan dan penambahan poin terutama terkait penjelasan lebih lanjut dan lebih rinci, serta penyesuaian dengan kondisi saat ini yang serba digital. Perubahan yang terjadi terdapat pada:

  • BAB III – Bangunan & Peralatan
  • BAB IV – Operasional
  • BAB VII – Transportasi
  • BAB VIII – Fasilitas distribusi berdasar kontrak
  • BAB IX – Dokumentasi

BAB III – Bangunan dan Peralatan

Perubahan

2019 : Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk mejamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat.

2020 : Bangunan dan peralatan harus mampu menjamin keamanan dan mutu obat dan/atau bahan obat.

3.1 Fasilitas Distribusi harus:

  1. Mengusai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF; dan
  2. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.

Penambahan Poin:

3.9 Akses masuk dan keluarnya untuk masing-masing area penerimaan dan pengiriman dapat bergabung namun harus ada sistem pencegahan atau penjaminan tidak terjadinya campur baur antara proses penerimaan dan pengiriman.

3.22 Validasi sistem komputer dilakukan oleh pengguna kurangnya meliputi komponen entri, proses yang dilakukan oleh sistem sehingga menghasilkan keluaran yang diharapkan, dan keamanan sistem termasuk akses ke dalam sistem. Validasi sistem komputer dilakukan minimal untuk sistem yang berhubungan dengan kegiatan penyimpanan, kegiatan pengadaan, penyaluran termasuk transaksi keuangan, serta pemeliharaan data pemasok dan pelanggan.

3.25 Harus terdapat rekaman perubahan dan penghapusan (audit rekam jejak/audit trail) yang dapat tertelusur.

3.26 Akses harus dibatasi dengan kata sandi (password) atau cara lain.

BAB IV – Operasional

Perubahan

Penambahan Poin:

4.12 Dalam pelaksanaan penyelidikan, fasilitas distribusi dapat memastikan kebenaran penyaluran melalui mekanisme pembayaran yang dilakukan oleh pemesan.

4.35 Dalam hal pemusnahan menggunakan jasa pihak ketiga, maka harus memastikan bahwa pemusnahan disaksikan dan dilakukan sesuai ketentuan di bidang lingkungan hidup.

4.36 Jumlah dan intensitas obat dan bahan obat yang akan dimusnahkan harus disesuaikan dengan ketersediaan waktu penyaksian pemusnahan sampai selesai, sehingga tidak berpotensi terjadinya kebocoran obat dan bahan obat yang akan dimusnahkan.

4.37 Obat dan bahan obat yang akan dimusnahkan dilakukan pre-destroy dengan merusak bentuk sediaan dan menghilangkan identitas produk. Hasil pre-destroy dikemas sedemikian rupa sehingga rincian obat dan bahan tidak dapat diketahui oleh pihak yang melakukan pemusnahan.

Pre-destroy dilakukan untuk mencegah pemanfaatan kembali atau terjadinya kebocoran obat dan bahan obat. Pelaksanaan pre-destroy harus mempertimbangkan aspek keamanan lingkungan dan personel.

4.40 Pada saat penerimaan surat pesanan baik secara manual maupun elektronik, penanggung jawab harus memastikan:

  1. Pemesanan terdaftar sebagai pelanggan atau anggota yang terverifikasi dalam sistem aplikasi
  2. Kebenaran dan keabsahan surat pesanan, meliputi:

1) Nama dan alamata penanggung jawab sarana pemesan

2) Nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka dan huruf) dan isi kemasan dan Obat/Bahan Obat yang dipesan

3) Nomor surat pesanan

4) Nama, alamat, dan izin sarana pemesan

5) Nama, surat izin Praktik Apoteker (SIPA)/Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian (SIPTTK) penanggungjawab sarana pemesan

  1. Kewajaran pesanan dengan mempertimbangkan:

1) jumlah dan frekuensi pesanan termasuk kapasitas tempat penyimpanan sarana pemesan.

2) jenis obat yang dipesan mencakup pertimbangan terhadap obat-obat yang sering disalahgunakan.

3) lokasi sarana dan kondisi pelayanan mencakup lokasi sarana di wilayah keramaian atau dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan dan pertimbangan jumlah pelayanan resep atau tersedianya praktik dokter di sarana pemesan.

4.41 Dalam hal terdapat kecurigaan terhadap keabsahan dan kewajaran pesanan harus dilakukan konfirmasi kepada penanggungjawab sarana pemesan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pelaksanaan konfirmasi harus didokumentasikan.

4.48 Pengiriman harus dilakukan langsung ke alamat yang tertera pada dokumen pengiriman dan harus diserahkan langsung kepada penanggungjawab sarana atau tenaga kefarmasian lain sebagai penerima. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh ditinggalkan di tempat penyimpanan sementara yang tidak mempunyai izin PBF.

4.49 Penerima harus membubuhkan tanda tangan, nama jelas, SIPA/SIPTTK, dan stempel sarana pada dokumen pengiriman.

BAB VII – Transportasi

Perubahan :

2019:

7.5 Jika terjadi kondisi yang tidak diharapkan selama transportasi, harus segera dilaporkan kepada fasilitas distribusi dan penerima obat dan/atau bahan obat.

7.39. Harus ada sistem penomoran yang spesifik, yang mampu tertelusur dalam proses pengiriman (misalnya nomor kendaraan).

2020:

7.7 Jika terjadi kondisi yang tidak diharapkan selama transportasi harus segera dilaporkan kepada fasilitas distribusi dan penerima obat dan/atau bahan obat, tidak lebih dari 24 jam setelah terjadi kondisi yang tidak diharapkan

7.49 Harus ada sistem pencatatan yang mencantumkan nomor dokumen, tujuan pengiriman, nomor kendaraan yang digunakan dan nama pengemudi yang mampu tertelusur dalam proses pengiriman (misalnya nomor kendaraan).

Penambahan Poin:

7.2 Area penyimpanan obat pada kontainer pengiriman hendaknya mempertimbangkan risiko keamanan produk khususnya obat-obat yang berpotensi disalahgunakan.

7.8 Kondisi yang tidak diharapkan selama transportasi sebagaimana dimaksud pada butir 7.7 dapat berupa:

  1. Mengalami kecelakaan;
  2. Mengalami pencurian atau kehilangan;
  3. Keadaan force majeur (bencana alam, kerusuhan, dll);
  4. Mengalami kerusakan pada kendaraan; atau
  5. perjalanan yang terhambat dan berisiko pada mutu obat yang dikirimkan

7.10 Yang dimaksud dengan kondisi yang tidak diharapkan terkait dengan produk sebagaimana dimaksud butir 7.9, dapat berupa:

  1. kerusakan kemasan;
  2. ketidaksesuaian dengan dokumen pengiriman, misalnya item produk, jumlah, nomor bets;
  3. ketidaksesuaian kondisi pengiriman yang dipersyaratkan (untuk produk rantai dingin); dan/atau
  4. terjadi perubahan fisik produk, misalnya perubahan bentuk, dan warna.

7.11 Terhadap pesanan obat/bahan obat yang ditolak disebabkan oleh hal yang disebutkan pada 7.10, maka harus dilakukan hal sebagai berikut:

  1. produk harus dibawa kembali dan diserahkan kepada pengirim; dan
  2. memberi notifikasi kepada pengirim terkait kesalahan dokumen pengiriman yang ditindaklanjuti dengan revisi dokumen pengiriman.

7.14 Kendaraan yang digunakan untuk pengiriman harus dalam kondisi baik dan layak jalan. Kondisi ruang penyimpanan dalam kendaraan harus mampu menjaga mutu produk.

7.17 Pelatihan CDOB terkait pengiriman mencakup:

  1. Prosedur pengiriman;
  2. Penanganan obat dan/atau bahan obat selama pengiriman;
  3. Penanganan jika terjadi kondisi yang tidak diharapkan; dan
  4. Pemahamam terhadap persyaratan dokumen pengiriman.

7.26 Fasilitas Distribusi harus melaporkan tempat yang digunakan sebagai hub transportasi (termasuk pihak ketiga) ke Badan POM tembusan ke Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (UPT BPOM) setempat dan Dinas Kesehatan Provonsi dengan melampirkan hasil audit internal sarana yang melakukan distribusi yang bersangkutan terhadap fasilitas hub transportasi.

7.27 Batas waktu maksimum penyimpanan di hub, tidak melebihi 2 (dua) kali jadwal pemberangkatan transportasi berikutnya.

7.28 Hub transportasi tidak diperkenankan untuk mengubah keamanan pengiriman.

7.35 Penanganan sebagaimana dimaksud butir 7.34 meliputi:

  1. cara pengemasan;
  2. pemisahan berdasarkan bentuk sediaan;
  3. material kemasan; dan segel kemasan.

BAB VIII – Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak

Perubahan :

2019 : Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat dan mutu obat dan/atau bahan obat:

➢ Kontrak antar fasilitas distribusi

➢ Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya.

Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB.

2020 :

8.1 Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB.

8.2 Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat dan mutu obat dan/atau bahan obat, antara lain:

  1. kontrak pemanfaatan fasilitas penyimpanan berupa gudang/ruang di fasilitas distribusi;
  2. kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya.

8.3 Kontrak terkait dengan pemanfaatan fasilitas penyimpanan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. pemberi kotrak harus memperoleh surat persetujuan perubahan fasilitas dari Badan POM terkait lokasi gudang/ ruang yang disewa;
  2. penerima kontrak harus melaporkan kepada Badan POM perubahan denah bangunan atas fasilitas penyimpanan yang dikontrakkan; dan
  3. pengelolaan di gudang/ruang penerima kontrak harus memenuhi persyaratan CDOB.

8.4 untuk fasilitas distribusi yang menerima kontrak fasilitas penyimpanan dari industri farmasi harus memenuhi persyaratan dalam peraturan ini dan persyaratan Cara Produksi Obat yang Baik.

Penambahan poin :

8.8 Informasi tertulis meliputi antara lain tugas dan Kewajiban penerima kontrak, serta Prosedur tertulis. Pemberi kontrak harus memastikan Personel penerima kontrak mempunyai uraian tugas yang sesuai.

8.14 d. Pemberi dan Penerima kontrak harus melakukan investigasi terhadap kejadian kehilangan atau kerusakan produk obat sampai dengan ditemukannya akar permasalahan dan melaporkan kepada Badan POM perkembangan investigasi sampai dinyatakan selesai;

  1. Pemberi kontrak harus menyelenggarakan pelatihan CDOB yang berhubungan dengan penanganan obat/bahan obat dalam pengiriman; dan
  2. penerima kontrak memiliki mekanisme untuk dapat melakukan penelusuran keberadaan obat/bahan obat selama pengiriman.

8.15 Didalam persyaratan kontrak yang berhubungan dengan penyimpanan harus mencakup, antara lain:

  1. penanganan kehilangan/kerusakan produk obat selama penyimpanan dan dalam kondisi tidak terduga (force majeur);
  2. kehilangan selama penyimpanan oleh penerima kontrak, penerima kontrak wajib melaporkan kepada pihak kepolisian pemberi kontrak;
  3. pemberi dan penerima kontrak harus melakukan investigasi terhadap kejadian kehilangan atau kerusakan produk obat yang disimpan sampai dengan ditemukannya akar permasalahn dan melaporkan kepada Badan POM perkembangan investigasi sampai dinyatakan selesai;
  4. pemberi kontrak harus menyelenggarakan pelatihan CDOB yang berhubungan dengan penanganan obat/bahan obat dalam penyimpanan.

8.17 Penerima kontrak harus memahami bahwa seluruh kegiatan yang masuk dalam cakupan kontrak, menjadi bagian yang dapat diperiksa oleh Badan POM.

BAB IX – Dokumentasi

Perubahan :

2019 : Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah bets, instruksi, prosedur. Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu.

9.1. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik.

2020 :

9.1 Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi tertulis baik secara manual maupun elektronik harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan memenuhi prinsip ketertelususran, keamanan, aksesbilitas, integritas dan validitas.

9.2 Dokumentasi meliputi dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), dokumen prosedur tertulis, dokumen instruksi tertulis, dokumen kontrak, catatan, data, dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik.

Penambahan Poin :

9.5 Harus terdapat pengaturan wewenang dan keamanan terhadap pihak-pihak yang dapat mengakses, mengubah, menghapus, dan/atau menyetujui/menandatangani dokumen.

9.10 Dokumentasi meliputi dokumen pengadaan, dokumen penyimpanan, dokmen penyaluran dan dokumen transaksi keuangan.

9.11 Dikecualikan dari butir 9.10 dokumen transaksi keuangan tidak diwajibkan untuk penyaluran antara fasilitas distribusi pusat dan fasilitas distribusi cabang.

9.12 Dokumen pengadaan terdiri dari surat pesanan dan faktur atau surat jalan dari pemasok. Pengarsipan faktur harus disatukan dengan surat pesanan untuk memudahkan dalam penelusuran, kecuali untuk dokumen pengadaan secara elektronik.

9.13 Surat pesanan secara elektronik dalam rangka pengadaan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. sistem elektronik harus bisa menjamin otoritas penggunaan sistem hanya oleh Apoteker Penanggung Jawab.
  2. mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan alamat lengkap (termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) sarana;
  3. mencantumkan nama dan nomor Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) penanggung jawab sarana;
  4. mencantumkan nama, fasilitas pemasok beserta alamat lengkap;
  5. mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka dan huruf) dan isi kemasan dari Obat/bahan Obat yang dipesan;
  6. mencantumkan nomor urut surat pesanan, nama kota dan tanggal dengan penulisan yang jelas;
  7. sistem elektronik yang digunakan harus bisa menjamin ketertelusuran produk, sekurang-kurangnya dalam batas waktu 3 (tiga) tahun terakhir;
  8. Surat Pesanan elektronik harus dapat ditunjukkan dan dipertanggungjawabkan kebenarannya pada saat pemeriksaan, baik oleh pihak yang menerbitkan surat pesanan maupun pihak yang menerima surat pesanan;
  9. sistem pesanan elektronik harus memudahkan dalam evaluasi dan penarikan data pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menerbitkan surat pesanan dan/atau oleh pihak yang menerima surat pesanan;
  10. pesanan secara elektronik yang dikirikan ke pemasok harus dipastikan diterima oleh pemasok, yang dapat dibuktikan melalui adanya pemberitahuan secara elektronik dari pihak pemasok bahwa pesanan tersebut telah diterima.

9.14 Selain secara elektronik, Surat Pesanan dapat dilakukan menggunakan sistem manual. Apabila Surat Pesanan dibuat secara manual, maka Surat Pesanan harus:

  1. asli dan dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua) serta tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi. Satu rangkap surat pesanan diserahkan kepada pemasok dan 1 (satu) rangkap sebagai arsip;
  2. ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab, dilengkapi dengan nama jelas, dan nomor Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan perundang-undangan;
  3. mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin operasional sertifikat CDOB/sertifikat CPOB) dan alamat lengkap (termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) dan stempel sarana;
  4. mencantumkan nama fasilitas pemasok;
  5. mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka dan huruf) dan isi kemasan dari Obat/Bahan Obat yang dipesan;
  6. diberikan nomor urut, nama kota dan tanggal dengan penulisan yang jelas.

9.15 Untuk surat pesanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor, format mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

9.16 Dokumen penyimpanan meliputi kartu stok dan/atau sistem pencatatan mutasi obat/bahan obar secara elektronik. Pencatatan secara elektronik dapat memanfaatkan sistem 2D barcode.

9.17 Informasi dalam kartu stok sekurang-kurangnya memuat:

  1. nama Obat/Bahan Obat, bentuk sediaan, dan kekuatan obat;
  2. jumlah persediaan;
  3. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
  4. jumlah yang diterima;
  5. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyerahan/penggunaan;
  6. jumlah yang diserahkan/digunakan;
  7. nomor bets dan kedaluwarsa setiap penerimaan atau penyerahan/penggunaan; dan
  8. paraf (untuk manual) atau identitas petugas (elektronik) yang ditunjuk.

9.18 Jika dokumentasi dilakukan secara elektronik, maka:

  1. harus tervalidasi, mampu telusur dan dapat ditunjukkan pada saat diperlukan;
  2. harus mampu tertelusur informasi mutasi sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun terakhir;
  3. harus tersedia sistem pencatatan lain yang dapat dilihat setiap dibutuhkan. Hal ini dilakukan bila pencatatan secara elektronik tidak berfungsi sebagaimana seharusnya;
  4. harus dapat disalin/ copy dan/atau diberikan cetak/printout;
  5. harus terdapat fungsi audit rekam jejak/audit trail pada sistem elektronik yang mendokumentasikan pihak-pihak yang dapat mengakses, mengubah, menghapus dan/atau menyetujui dokumen elektronik.

9.19 Dokumen penyaluran terdiri dari surat pesanan dari pelanggan dan faktur atau surat jalan/surat penyerahan barang. Pengarsipan faktur/surat jalan/ surat penyerahan barang harus disatukan dengan surat pesanan yang diurutkan untuk memudahkan dalam penelusuran, kecuali untuk dokumen pengadaan secara elektronik.

9.20 Faktur penjualan/surat jalan/ surat pengiriman barang dapat dibuat secara manual maupun secara sistem elektronik. Faktur penjualan/surat jalan/surat pengiriman barang secara elektronik dibuat melaui sistem penjualan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. sistem elektronik harus bisa menjamin otoritas penggunaan sistem hanya oleh personil yang berwenang;
  2. mencamtumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan alamat lengkap (termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) fasilitas penerbit;
  3. mencantumkan nama dan SIPA penanggung jawab fasilitas penerbit;
  4. mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka dan huruf), isi kemasan nomor bets dan tanggal kedaluwarsa dari Obat/Bahan Obat yang akan dikirim;
  5. mencantumkan nomor dan tanggal faktur/surat jalan/surat pengiriman barang;
  6. mencantumkan nama dan alamat tujuan pengiriman;
  7. mencantumkan nomor dan tanggal surat pesanan yang diterima secara elektronik;
  8. sistem elektronik yang digunakan harus bisa menjamin ketertelusuran produk, sekurang-kurangnya dalam batas waktu 3 (tiga) tahun terakhir;
  9. faktur penjualan elektronik harus dapat ditunjukkan dan dipertanggungjawabkan kebenarannya pada saat pemeriksaan, baik oleh pihak yang menerbitkan surat pesanan maupun pihak yang meenrima menerima surat pesanan;
  10. sistem dapat menerbitkan faktur penjualan/ surat jalan/ surat pengiriman barang;
  11. sistem penjualan harus dapat mengkomodir notifikasi dari pelanggan bahwa barang telah diterima.

9.21 Faktur penjualan/surat jalan/surat pengiriman barang harus dicetak sebagai salah satu dokumen dalam pengiriman obat/bahan obat.

9.22 Apabila faktur penjualan dibuat secara manual, faktur penjualan harus:

  1. asli dan dibuat sekurang-kurangnya 2 (dua) rangkap serta tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi. Satu rangkap sebagai arsip, 1 (satu) rangkap diserahkan kepada fasilitas penerima untuk arsip;
  2. ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab fasilitas penerbit, dilengkapi dengan nama jelas, dan nomor Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA);
  3. mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin operasional sertifikat CDOB/sertifikat CPOB) dan alamat lengkap (termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) dan stempel fasilitas penerbit;
  4. mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk angka dan huruf), isi kemasan nomor bets dan tanggal kedaluwarsa dari Obat/Bahan Obat yang akan dikirim;
  5. mencantumkan nomor dan tanggal faktur/surat jalan/surat pengiriman barang;
  6. mencantumkan nama dan alamat tujuan pengiriman;
  7. dalam hal pemesan dibawah naungan suatu badan usaha, maka nama dan alamat tujuan pengiriman dapat mencantumkan nama dan alamat badan usaha tersebut dengan menyertakan nama dan alamat tujuan pengiriman obat;
  8. mencantumkan nomor dan tanggal surat pesanan yang diterima; dan
  9. mencantumkan nama, SIPA/SIPTTK, tanda tangan penerima serta stempel fasilitas penerima.

9.23 Fasilitas distribusi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran obat kepada Badan POM.

9.24 Dalam hal obat yang disalurkan oleh fasilitas distribusi yang sudah dilengkapi dengan 2D barcode dengan metode otentifikasi, pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

9.25 Pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir 9.23 paling sedikit terdiri atas:

  1. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan;
  2. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
  3. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
  4. jumlah yang diterima;
  5. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
  6. jumlah yang disalurkan; dan
  7. nomor bets dan kedaluwarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan persediaan awal dan akhir.

Kesimpulan

Perubahan yang terdapat pada CDOB 2019 menjadi CDOB 2020 adalah terkait struktur bab dan aneks, serta penambahan poin-poin baru yang menyesuaikan dengan keadaan yang terdapat di Indonesia terkhususnya di era digitalisasi.

Daftar Pustaka:

PerBPOM No 6 Tahun 2020. Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik.

Katherine Augustia

Share
Published by
Katherine Augustia

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

3 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

2 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago