Majalah Farmasetika – Mikroenkapsulasi merupakan proses penyalutan yang dilapisi oleh polimer dalam ukuran mikro. Metode teknologi ini memberikan keuntungan cukup bagus seperti sistem pengantaran obat, pelepasan obat yang terkontrol, dan pemberian yang mudah.
Sistem pengantaran obat dengan mikroenkapsulasi ini menjadi pilihan yang menjanjikan dalam pengembangan suatu sediaan obat karena keuntungan dari yang dimiliki. Pengembangan sistem pelepasan terkontrol ke area target menjadi tantangan dan hal baru bagi peneliti.
Artikel ini akan membahas mengenai aspek umum tentang mikroenkapsulasi agar mengenal lebih dalam mengenai sistem pengantaran obat, komposisi, teknologi pembuatan, mekanisme, dan perkembangan mikroenkapsulasi di Indonesia.
Sistem pengantaran obat adalah metode yang digunakan untuk memperbaiki profil pelepasan suatu obat, mengurangi efek samping obat, meningkatan terapi, dan menghindari degradasi obat.
Tekonologi ini dapat digunakan dengan merancang suatu sediaan dengan bentuk mikroenkapsulasi.
Mikroenkapsulasi akan menghasilkan berupa partikel kecil yang disebut mikrokapsil atau mikrosfer.
Mikrokapsul memiliki inti yang diselimuti oleh membrane atau selaput dimana intinya ini bisa berupa padatan, cairan ataupun gas (1-3). Ukuran mikrokapsul berdiameter antara 50 nm – 2 mm (3-5).
Keuntungan dari mikrokapsul ini memiliki keamanan yang baik karena menurunkan konsentrasi local sehingga mengurangi toksisitas dan iritas, itu karena disebabkan karena responsibilitas dan keseragaman yang baik (6-8).
Untuk melihat bentuk sediaan mikrokapsul dapat dilihat menggunakan alat screening electron microscope (SEM). Dengan alat tersebut dapat mendeteksi struktur dari membrane dan isi mikropartikel serta juga dapat memperkirakan ukuran dari mikrokapsul (9-11).
Komposisi mikroenkapsulasi ada 2 yaitu bahan pelapis dan bahan inti. Bahan pelapis ini ada jenisnya berupa polimer yang inovasi ataupun yang tradisional. Polimer inovasi adalah polimer yang bersifat dapat melekat di daerah tubuh untuk memperpanjang waktu kerjanya, sedangkan polimer tradisional adalah polimer inert dan sensitif terhadap pH contohnya seperti karboksilat dan turunan amino (12-16).
Bahan pelapis yang dipilih cendrung yang sifatnya kompaktibel, non reaktif terhadap bahan inti (17).
Eksipien yang sering digunakan polimer hidrofilik, hidrofobik atau kombinasi keduanya. Sedangkan bahan inti yang terkandung itu berupa zat aktif yang memerlukan perlindungan dari zat-zat berbahaya.
Pembuatan mikroenkapsulasi dapat dibuat berdasarkan secara kimiawi, fisika – kimia, elektrostatis, dan fisika – mekanik (18). Berikut penjelasan keempat metode tersebut:
Metode ini prinsipnya dengan polimerisasi, dimana kumpulan dari monomer – monomer itu menyatu secara reaksi kimia yang akan menjadi polimer. Metode ini contohnya seperti ada 2 zat yang tidak saling bercampur.
Prosesnya zat atau monomer akan di tambahkan dalam fase cair, apabila fase cairnya itu di fase internal maka monomer tersebut ditambahkan dalam fase tersebut, barulah setelahnya di tambahkan fase eksternal sampai ukuran yang diinginkan (19).
Namun jika pada monomer yang ada di fase internal tersebut akan berpindah ke fase eksternal maka di tambahkan zat crosslinker contohnya seperti kitosan, CaCl2.
Metode ini secara fase koaservasi, dimana pemisahan zat cair yang banyak mengandung polimer – polimer.
Fase tersebut terbagi menjadi 2 klasifikasi yaitu secara sederhana dan secara kompleks yaitu sebagai berikut:
Prinsip metode ini 2 zat yang harus memiliki electron yang bermuatan dan harus berlawanan. Prosesnya bahan pelapis dan bahan inti diuapkan, setelah diuapkan keduanya baru dicampurkan (21).
Metode ini memanfaatkan instrumen – instrumen dalam proses pembuatannya sebagai berikut:
Mekanisme dari mikroenkapsulasi ini tidak jauh berbeda dengan obat seperti biasanya. Mikroenkapsulasi itu juga nantinya untuk pelepasan obat sangat di pengaruhi oleh inti dan juga pelapisnya.
Mekanismenya ada beberapa yaitu difusi, disolusi, osmosis dan erosi. Berikut penjelasan mekanisme dari mikroenkapsulasi:
Proses | Mekanisme |
Difusi | Cairan pelarutan akan berpenetrasi menembus cangkang mikrokapsulnya, kemudian melarutkan intinya (23). |
Disolusi | Lapisan luar larut dalam cairan disolusi yang akan menentukan kelarutan dari lapisan luarnya (24). |
Osmosis | Lapisan polimer yang bertindak sebagai membrane semipermiabel, sehingga terciptanya perbedaan tekanan osmotic antara bagian dalam dan luar, kemudian akan mendorong larutan obat keluar dari mikrokapsul melalui pori – pori kecil (25). |
Erosi | Pelepasan obat tergandung pada kondisi pH, dan/ hidrolisis atau enzymatic (26). |
Pada penelitian di Indonesia relatif sering menggunakan metode pembuatan mikroenkapsulasi dengan spray drying, salah satunya menurut Septevani dkk (2013), penggunaan metode spray drying dinilai memiliki beberapa kelebihan seperti ekonomis, proses cepat, dan pengoperasiaan alat yang mudah.
Menurut Iqbal (2016), dalam penelitian Pembuatan Mikrokapsul Phycocyanin Menggunakan Maltodekstrin sebagai Bahan Pelapis dengan Metode Spray Drying menyatakan bahwa mikroenkapsulasi dengan metode spray drying, bahan aktif akan terlindung dari pengaruh lingkungan yang merugikan selama penyimpanan maupun selama pengolahan. Mikroenkapsulasi dengan spray drying juga dapat mengkonversi cairan menjadi bubuk padatan sehingga memudahkan penanganan dan pengemasannya.
Perkembangan mikroenkapsulasi di Indonesia masih belum ada produk yang ada dipasarkan namun banyak beberapa peneliti yang mengkaji tentang mikroenkapsulasi tersebut. Relatif di Indonesia untuk perkembangan mikroenkapsulasi pada zat aktif yang terkandung di bahan alam dan sintetik, pada bahan alam di Indonesia sangat beragam dan juga berpotensi memiliki khasiat – khaiat yang berkualitas. Berikut aplikasi bahan mikroenkapsulasi yang digunakan dalam penelitian di Indonesia:
Nama Eksipien | Aplikasi |
Maltodekstrin | Penggunaan mikroenkapsulasi dapat meningkatkan aktivitas antioksidan dilihat dari nilai IC50 pada ekstrak daun kenikir (27). |
Likopen | Mikroenkapsulasi dari buah tomat yang menghasilkan hasil optimum pada perbandingan likopen dan etil selulosa (1:3). Perbandingan tersebut dianggap paling baik (28). |
Gom arab | Mikroenkapsulasi tersebut dapat untuk nutrisi makanan, karena bisa sebagai penyalut minyak ikan (29) |
Kitosan & Na. Alginat | Penggunaan kitosan dan natrium alginate dapat memperlambat pelepasan obat asam mefenamat, sehingga dengan hal tersebut menandakan obat tersebut pelepasannya lebih terkontrol (30). |
Albumin | Penggunaan albumin juga dapat mengontrol pelepasan obat bisoprolol karena dilihat dari parameter laju disolusi dan efisiensi penyerapan obat. Semakin tinggi kadar albumin yang digunakan maka semakin tinggi efisiensi penyerapan dan laju disolusi juga semakin lambat (31). |
Kesimpulan
Sistem pengantaran obat menggunakan mikroenkapsulasi memiliki pelepasan yang lebih terkontrol, dapat melindungi degradasi obat, mengurangi efek samping obat dan juga mengurangi frekuensi obat.
Metode pembuatan mikroenkapsulasi terdiri dari 4 yaitu secara kimiawi, fisika – kimia, elektrostatis dan mekanis, dengan mekanisme dari mikrokapsul juga terdiri dari difusi, disolusi, osmosis dan erosi.
Perkembangan di Indonesia juga perkembangannya kebanyakan sebagai penyalut zat aktif berupa bahan alam maupun sintetik.
Daftar Pustaka
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…