Majalah Farmasetika – Polimer biodegradable adalah polimer yang dapat terurai melalui reaksi hidrolisis enzimatik di dalam tubuh. Polimer ini telah banyak dimanfaatkan dalam bidang farmasi untuk formulasi obat dengan tujuan penghantaran dan pelepasan obat yang terkontrol. Polimer ini terdiri dari dua jenis berdasarkan sumbernya.
Masing-masing polimer mempunyai karakteristik yang berbeda. Formulasi obat dengan menggunakan polimer dapat melepaskan dan menghantarkan obat melalui berbagai proses, diantaranya adalah proses erosi. Pengaplikasian polimer biodegradable ini banyak menarik perhatian karena sifatnya yang unik. Oleh karena itu, pada artikel ini dijelaskan mengenai polimer biodegradable serta pengaplikasiannya dalam bidang farmasi.
Polimer adalah molekul besar yang tersusun dari gabungan satu atau lebih monomer yang terikat dengan ikatan kovalen. Polimer sekarang ini banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti, agrikultur, farmasi dan lain sebagainya (Vroman et al, 2009).
Dalam farmasi, polimer dapat digunakan sebagai bahan pembawa obat untuk penargetan yang spesifik (George et al, 2019; Jeong et al, 1999). Bahan yang dapat digunakan untuk menghantarkan obat sebaiknya aman atau nontoxic, tidak menimbulkan respon imun, biokompatibel dan mudah dihancurkan oleh tubuh (bioegradable) saat dikonsumsi ataupun masuk ke dalam tubuh.
Polimer biodegradable adalah suatu polimer yang dapat dihancurkan (didegradasi) oleh tubuh sehingga keberadaannya akan hilang dari tubuh seiring waktu.
Polimer ini cocok untuk dikembangkan dalam sediaan farmasi, karena tidak membutuhkan waktu lama dan cara khusus untuk mengeluarkan sisa polimer dari dalam tubuh. Polimer yang mudah
Pada tahun 1989, FDA US menyetujui penggunaan polimer biodegradable yaitu Lupron® untuk sistem pelepasan obat terkontrol. Lupron® akan perlahan dihidrolisis dalam tubuh, dan mampu menghantarkan zat aktif dalam kurun waktu yang lama dengan pelepasan yang terkontrol. Selain Lupron®, sudah banyak polimer biodegradale yang dikembangkan saat ini yang terdiri dari polimer alami dan sintesis (Tsung et al, 2012).
Terdapat dua jenis polimer yang banyak digunakan dalam farmasi yang terdiri dari polimer sintesis dan alami. Beberapa polimer dari golongan ini menawarkan kemampuan untuk tedegradasi baik oleh enzim atau proses hidrolisis yang secara alami terjadi di dalam tubuh atau biodegradable. Berikut ini klasifikasi polimer biodegradable (Aoki et al, 2020; Tsung et al, 2012; Daniels et al, 1990 ):
Jenis polimer |
Nama polimer |
Aplikasi |
Polimer alami |
Kolagen |
Kolagen adalah protein berserat yang ditemukan di jaringan ikat. Ini merupakan bahan matriks yang ideal untuk rekayasa genetika dan penyembuhan luka. Contoh aplikasi pada Alloderm®, dan implant Sulmycin® |
Gelatin |
Gelatin adalah polimer alami termodifikasi yang dibentuk oleh hidrolisis dari kolagen tidak larut berserat. Telah banyak digunakan sebagai ekspander plasma, basis vaksin dan spons absorbable, contohnya Gelfoam® atau Spongel® |
|
Selulosa |
Selulosa merupakan polimer yang |
terbentuk dari monomer β –D–glukosa melalui ikatan β (1→ 4) glikosidik. Selulosa bersifat tidak larut dan tidak dapat ditembus, sehingganya perlu dimodifikasi terlebih dahulu, produk polimer berbasis selulosa diantaranya Tenite® (Eastman, AS), Bioceta® (Mazzucchelli, Italia), Fasal® (IFA, Austria) dan Natureflex® (UCB, Jerman) |
||
Kitosan |
Kitosan adalah produk deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai panjang glukosamin (β-1,4-2 amino-2-deoksi-D- Glukosa). Kitosan telah banyak digunakan sebagai polimer, namun produk dari polimer ini kurang karena keterbatasan kelarutannya. Kitosan banyak digunakan dalam kosmetik dan penanganan luka |
|
Polimer sintesis |
Poli(alfa-ester) |
Contohnya adalah PLA, PGA dan PLGA. Aplikasinya pada beberapa produk diantaranya NatureWorks® Cargill Dow from USA, Galacid® Galactic from Belgium, Lacea® Mitsui Chem.from Japan |
PCL |
Diaplikasikan untuk alat kontrasepsi (implant subkutan) karena pelepasannya yang lambat seperti pada Carpronor® |
Polimer yang dapat terurai secara hayati telah benar-benar merevolusi pengiriman obat yang lebih terkontrol dan aplikasi biomaterial untuk implan dan rekayasa jaringan. Dengan bantuan polimer yang dapat terurai secara hayati, 169.170 dokter dapat secara spesifik mengontrol lokasi pelepasan obat untuk mengobati penyakit arteri koroner melalui pengiriman molekul kecil tradisional dan sekarang terapi gen (Kwon et al, 2007).
Polimer memiliki mekanisme pelepasan obat melalui proses difusi, osmosis, degradasi polimer dan bioerosi. Biodegradable polimer mengalami pembelahan ikatan hidrolitik untuk membentuk produk degradasi yang larut dalam air yang dapat larut dalam lingkungan berair, mengakibatkan erosi polimer.
Dalam konteks ini, degradasi merupakan fenomena kimiawi dan erosi meliputi fenomena fisik, seperti pembubaran dan difusi. Degradasi polimer adalah kuncinya rute erosi. Erosi polimer jauh lebih kompleks daripada degradasi, karena itu tergantung pada banyak proses lain, seperti degradasi, pembengkakan, pelarutan dan difusi oligomer dan monomer, dan perubahan morfologi (Engineer et al, 2011).
Proses erosi terdiri dari dua mekanisme, yaitu bulk erosi dan erosi pada permukaan. Untuk bulk erosi jika terjadi dapat menyebabkan banyak saluran difusi obat keluar dari sistem polimerik dan akibatnya profil rilis yang tidak dapat diprediksi atau tidak diinginkan dapat diperoleh, seperti efek burst (pelepasan yang cepat). Oleh karena itu, obat-obatan dengan jendela terapi yang sempit tidak boleh digunakan dengan polimer yang mengalami erosi bulk. Sebaliknya, erosi permukaan polimer sistem pengiriman obat dapat menampilkan hampir nol kinetika pelepasan pesanan, dan jika rilis terjadi terutama melalui difusi obat di dekat permukaan, kemudian kira-kira konstan tingkat rilis dapat dicapai (Tsung et al, 2012).
Biodegradable polimer memiliki sifat menurunkan cairan biologis dengan pelepasan progresif obat terlarut atau terdispersi.
Ada bermacam-macam pendekatan pemberian obat baru dikembangkan dalam pengiriman obat dengan pendekatan berbasis polimer. Keamanan hayati dan biokompatibilitas adalah karakteristik penting yang dibutuhkan untuk penggunaan polimer di bidang farmasi formulasi dan dalam pemberian obat baru.
Aplikasi polimer biodegradable sekarang ini telah banyak dikembangkan, mulai dari bentuk mikropartikel, nanopartikel, penargetan aktif maupun penargetan pasif. Pengembangan obat sekarang ini banyak menggunakan polimer karena keuntungan pelepasan yang lebih dapat dikontrol, sehingganya untuk terapi-terapi yang membutuhkan konsumsi obat dengan frekuensi yang tinggi dapat dialihkan dengan memformulasikan obat menggunakan polimer, sehingga frekuensi pemberiannya akan menurun. Selain itu, dengan menggunakan polimer seperti polisakarida, mampu menghantarkan obat spesifik pada lokasi target, karena kemampuannya yang dapat melepaskan obat pada pH rendah (pH jaringan yang tidak normal seperti kanker).Untuk contoh aplikasi dari polimer ini ada kitosan yang merupakan polimer alami yang banyak terdapat dialam ini sudah banyak dimanfaatkan dalam bidang farmasi, diantaranya untuk mikrosfer dan mikrokapsul, penghantaran vaksin, penghantaran DNA, adsorben logam berat, dan lain sebagainya. Selain sebagai eksipien, kitosan juga memiliki aktivitas farmakologi, yaitu sebagai agen antimikroba, antioksidan dan lain sebagainya (Husni et al, 2020).
Selain kitosan, selulosa juga telah diformulasikan dalam bentuk obat dengan merk dagang Retisert® yang merupakan gabungan dari polimer selulosa, PVA, dan magnesium stearate, yang dimanfaatkan sebagai obat uveitis non-infeksi (Stewart et al, 2018). Bentuk sediaan pasaran dari kolagen dengan nama CollaRx® yang berisi gentamisin untuk terapi diabetes ulser, waktu pelepasannya 7 hari dengan bentuk surgical implant.
Aplikasi lainnya untuk polimer biodegradable adalah polimer sintesis yang banyak diaplikasikan untuk sediaan kontrasepsi seperti polimer PLA seperti Lupron Depot® dengan bentuk mikropartikel yang digunakan untuk penanganan kanker prostat dengan durasi 1,3 dan 4 bulan. selain itu ada Atridox® yang digunakan untuk peridonitis kronis untuk dewasa dengan lama pelepasan 7 hari dalam bentuk implan.
Untuk polimer PLGA telah ada beberapa produk dipasaran menggunakan polimer ini, diantaranya Eligand® (1,3,4 dan 6 bulan) yang merupakan bentuk sediaan in situ implant, Zoladex® (pelepasan 3 bulan) untuk kanker prostat dengan bentuk implant, Arestin® (peepasan 3 minggu) untuk penanganan periodontitis dalam bentuk mikropartikel, dan Risperdal® (pelepasan 2 minggu) untuk skizofrenia dalam bentuk mikropartikel. Semua produk yang menggunakan polimer biodegradable menawarkan pelepasan terkontrol obat ke lokasi target dimana pelepasannya diatur untuk mendapatkan pelepasan yang lambat hingga berbulan-bulan atau mungkin bertahun-tahun, sehingga mampu mengurangi frekuensi pemberian dan meningkatkan kepatuhan pasien (Stewart et al, 2018).
Polimer biodegradable merupakan polimer yang dapat dihancurkan (didegradasi) oleh tubuh sehingga keberadaannya akan hilang dari tubuh seiring waktu baik melalui reaksi hidrolisis enzimatik. Polimer ini terdiri dari dua jenis berdasarkan sumbernya, yaitu polimer alami dan sintesis. Polimer biodegradable mampu mengontrol pelepasan obat danmampu menargetkan obat ke situs yang diinginkan. Kemampuannya mengontrol pelepasan berdasarkan mekanisme pelepasan obat yang secara perlahan dengan proses erosi pada permukaan polimer, sehingga proses difusi obat akan terjadi secara perlahan. Oleh karena itu, formulasi dengan menggunakan polimer masih banyak dikembangkan hingga saat ini untuk meningkatkan efektivitas obat.
Daftar pustaka
Aoki, K., & Saito, N. (2020). Biodegradable polymers as drug delivery systems for bone regeneration. Pharmaceutics, 12(2), 95.
Daniels, A. U., Chang, M. K., Andriano, K. P., & Heller, J. (1990). Mechanical properties of biodegradable polymers and composites proposed for internal fixation of bone. Journal of applied biomaterials, 1(1), 57-78.
Engineer, C., Parikh, J., & Raval, A. (2011). Review on hydrolytic degradation behavior of biodegradable polymers from controlled drug delivery system.Trends in Biomaterials & Artificial Organs, 25(2).
George, A., Shah, P. A., & Shrivastav, P. S. (2019). Natural biodegradable polymers based nano-formulations for drug delivery: A review.International journal of pharmaceutics, 561, 244-264.
Husni, P., Junaedi, J., & Gozali, D. (2020). Potensi Kitosan Bersumber dari Limbah Cangkang Rajungan (Portunus pelagicus) dalam Bidang Farmasi.Majalah Farmasetika, 5(1), 32-38.
Jeong, B., Choi, Y. K., Bae, Y. H., Zentner, G., & Kim, S. W. (1999). New biodegradable polymers for injectable drug delivery systems. Journal of Controlled Release, 62(1- 2), 109-114.
Kwon, G. S., & Furgeson, D. Y. (2007). Biodegradable polymers for drug delivery systems. In Biomedical polymers (pp. 83-110). Woodhead Publishing.
Stewart, S. A., Domínguez-Robles, J., Donnelly, R. F., & Larrañeta, E. (2018). Implantable polymeric drug delivery devices: Classification, manufacture, materials, and clinical applications. Polymers, 10(12), 1379.
Tsung, J., & Burgess, D. J. (2012). Biodegradable polymers in drug delivery systems. In Fundamentals and Applications of Controlled Release Drug Delivery (pp. 107- 123). Springer, Boston, MA.Vroman, I., & Tighzert, L. (2009). Biodegradable polymers. Materials, 2(2), 307-344.
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…
Majalah Farmasetika - Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Industri Farmasi Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tahun 2010 tentang…
Majalah Farmasetika - Dalam industri farmasi, menjaga kebersihan dan mengontrol kontaminasi adalah prioritas utama untuk…
Majalah Farmasetika - Obat merupakan produk kesehatan yang berperan penting dalam upaya penyembuhan dan pencegahan…
Majalah Farmasetika - Pelayanan Kefarmasian merupakan nomenklatur baru dalam definisi Praktik Kefarmasian pada pasal 145…