Majalah Farmasetika – Badan Pengawas Obat dan Makanan atau biasa dikenal sebagai BPOM adalah badan yang memiliki otoritas untuk melakukan pengawasan obat dan makanan di Indonesia.
Sebagai badan yang memiliki kewenangan tersebut, tentu BPOM menghadapi banyak tantangan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Cakupan wilayah yang luas dan petugas pengawas yang terbatas menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh BPOM dalam melakukan pengawasan yang optimal hingga ke pelosok Negeri terlebih di era Revolusi Industi 4.0 dimana perkembangan teknologi semakin memudahkan pengguna dalam memperoleh sesuatu.
Peredaran obat yang semakin mudah dan luas ditambah dengan adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia, semakin memperberat BPOM dalam mengawasi peredaran obat di masyarakat.
Berbagai tantangan tersebut mendorong BPOM untuk memperbarui pola pengawasan obat yang efektif untuk memastikan mutu dan keamanan obat terjaga sampai kepada pengguna atau user.
Inovasi yang dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk mengembangkan sistem pengawasan berbasis teknologi baik itu di pre market maupun post market.
Pengawasan tersebut dilakukan dengan kolaborasi dan sinergitas antara 3 pilar sistem pengawasan yaitu pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha. Kemitraan antara pemerintah dengan pelaku usaha yaitu produsen dan distributor berperan untuk memastikan mutu dan keamanan obat terjaga selama rantai produksi dan distribusi, dan masyarakat diharapkan berpartisipasi secara aktif dalam pengawasan obat yang sudah beredar.
Pengendalian aspek keamanan mutu dan khasiat obat dan makanan sepanjang product life cycle merupakan satu kesatuan siklus mata rantai yang tidak dapat dipisahkan. Data yang diperoleh dari hasil evaluasi izin edar menjadi input untuk pengawasan post market dan sebaliknya. Siklus ini dimulai dari pencegahan, standarisasi, perizinan, sertifikasi, pembinaan, pengawasan post market hingga tindak lanjut hasil pengawasan berupa pembinaan, sanksi administratif, atau penindakan.
Keseluruhan sistem ini berkesinambungan untuk memastikan produksi, distribusi, dan konsumsi obat yang aman dan mudah berhasiat demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat sekaligus memperkuat industri.
Penguatan pengawasan post market dilakukan dengan pengembangan sistem pengawasan berbasis digital salah satunya yaitu pembangunan dan pengembangan sistem pelaporan untuk obat dan bahan obat yang terintegrasi yaitu sistem informasi obat dengan izin edar (SIODIE).
Pelaporan menjadi kunci penting dalam pengawasan obat yang beredar di masyarakat. Tetapi, pelaporan yang dilakukan oleh pelaku usaha sebelumnya hanya terbatas kepada obat-obat yang sering disalahgunakan seperti Narkotika, Psikotropika, Prekursor, (NPP) dan Obat-Obatan Tertentu (OOT).
Semakin berkembangnya zaman, penyalahgunaan obat tidak hanya terbatas kepada golongan obat tersebut saja dan mulai bergeser hingga ke obat Over The counter (OTC), sehingga BPOM perlu memperluas dan meningkatkan pengawasan.
Dalam rangka peningkatan pengawasan tersebut yang diwujudkan dalam sistem informasi obat dengan izin edar (SIODIE), pelaku usaha dalam hal ini PBF sebagai distributor diwajibkan untuk melaporkan semua obat yang memiliki izin edar.
Peningkatan pengawasan terkait pelaporan PBF kepada BPOM dilakukan secara bertahap dimulai sejak tahun 2020 dan pada tahun 2022 diharapkan seluruh obat dengan izin edar telah dilaporkan kepada BPOM.
Implementasi pengawasan tersebut dilakukan bertahap sesuai dengan prioritas dan analisa risiko pelaporan, selain itu pelaporan yang bertahap juga dilakukan untuk menguji kesiapan sistem termasuk server dan apabila terdapat kekurangan pada sistem saat pertengahan penerapan dapat segera diatasi.
Pada tahun 2020 karena adanya masa pandemi kedaruratan, BPOM menerbitkan obat melali izin Emergency Use Authorization (EUA), sehingga pelaporan yang dilakukan pada tahun 2020 adalah obat golongan NPP, OOT, dan EUA.
Selanjutnya pada triwulan 1 (pertama) tahun 2021, mulai dilakukan pelaporan untuk obat-obat yang sering dipalsukan dan/atau disalahgunakan.
Triwulan 2 (kedua) PBF diminta untuk melaporkan seluruh bahan obat.
Triwulan 3 (ketiga) sampai akhir tahun 2021 seluruh obat keras dan tahun 2022 mulai pelaporan untuk seluruh obat bebas terbatas dan obat bebas.
Sistem pelaporan yang diterapkan untuk seluruh obat dengan izin edar diharapkan dapat menekan angka penyalahgunaan obat-obatan dan meningkatkan efektivitas pengawasan obat yang beredar di masyarakat.
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…
Majalah Farmasetika - Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Industri Farmasi Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tahun 2010 tentang…
Majalah Farmasetika - Dalam industri farmasi, menjaga kebersihan dan mengontrol kontaminasi adalah prioritas utama untuk…
Majalah Farmasetika - Obat merupakan produk kesehatan yang berperan penting dalam upaya penyembuhan dan pencegahan…
Majalah Farmasetika - Pelayanan Kefarmasian merupakan nomenklatur baru dalam definisi Praktik Kefarmasian pada pasal 145…