Categories: Sediaan Farmasi

Cabenuva, Terapi Injeksi Sekali Suntik untuk HIV Pertama Disetujui FDA

Majalah Farmasetika – HIV merupakan suatu virus yang dapat melemahkan sistem pertahanan tubuh secara signifikan yang dimiliki manusia. Virus ini terbagi menjadi 2 tipe yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang dapat ditularkan melalui cairan genital dengan hubungan seksual, diturunkan dari ibu ke anak, dan ASI.

Pada tahun 2021 di Indonesia terdata ada 7.650 orang dengan positif HIV yang mana 71,3% orang di kelompok usia 25-49 tahun dan 69% adalah laki-laki. Gejala yang dapat dirasakan oleh seseorang yang terinfeksi adalah dalam 1-2 bulan pertama akan sering mengalami demam, ruam, muntah, nyeri otot dan sendi, sakit kepala, dan sariawan, gejala tersebut sering dianggap hanya sebagai gejala flu biasa, yang padahal ini merupakan situasi ketika tubuh sedang membentuk antibodi bagi virus HIV.

Sampai saat ini belum ditemukan terapi yang terbukti efektif menyembuhkan infeksi HIV ini, namun sudah terdapat tatalaksana terapi yang digunakan untuk meningkatkan angka harapan hidup ODHA (Orang Dengan HIV-AIDS) yaitu dengan terapi antiretroviral (ARV) kombinasi dosis tetap tenofovir 300 mg + lamivudine 150 mg + efavirenz 600 mg sebagai pilihan utama. Target terapi ARV ini adalah hingga jumlah virus tidak terdeteksi. Namun, tidak terdeteksinya jumlah virus bukan berarti orang tersebut sudah sembuh, hanya saja virus tersebut dalam kondisi terkontrol.

Peneliti baik di Indonesia dan seluruh dunia masih berusaha mencari terapi yang targetnya adalah menyembuhkan orang yang terinfeksi sehingga dapat bebas dari HIV. Hingga pada bulan Januari tahun 2021 telah disetujui oleh FDA regimen terbaru untuk infeksi HIV-1 dengan merk dagang CABENUVA yang mengandung cabotegravir dari golongan integrase strand transfer inhibitor (INSTI) dan rilpivirine dari golongan non-nucleoside reverse transcriptase (NNRTI). Regimen terapi ini disuntikkan cukup sekali setiap bulannya dengan dosis 600 mg/900 mg.

Mengenal Cabenuva

Cabenuva (cabotegravir dan rilpivirine, formulasi suntik) merupakan rejimen untuk pengobatan HIV-1 pada orang dewasa. Cabenuva diproduksi oleh perusahaan obat ViiV Healthcare yang merupakan kombinasi dari cabotegravir dan rilpivirine formulasi suntik. Cabenuva diberikan sebanyak sekali dalam satu bulan sehingga lebih memudahkan pasien dibandingkan dengan rejimen sebelumnya yang harus diminum setiap hari. Untuk dosis awal Cabenuva yang direkomendasikan pada orang dewasa adalah injeksi intramuskular cabotegravir 600 mg (3 mL) tunggal dan injeksi rilpivirine intramuskular gluteal tunggal 900 mg (3 mL) dan suntikkan cabotegravir dan rilpivirine di tempat suntikan yang terpisah (pada sisi yang berlawanan atau terpisah 2 cm) pada kunjungan yang sama.

Sebulan setelah dilakukan suntikan dosis awal maka harus dilakukan suntikan lanjutan dengan dosis yang berbeda. Kali ini dosis Cabenuva injeksi lanjutan bulanan yang direkomendasikan pada orang dewasa adalah injeksi cabotegravir intramuskular gluteal 400 mg (2 mL) tunggal dan injeksi rilpivirine intramuskular gluteal 600 mg (2 mL) tunggal pada setiap kunjungan. Pemberian cabotegravir dan rilpivirine di tempat suntikan gluteal yang terpisah (pada sisi yang berlawanan atau terpisah 2 cm) pada kunjungan yang sama. Pasien dapat diberikan Cabenuva hingga 7 hari sebelum atau setelah tanggal pasien dijadwalkan untuk menerima suntikan bulanan.

PRESS RELEASE FDA UNTUK CABENUVA
Cabenuva telah disetujui oleh Food Drug and Administration (FDA) Amerika Serikat sejak 21 Januari 2021 sebagai rejimen lengkap untuk pengobatan infeksi human immunodeficiency virus type 1 (HIV-1). Cabenuva diberikan pada orang dewasa untuk menggantikan rejimen antiretroviral saat ini pada pasien dengan rejimen antiretroviral yang stabil tanpa riwayat kegagalan pengobatan dan tanpa resistensi atau dicurigai baik terhadap cabotegravir atau rilpivirine. Cabenuva adalah rejimen injeksi lengkap pertama yang disetujui FDA untuk orang dewasa yang terinfeksi HIV yang diberikan sebulan sekali. FDA juga menyetujui Vocabria (cabotegravir, formulasi tablet), yang harus dikonsumsi bersamaan dengan rilpivirine oral (Edurant) selama satu bulan sebelum memulai pengobatan dengan Cabenuva untuk memastikan obat dapat ditoleransi dengan baik sebelum beralih ke formulasi injeksi yang diperpanjang. John Farley, M.D., M.P.H., direktur Kantor Penyakit Menular di Pusat Evaluasi dan Penelitian Obat FDA menyatakan “Saat ini, standar perawatan untuk pasien dengan HIV mencakup pasien yang meminum pil setiap hari untuk mengelola kondisi mereka secara memadai. Persetujuan ini akan memungkinkan beberapa pasien pilihan untuk menerima suntikan sebulan sekali sebagai pengganti rejimen pengobatan oral harian”.

Keamanan dan kemanjuran Cabenuva ditetapkan melalui dua uji Randomized Controlled Trial (Uji klinis acak terkontrol) pada 1.182 orang dewasa terinfeksi HIV yang telah mengalami penekanan virologi atau pengurangan fungsi dan replikasi virus (nilai HIV-1 RNA kurang dari 50) sebelum memulai pengobatan dengan Cabenuva. Pasien pada kedua kelompok uji terus menunjukkan penekanan virologi pada akhir setiap penelitian dan tidak ada perubahan yang relevan secara klinis dari jumlah CD4+ awal yang diamati. Cabenuva tidak boleh digunakan jika ada reaksi hipersensitivitas terhadap cabotegravir atau rilpivirine, atau pada pasien yang tidak mengalami penekanan virus (HIV-1 RNA lebih besar dari 50 kopi/mililiter).

UJI KLINIS CABENUVA

FDA menyetujui Cabenuva berdasarkan bukti dari dua uji klinis (trial 1/NCT02938520 dan trial 2/NCT02951052) yang melibatkan 1.182 orang dewasa dengan infeksi HIV-1.

Demographics by sex
  • 852 pasien pria
  • 330 pasien wanita
Demographics by race
  • 838 ras pasien berkulit putih
  • 242 pasien ras Afrika Amerika (hitam)
  • 62 pasien ras Asia
  • Lainnya : 40 pasien
Demoghraphics by age
  • 448 pasien berusia < 35 tahun
  • 510 pasien berusia 35-49 tahun
  • 224 pasien berusia ≥ 50 tahun
Demoghraphics by ethnicity
  • 137 pasien Hispanic atau Latino
  • 1045 pasien diluar Hispanic atau Latino

Dalam percobaan 1, pasien yang sebelumnya belum pernah dirawat karena infeksi menerima terapi selama 20 minggu. Mereka yang berhasil setelah pengobatan ini (yang memiliki HIV-1 RNA < 50) kemudian diacak untuk menerima cabenuva (untuk 4 minggu pertama mereka menerima tablet) atau tetap menggunakan terapi tambahan yang sama selama 44 minggu. Dalam percobaan 2, pasien yang infeksi sebelumnya berhasil diobati (yang memiliki HIV-1 RNA < 50), diacak untuk menerima Cabenuva (untuk 4 minggu pertama mereka menerima tablet) atau tetap menggunakan obat yang sama atau tetap menggunakan terapi tambahan yang sama selama 44 minggu. Efikasi Cabenuva dilakukan dengan membandingkan Cabenuva dengan pengobatan kontrol yang dinilai setelah dilakukan 48 pengobatan dengan membandingkan proporsi pasien dengan tingkat RNA HIV-1 yang terdeteksi di dalam darah (setidaknya 50 kopi/milliliter atau lebih).

Cabenuva memiliki cara kerja yang sama, baik pada pria, wanita, ataupun semua ras yang diuji. Mayoritas pasien dalam uji coba berusia dibawah 65 tahun. Perbedaan seberapa baik Cabenuva bekerja antara mereka yang berusia dibawah dan diatas 65 tahun tidak dapat ditentukan. Cabenuva dapat menyebabkan efek samping yang serius, termasuk alergi dan reaksi pasca injeksi, peningkatan enzim hati, serta depresi. Efek samping yang paling umum terkait dengan Cabenuva adalah reaksi di lokasi penyuntikan, demam, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, mual, masalah tidur, pusing, dan ruam. Efek samping tersebut terjadi serupa, baik pada wanita, pria, maupun pada semua ras yang diuji.

Referensi

FDA. 2021. Drug Trial Snapshot : Cabenuva. Tersedia online di https://www.fda.gov/drugs/drug-approvals-and-databases/drug-trials-snapshot-cabenuva [Diakses pada 8 Oktober 2021].

FDA. 2021. FDA Approves First Extended-Release, Injectable Drug Regimen for Adults Living with HIV. Tersedia online di https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/fda-approves-first-extended-release-injectable-drug-regimen-adults-living-hiv.[Diakses pada 2 Oktober 2021].

FDA. 2021. FDA Approves Cabenuva and Vocabria for the Treatment of HIV-1 Infection. Tersedia online di https://www.fda.gov/drugs/human-immunodeficiency-virus-hiv/fda-approves-cabenuva-and-vocabria-treatment-hiv-1-infection.[Diakses pada 8 Oktober 2021].

Gilroy, S.A. 2020. HIV Infection and AIDS. Tersedia online di https://emedicine.medscape.com/article/211316-overview#a1. [Diakses pada 8 Oktober 2021].

Kemenkes RI. 2021. Laporan Perkembangan HIV AIDS & Penyakit Infeksi Menular Seksual Triwulan I Tahun 2021. Tersedia online di file:///C:/Users/dwi%20putri%20sekarini/Downloads/Laporan_TW_I_2021_FINAL1.pdf.[Diakses pada 8 Oktober 2021].

Meira Dini Sukanda

Share
Published by
Meira Dini Sukanda

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

3 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

2 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

2 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago