Majalah Farmasetika – Stabilitas obat merupakan suatu parameter produk dalam mempertahankan kualitas semenjak awal proses pembuatan sampai diterima di masyarakat.
Parameternya terdiri dari identitas, kualitas, kekuatan, serta kemurnian dalam batasan yang telah dipastikan dalam proses penyimpanan dan penggunaan.
Terdapat berbagai faktor yang harus dipelajari dalam ilmu stabilitas obat, yaitu suhu, katalis, tekanan, dan lainnya.
Secara fisik atau molekular dapat terjadi perubahan pada sedian padat. Contohnya perubahan bentuk kristal awal menjadi kristal yang baru. Umumnya disebabkan oleh perubahan letak dari gugus fungsi. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas fisika dalam stabilitas obat seperti kelarutannya, permeabilitasnya, dan bioavailabilitasnya
Sifat-sifat kimia menjadi penyebab yang paling banyak mempengaruhi perubahan pada sediaan larutan dan atau sistem dispersi. Hal ini berikatan erat dengan ikatan kovalen yang putus. Dimana terjadi akibat berbagai reaksi seperti oksidasi, hidrolisis, dll. Perubahan pada sediaan ini dapat menimbulkan permasalahan seperti toksisitas, kontaminasi mikroba dan ketidakatifan senyawa
Lebih banyak reaktan berarti lebih banyak tumbukan jika ada cukup energi.
Mempercepat reaksi dengan menurunkan energi aktivasi.
Umumnya dalam bentuk tekanan udara dari air atau kelembapan. Tekanan ini dapat menyebabkan peningkatan nilai collision.
Bread and butter theory: lebih banyak area untuk reaktan bersentuhan.
Gambar 1. Kurva energi kinetik dengan fraksi molekul
Awal mula suhu dipelajari sebagai faktor yang memengaruhi laju reaksi ditunjukkan dengan munculnya teori distribusi Maxwell-Boltzmann. Mengacu pada Gambar 1., Saat suhu meningkat, kurva mendatar dan melebar. Jika garis putus-putus mewakili energi aktivasi, dengan meningkatnya suhu, demikian juga fraksi molekul yang dapat mengatasi penghalang energi aktivasi. Akibatnya, laju reaksi meningkat. Dinyatakan dalam rumus:
Teori ini dilanjutkan lagi oleh Arrhenius yang sekarang umum digunakan pada studi stabilitas dipercepat. Persamaan Arrhenius menjelaskan hubungan ketergantungan konstanta laju reaksi kimia pada suhu absolut (dalam kelvin). Persamaannya adalah sebagai berikut:
atau
di mana
A = adalah faktor pra-eksponensial (atau hanya faktor awal),
Ea = adalah energi aktivasi, dan
R = adalah konstanta gas Universal
Gambar 2. Plotting dari rumus arrhenius
Melalui persamaan tersebut, didapatkan bahwa suhu sangat mempengaruhi energi aktivasi. Hal ini dibuktikan melalui Gambar 2. Para ilmuwan telah menemukan bahwa energi aktivasi (Ea) dari semua reaksi dekomposisi kimia biasanya berada pada kisaran 12 hingga 24 Kcal/mol memberikan Q10 atau laju peningkatan Q10 untuk 10°C.
Gambar 3.
Gambar 4.
Dalam pendekatan isokonversi Program Penilaian Stabilitas yang Dipercepat (ASAP), sampel dikeluarkan dari ruang stabilitas pada tingkat degradasi yang sama dan ditentukan (di sini ditunjukkan sebesar 0,4%) sesuai dengan waktu yang berbeda pada kondisi yang berbeda sesuai dengan zona berdasarkan Gambar 3 dan Gambar 4. Waktu pada suatu kondisi dipilih agar sesuai dengan batas spesifikasi. Pendekatan ini memungkinkan ekstrapolasi suhu yang akurat menggunakan persamaan Arrhenius.
Dikarenakan suhu yang sangat berperan penting dalam stabilitas, maka dalam menentukan tempat penyimpanan perlu diperhatikan suhunya. Persamaan untuk menentukan suhu yang tepat adalah dengan MKT atau Mean Kinetic Temprature. Suhu yang dihitung tunggal di mana jumlah total degradasi selama periode tertentu sama dengan jumlah degradasi individu yang akan terjadi pada berbagai siklus suhu yang lebih tinggi dan lebih rendah. Ini memperhitungkan variasi suhu musiman dan harian selama setahun.
Persamaan Haynes didasarkan pengambilan titik suhu di berbagai titik suhu. Berdasarkan USP, terdapat 52 titik. Sedangkan FDA dari 104 titik suhu yang bervariasi.
Gambar 5.
Pelarut menjadi hal utama yang harus diperhatikan sebelum katalis yang lain. Umumnya dengan air. Jika air digunakan sebagai asam, dapat digunakan sebagai katalis asam. Begitu juga untuk basa. Secara umum, pelarut air pun dapat digunakan sebagai katalis sendiri. Hal itu dibuktikan melalui grafik pada Gambar 5 yang membuktikan dengan adanya air yang berperan sebagai katalis, dapat menurunkan nilai energi potensial dalam suatu reaksi dan mempercepat reaksi tersebut.
Pada pH rendah, teramati katalisis ion hidrogenSebaliknya pH tinggi, teramati katalisis ion hidroksil spesifikJika konsentras [H ] dan [OH]kecil maka daoat dikatakan sebagai katalisis solven. Jika pH sedikit asam (basa) maka terjadi katalisis oleh solven dan ion hidrogen (hidroksil) terjadi simultan. Untuk mencegah terjadinya perubahan tersebut, ditambahkan larutan dapar.
Katalisis oleh enzim terjadi akibat adanya kontaminasi mikroba. Reaksi katalisis dengan enzim sama seperti reaksi enzim pada umumnya, yaitu kunci dengan anak kunci. Hal ini dijelaskan dalam persamaan Michaelis-Menten.
di mana
m= nilai konstanta Michaelis Menten
Dalam persamaan Michaelis-Menten terdapat kondisi turnover untuk melihat sejauh mana efisiensi suatu enzim mengkatalisis terutama produk enzimatis (contohnya rekombinan). Namun dalam stabilitas, sebaliknya. Jumlah enzim dapat sebagai indikator yang akan merubah sifat obat.
Pada produk enzimatis, jika jumlah substrat sangat banyak, akan terjadi modifikasi persamaan Michealis Menten menjadi persamaan Lineweaver-Burk, sebagai berikut:
Hukum laju untuk Mekanisme Lindemann-Hinshelwood bergantung pada tekanan. Dipelajari pada reaksi anorganik. Dapat dilihat pada tekanan berbeda, terdapat orde kinetika yang dipengaruhi. Pada tekanan rendah, terdapat orde 2 yang terjadi. Sedangkan pada tekanan tinggi, terdapat kondisi kesetimbangan sehingga perbedaan kecepatannya pun perbeda. Banyaknya, dalam tekanan udara (yaitu kelembapan).
Suhu berperan paling besar dalam nilai kinetika di stabilitas obat. Hal ini dapat mempengaruhi kinetikanya, dapat lebih cepat atau lebih lambat, dimana hal ini penting untuk menjaga nilai stabilitas suatu produk.
Pustaka
Carstensen, J.T. dan C.T. Rhodes. 2000. Drug Stability: Principles and Practices, 3rd Edition. New York: Marcel Dekker.
Kenneth A. Connors, Gordon L. Amidon, Valentino J. Stella. 1986. Chemical Stability of Pharmaceuticals: A Handbook for Pharmacists, 2nd Edition. Oxford: Wiley
Laidler, K.J. 1987. Chemical Kinetics, 3rd Edition. London: Pearson Education.
Sinko, P.J. 2006. Physical Pharmacy, 6th Edition. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…