Berita

BPOM Luncurkan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik di Rumah Sakit

Majalah Farmasetika – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merilis peraturan nomor 12 tahun 2022 terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di Rumah Sakit pada 20 Juni 2022. PerBPOM ini dibuat untuk menjamin dan memastikan mutu obat yang dibuat di rumah sakit, perlu diatur mengenai cara pembuatan obat yang baik di rumah sakit.

Selain itu, pengaturan cara pembuatan obat yang baik di instalasi farmasi rumah sakit dan fasilitas yang
melakukan pembuatan sediaan radiofarmaka sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, perlu disesuaikan dengan kebutuhan hukum dalam rangka meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan optimalisasi penerapan cara pembuatan obat yang baik di rumah sakit sehingga diperlukan pengaturan tersendiri secara lebih lengkap dan komprehensif.

Cara Pembuatan Obat yang Baik atau CPOB adalah cara pembuatan Obat dan/atau bahan Obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu Obat dan/atau bahan Obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. 

Dalam peraturan tersebut dalam Pasal 2 berbunyi :

(1) Pedoman CPOB wajib menjadi acuan bagi Rumah Sakit yang melakukan kegiatan pembuatan Obat. 
(2) Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Obat jadi selain produk biologi. 
(3) Kegiatan pembuatan Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh atau sebagian proses dari penerimaan bahan, pengolahan, dan pengemasan hingga menjadi produk jadi yang dilaksanakan oleh instalasi farmasi Rumah Sakit dan fasilitas yang melakukan pembuatan sediaan radiofarmaka di Rumah Sakit yang bersangkutan.

(4) Kegiatan pembuatan Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk kegiatan: a. peracikan atau pencampuran Obat sesuai dengan resep atau instruksi dokter (compounding); dan b. penyiapan Obat sesuai dengan resep atau instruksi dokter (dispensing). 
(5) Kegiatan compounding dan dispensing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan untuk sediaan radiofarmaka. 

Pasal 3 

(1) Pedoman CPOB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi: a. sistem pemastian mutu; b. personalia; c. bangunan dan fasilitas; d. dokumentasi; e. produksi; f. pengawasan mutu; g. pembuatan berdasarkan kontrak; h. penanganan keluhan dan penarikan kembali produk. i. inspeksi diri/audit internal; j. pedoman persyaratan standar untuk pembuatan produk Obat steril; k. pedoman persyaratan standar untuk pembuatan produk Obat cairan, krim, dan salep nonsteril; dan l. cara pembuatan radiofarmaka yang baik di Rumah Sakit. 

(2) Pedoman CPOB di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.

Pasal 4 

(1) Penerapan Pedoman CPOB di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibuktikan dengan Sertifikat CPOB. 

(2) Sertifikat CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Rumah Sakit yang melakukan pembuatan sediaan radiofarmaka. 

(3) Sertifikat CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepala Badan. 

(4) Penerbitan Sertifikat CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Pasal 5 

(1) Pengawasan terhadap penerapan Pedoman CPOB di Rumah Sakit dilaksanakan melalui pemeriksaan oleh Petugas.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Petugas berdasarkan surat perintah tugas yang dikeluarkan oleh Kepala Badan atau pejabat yang berwenang. 

Pasal 6 

Tindak lanjut hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat berupa: a. pembinaan teknis; dan/atau b. sanksi administratif.

Pasal 7 

(1) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan tindakan yang dilaksanakan oleh Petugas dalam rangka pembinaan terhadap penyempurnaan pembuatan Obat di Rumah Sakit. 

(2) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dikenakan apabila berdasarkan hasil pengawasan ditemukan pelanggaran yang termasuk dalam Temuan minor (ringan) dan/atau kurang dari 6 (enam) Temuan mayor (sedang) sehingga diperlukan tindak lanjut di Rumah Sakit. 

(3) Temuan minor (ringan) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Temuan ketidaksesuaian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan baik secara teknis dan/atau administratif yang: 

a. tidak menyebabkan penurunan mutu Obat; 

b. tidak menyebabkan potensi penyimpangan peredaran Obat dari dan/atau ke fasilitas atau pihak yang tidak memiliki kewenangan; 

c. bukan merupakan Temuan Sistemik; dan/atau 

d. tidak menyebabkan risiko terhadap kesehatan.

(4) Temuan mayor (sedang) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Temuan ketidaksesuaian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan baik secara teknis dan/atau administratif yang: 

a. menyebabkan potensi penurunan mutu Obat; 

b. menyebabkan potensi penyimpangan peredaran Obat dari dan/atau ke fasilitas atau pihak yang tidak memiliki kewenangan; dan/atau 

c. merupakan Temuan Sistemik yang mengakibatkan pembuatan Obat menjadi tidak konsisten terhadap ketentuan, standar dan persyaratan.

Dalam Pasal 11 disebutkan bahwa Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku, Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1600) sepanjang mengatur mengenai CPOB pada instalasi farmasi Rumah Sakit dan fasilitas yang melakukan pembuatan sediaan radiofarmaka di Rumah Sakit, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.  

Sumber

farmasetika.com

Farmasetika.com (ISSN : 2528-0031) merupakan situs yang berisi informasi farmasi terkini berbasis ilmiah dan praktis dalam bentuk Majalah Farmasetika. Di situs ini merupakan edisi majalah populer. Sign Up untuk bergabung di komunitas farmasetika.com. Download aplikasi Android Majalah Farmasetika, Caping, atau Baca di smartphone, Ikuti twitter, instagram dan facebook kami. Terimakasih telah ikut bersama memajukan bidang farmasi di Indonesia.

Share
Published by
farmasetika.com

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

4 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

3 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

3 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago