Farmasi Industri

Peran Krusial Apoteker, Bidang Pengawasan Mutu di Industri Farmasi

Majalah Farmasetika – Seiring dengan safety dan efficacy, quality menjadi kriteria terpenting untuk menilai kelayakan dari obat. Parameter tersebut bukanlah sesuaitu yang dapat dicapai dengan sendirinya tanpa usaha apapun tetapi dibangun sejak proses awal.

Hal tersebut salah satunya menjadi tanggung jawab Apoteker di Departemen Pengawasan Mutu/Quality Control (QC) untuk dapat memastikan bahwa setiap bahan awal, produk antara, dan produk jadi telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan terjamin mutunya, sehingga dapat mencegah risiko yang dapat merugikan konsumen.

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menjabarkan peran Apoteker di QC. Selain itu Apoteker di QC memiliki tanggung jawab bersama Departemen Pemastian Mutu/Quality Assurance (QA) dan Produksi untuk secara bersama-sama melaksanakan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, sehingga terbentuk suatu tatanan yang saling berkesinambungan untuk menghasilkan produk obat yang safety, quality, dan efficacy.

Pendahuluan

Kebutuhan mutu dan keamaan yang dituntut bagi produk yang di produksi di industri farmasi menjadikan industri tersebut memiliki pedoman yang ketat untuk dipenuhi (Islam, et al., 2020).

Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai pengawas industri farmasi, membuat suatu pedoman yaitu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat oleh industri farmasi memiliki konsistensi yang memenuhi persyaratan sesuai dengan yang telah ditetapkan dan sesuai dengan tujuan dari penggunaan obat tersebut yang meliputi berbagai macam aspek (BPOM RI, 2018).

Berdasarkan pedoman tersebut, BPOM mengharuskan industri farmasi untuk melakukan pemeriksaan dan analisis terhadap bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang secara formal dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi (BPOM RI, 2018).

Dapat dikatakan bahwa QC dalam industri farmasi adalah suatu departemen yang bertugas untuk memeriksa, melakukan pengujian, dan mengevaluasi kualitas produk terhadap kriteria yang telah ditetapkan sehingga obat dapat dipasarkan dengan formulasi yang amat dan aktif secara terapeutik yang kinerjanya konsisten dan dapat diprediksi. Hal tersebut merupakan persyaratan dan tujuan QC yang tercantum dalam CPOB Bab 7 menganai Pengawasan Mutu (BPOM RI, 2018).

QC adalah salah satu dari personel kunci bersama dengan QA dan Produksi yang masing-masing dipimpin oleh seorang apoteker. Apoteker memiliki peran penting untuk menjamin setiap proses terus meningkatkan dan mengendalikan mutu sebuah produk sebelum dilakukannya tahap perilisan. Apoteker yang dipilih menjadi penanggung jawab di QC harus memahami CPOB, memiliki pengetahuan tentang pengujian terhadap bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, ataupun produk jadi, serta tidak menutup kemungkinan untuk memiliki pengetahuan di departemen lain. Untuk itu artikel ini akan membahas peran apoteker di QC agar memberikan gambaran bagi calon apoteker yang berminat bekerja di industri farmasi terutama di QC.

Peran apoteker sebagai QC

Industri farmasi menemukan, mengembangkan, memproduksi, dan memasarkan obat yang digunakan sebagai pengobatan bagi pasien yang tujuannya untuk menyembuhkan, mencegah atau meringankan gejala (Kitsis, 2011).

Kesadaran akan pentingnya kualitas dalam produk yang dihasilkan oleh industri farmasi menjadi topik yang sangat penting (Haleem, et al., 2015). Kualitas suatu produk harus diperhatikan sejak di produksi hingga tanggal kadaluarsa, terutama dalam industri farmasi. Aspek kunci kontrol kualitas dalam obat-obatan mencakup segala sesuatu mulai dari bahan baku datang hingga dikonsumsi. Obat yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya atau rusak dengan cara apapun dapat membahayakan kesehatan manusia.

Bagian QC bertanggung jawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu mulai dari bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab dalam melakukan menjaga kualitas dari produk. Apoteker adalah profesi yang memiliki pengetahuan secara khusus tentang obat sehingga lebih disukai untuk menerapkan CPOB di departemen terkait. Keamanan dan efek terapeutik dari obat hanya dapat dipertahankan jika setiap proses diserahkan kepada apoteker yang kompeten salah satunya di QC yang mengatur pengujian sampel sesuai dengan metode yang sesuai. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pada Pasal 7 disbeutkan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi harus memiliki apoteker penanggung jawab. Dilanjutkan pada pasal 9 bahwa industri farmasi harus memiliki 2 orang apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan penagwasan mutu setiap produksi sediaan farmasi.

Secara umum apoteker di industri farmasi pada bagian QC dalam suatu industri farmasi bertanggung jawab untuk memastikan:

  1. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, instruksi pengambilan sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.
  2. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan.
  3. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak.
  4. Memastikan bahwa validasi yang tepat telah dilaksanakan.
  5. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personel di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
  6. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai hasil evaluasi. Menyiapkan laporan analisis untuk sampel yang diuji dan mencatat serta menyelidiki hasil Out of Spesifications (OOS)

Akan tetapi dalam kenyataannya banyak masalah yang diharapi oleh apoteker yang bekerja di industri farmasi seperti penerapan dan pelaksanaan dari CPOB di setiap industri farmasi apakah setara, lalu apoteker mengetahui persyaratan CPOB namun tidak mampu mengatasi atau memenuhi perysaratan tersebut. Selanjutnya kesulitan dalam menentukan waktu untuk validasi dan lainnya dikarenaan produk yang diproduksi sangat banyak, dan lainnya.

Maka dari itu tanggung jawab untuk memastikan kualitas dari suatu produk tidak bisa dilakukan hanya seorang diri tetapi dengan membentuk suatu kolaborasi QC, QA dan Produksi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab serta menerapkannya dalam segala aspek sesuai kebutuhan. Ketiganya memiliki peran penting dan saling memperkuat untuk mencapai hasil produk yang berualitas yang dibutuhkan dalam pemulihan pasien. Khususnya pada pelaksanaan desain, pematauan, penjaminan, serta pemeliharaan dari tatanan mutu yang diterapkan dalam industri farmasi hal ini sesuai dengan kajian pada kebijakan BPOM, yang mana penerapan bersama tersebut tertulis dalam CPOB.

Simpulan

Industri farmasi merupakan fasilitas kefarmasian yang digunakan untuk praktek apoteker. Apoteker sebagai penanggung jawab di industri farmasi minimal pada bagian QC, QA, dan Produksi. Aspek kunci dalam pengendalian mutu di farmasi mencakup semua langkah yang diambil oleh industri farmasi untuk memastikan obat memiliki safety, quality, dan efficacy. Hal tersebut tidak terlepas dari peran apoteker didalamnya sebagai penanggung jawab di QC. Kompetensi umum seorang apoteker dengan menguasai CPOB baik secara teori maupun praktek, memiliki kemampuan manajerial, mampu berorganisasi, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan lainnya.

Daftar Pustaka

Badan POM. 2018. Peraturan Badan POM Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan

Haleem RM, Salem MY, Fatahallah FA, Abdelfattah LE. 2015. Quality in the pharmaceutical industry – A literature review. Saudi Pharm J. 23(5):463-9.

Kitsis, Elizabeth. 2011. The Pharmaceutical Industri’s Role in Defining Illness. American Medical Association Journal of Ethics, Volume 13, Number 12: 906-911.

Peraturan Menteri Kesehatan 1799 tahun 2010 tentang Industri Farmasi

nurulita11

Share
Published by
nurulita11

Recent Posts

Kimia Farma Hadapi Tantangan Besar: Penutupan Pabrik dan PHK Karyawan

Majalah Farmasetika - PT Kimia Farma (Persero) Tbk, perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia, saat ini…

1 minggu ago

Pertimbangan Regulasi Terkait Model Peracikan 503B ke 503A untuk Apotek Komunitas

Majalah Farmasetika - Tinjauan mengenai persyaratan bagi apotek yang mempertimbangkan untuk memesan senyawa dari fasilitas…

1 minggu ago

FDA Memperluas Persetujuan Delandistrogene Moxeparvovec-rokl untuk Distrofi Otot Duchenne

Majalah Farmasetika - Setelah sebelumnya disetujui pada Juni 2023 dalam proses Accelerated Approval, FDA telah…

1 minggu ago

FDA Menyetujui Epcoritamab untuk Pengobatan Limfoma Folikular Kambuhan, Refraktori

Majalah Farmasetika - Persetujuan ini menandai antibodi bispesifik pengikat sel T pertama dan satu-satunya yang…

1 minggu ago

FDA Mengeluarkan Surat Tanggapan Lengkap untuk Pengajuan BLA Patritumab Deruxtecan

Majalah Farmasetika - Pengajuan lisensi biologis (BLA) untuk patritumab deruxtecan menerima surat tanggapan lengkap karena…

2 minggu ago

FDA Menyetujui Ensifentrine untuk Pengobatan Pemeliharaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Majalah Farmasetika - Setelah lebih dari 2 dekade, produk inhalasi pertama dengan mekanisme aksi baru…

2 minggu ago