Majalah Farmasetika – Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia Jawa Barat (PD IAI Jabar) bersama 22 organisasi profesi kesehatan lain dan perhimpunan dokter spesialis memberikan pernyataan sikap menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan (Omnibus Law) pada hari Senin (14/11/2022).
Isu tentang RUU Kesehatan (Omnibus Law) sedang ramai diperbincangkan. Menurut Ketua PD IAI Jabar apt. Catleya Febrinella, S.Si.MM, beberapa provinsi sudah melakukan upaya serupa. Dari draft yang beredar, beberapa pasal dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law) kurang disepakati oleh organisasi profesi kesehatan dan perhimpunan dokter spesialis. Karena hal ini dinilai merugikan masyarakat, khususnya aspek penyelenggaraan upaya kesehatan.
“Tenaga kesehatan berperan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat. Bisa dibayangkan bagaimana bila masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan yang tidak termonitoring (kompetensinya, kesehatan fisik dan mentalnya, serta etika profesinya) secara berkala. Seperti halnya pasal 231 dimana pengaturan Surat Tanda Registrasi (STR) dinyatakan berlaku seumur hidup.” jelas Catleya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Majalah Farmasetika (16/11/2022)..
Ia melanjutkan bahwa kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Tenaga kesehatan harus dipastikan memiliki tanggung jawab, etik & moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui peran pemerintah & organisasi profesi kesehatan.
“Selanjutnya Pasal 234 dan Pasal 235 dapat menurunkan kualitas kemajuan bangsa khususnya di bidang kesehatan akibat ketidaksinergian berbagai sektor yang selama ini sudah harmonis.” tegas Catleya.
Keberadaan organisasi profesi kesehatan beserta seluruh perangkatnya selama ini sudah bersinergi dengan pemerintah dalam melakukan pembinaan, pengayoman dan pemberdayaan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, serta sertifikasi, sebagai hal yang tidak mungkin secara teknis keprofesian dan etik dilakukan hanya oleh pemerintah sebagai regulator. Termasuk dalam menetapkan rekomendasi praktik keprofesian di suatu wilayah.
“Dan tak kalah pentingnya keberatan juga ditujukan pada pasal 453 dimana terdapat sembilan undang-undang yang akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.” ujarnya.
Catleya menambahkan pada dasarnya kami mendukung penuh perbaikan transformasi sistem kesehatan 6 pilar secara komprehensif yang telah dicanangkan pemerintah dan mendukung penuh perbaikan birokrasi dalam setiap aspek pelayanan di bidang kesehatan serta terbitnya kebijakan-kebijakan/peraturan tanpa mengesampingkan keterlibatan dan peran organisasi profesi kesehatan terkait.
“Sehingga profesionalisme tetap terjaga dan keselamatan serta perlindungan masyarakat penerima pelayanan kesehatan tetap menjadi prioritas.” tutup Catleya.
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…