Majalah Farmasetika – Penting untuk memahami bahwa kualitas produk harus dijaga sepanjang siklus hidup produk sehingga kualitas produk tetap konsisten. Untuk menjaga kualitas produk salah satunya dengan manajemen risiko mutu.
Ada dua prinsip utama dalam manajemen risiko mutu yaitu bahwa evaluasi risiko terhadap mutu hendaklah mengutamakan keamanan pasien serta tingkat usaha, kepatuhan, dan dokumentasi pengkajian risiko mutu hendaklah setara dengan tingkat risiko yang ditimbulkan. Dalam hal ini kajian risiko yang merupakan bagian dari manajemen risiko mutu yang menjadi salah satu peraturan wajib bagi segala bidang baik seperti ekonomi, kesehatan, salah satunya adalah industri farmasi.
Kajian risiko adalah proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian dan peninjauan risiko terhadap kualitas produk farmasi yang pada akhirnya berorientasi pada keamanan pengguna obat1,2,3. Kajian risiko berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pemenuhan persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik), meminimalisir atau menghindari akibat dari sebuah kegagalan.
Kajian risiko yang berkualitas harus diintegrasikan ke setiap bidang yang ada dan didokumentasikan dengan tepat 4. Sehingga dengan adanya penerapan kajian risiko yang efektif, hal tersebut dapat menjadi suatu langkah yang proaktif untuk memitigasi kemungkinan terjadinya sebuah risiko5,6,7. Selain itu kajian risiko juga dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk meminimalkan risiko terhadap kualitas produk sepanjang siklus hidupnya untuk mengoptimalkan manfaatnya dan menyeimbangkan risiko8,9.
Secara umum, proses kajian risiko melalui beberapa tahap, tahapan tersebut yaitu 10:
Pada pelaksanaan kajian risiko, terdapat suatu metode yang membantu dalam pengambilan keputusan terkait risiko yang menjadi prioritas yaitu metode Failure Method Effective Analysis (FMEA). Metode FMEA adalah satu dari beberapa metode penilaian risiko yang paling sering digunakan oleh industri farmasi11.
FMEA adalah metode manajemen risiko proaktif untuk identifikasi semua potensi kegagalan yang mungkin terjadi dalam rancangan, proses produksi, maupun produk Metode ini berguna untuk mengidentifikasi segala potensi kegagalan yang mungkin terjadi pada rangkaian proses produksi hingga produk jadi dihasilkan, dan menganalisis akibat dari setiap kegagalan. FMEA memberikan informasi kualitatif dan kuantitatif tentang risiko. FMEA merupakan suatu tata cara yang sistematis untuk menelaah dan mencegah sebanyak mungkin kecenderungan kegagalan (failure mode)12.
FMEA adalah bentuk metode evaluasi tingkat kecakapan dari sebuah prosedur untuk menetapkan akibat dari kegagalan prosedur tersebut. Setiap kejadian yang mungkin dapat mengakibatkan bentuk (teknik) mengalami kegagalan dapat diartikan sebagai model kegagalan13. Dalam studi FMEA tradisional, prioritas kegagalan potensial ditentukan melalui nomor prioritas risiko (RPN), yang didefinisikan sebagai tingkat keparahan, kejadian, dan deteksi kegagalan. Tiga faktor risiko (RF) dievaluasi dengan menggunakan peringkat dari 1 hingga 10. Untuk setiap parameter, dimana skor yang lebih tinggi dikaitkan dengan potensi risiko yang lebih tinggi.
Pada saat mengidentifikasi risiko, dilakukan skrining atau pencarian hal-hal apa saja yang akan dikaji risiko nya dapat berupa proses, produk, sistem ataupun sarana penunjang. Kemudian dilanjutkan dengan analisis risiko, dalam hal ini ditentukan tingkat keparahan (severity), kejadian (occurrence), dan deteksi (detection) dari risiko tersebut.
Tabel 1. Level Keparahan (S)
Score | Terms | Kriteria |
1 | Negligible | a. Tidak ada dampak terhadap kualitas produk dan keselamatan pasien
b. Tidak ada/dampak yang rendah terhadap idnikator kinerja dan kepatuhan GMP |
2
3 4 | Low | c. Dampak rendah/sedang terhadap indikator kinerja
d. Dampak rendah pada kepatuhan GMP tetapi tidak ada ekskursi dari otorisasi pemasaran e. Ketidakpuasan konsumen tetapu tidak ada cedera pada pasien ( misalnya cacat kosmetik) |
5
6 7 | Moderate | f. Dampak sedang/tinggi terhadap indikator kinerja
g. Bahaya atau reaksi merugikan terhadap pasien tetapi tidak akan mengakibatkan kerusakan kronis |
8
9 10 | High | h. Produk diekspektasikan gagal spesifikasi
i. Kerusakan kronis pada pasien j. Ketidakpatuhan kritis terhadap GMP |
Sedangkan untuk level kejadian suatu risiko ditentukan berdasarkan tabel dibawah ini.
Tabel 2. Level Kejadian (O)
Score | Terms | Kriteria |
1 | Remote | Probabilitas kegagalan jauh/sangat tidak mungkin, berdasarkan tidak ada ekskursi hingga saat ini. |
2
3 4 | Low | Probabilitas kegagalan rendah, berdasarkan satu ekskursi hasil observasi yang diamati hingga saat ini. |
5
6 7 | Moderate | Probabilitas kegagalan moderate, berdasarkan beberapa ekskursi hingga saat ini. |
8
9 10 | High | Probabilitas kegagalan sangat tinggi dan hampir tak terhindarkan, berdasarkan ekskursi berulang hingga saat ini. |
Sedangkan untuk level deteksi suatu risiko ditentukan berdasarkan tabel dibawah ini.
Tabel 3. Level Deteksi (D)
Score | Terms | Kriteria |
1 | High | a. Listed contols hampir pasti akan mendeteksi penyebab kegagalan dan/atau mode kegagalan berikutnya setiap saat.
b. Otomatisasi yang didefinisikan dan output proses memastikan deteksi hampir pasti dari kedua kegagalan itu sendiri (misalnya melalui alarm) dan efek kegagalan pada langkah ini |
2
3 4 | Moderate | c. Listed controls dapat mendeteksi penyebab kegagalan dan/atau mode kegagalan berikutnya
d. 100% inspeksi |
5
6 7 | Low | e. Tidak mungkin listed controls akan mendeteksi kegagalan
f. Terdeteksi secara kebetulan g. Tidak ada alarm atau sistem untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan/atau mode kegagalan berikutnya. h. Kegagalan tidak terdeteksi pada langkah ini, tetapi sebelum rilis produk. |
8
9 10 | Remote | i. Sangat tidak mungkin bahwa listed control akan mendeteksi penyebab kegagalan dan/atau mode kegagalan berikutnya.
j. Tidak ada alarm atau sistem untuk mendeteksi kegagalan. k. Kegagalan mungkin tidak terdeteksi hingga rilis produk. |
Selanjutnya pada tahap evaluasi, risiko yang sudah ditentukan nilai keparahan, kejadian dan deteksinya maka dapat diputuskan risiko yang menjadi prioritas untuk diselesaikan. Apabila nilai penggabungan antara keparahan, kejadian dan level deteksinya tinggi, maka risiko tersebut sangat berpengaruh terhadap keselamatan pengguna/pasien, sehingga penanganannya harus lebih cepat dan termasuk dalam daftar prioritas.
Berikut ini adalah kategori evaluasi risiko berdasarkan nilai RPN.
Tabel 4. Kategori Evaluasi Risiko
RPN | Level Resiko | Strategi Kontrol Resiko |
1-195 | Low (L) | Strategi pengendalian yang ada sudah memadai dan pengendalian lebih lanjut tidak wajib. |
196-489 | Moderate (M) | Strategi kontrol yang direvisi mungkin diperlukan berdasarkan kategorisasi proses tetapi tidak wajib. Tim lintas fungsi harus mendokumentasikan justifikasi jika tindakan pengendalian risiko lebih lanjut tidak diterapkan. |
490-1000 | High (H) | Strategi pengendalian lebih lanjut yang tepat harus ditetapkan dan dilaksanakan. |
Dalam hal ini setelah risiko dikategorikan, perlu dibuat rekomendasi tindakan dan implementasinya untuk mengurangi risiko tersebut. Sehingga diharapkan risiko yang pada awalnya memiliki nilai tinggi untuk keparahan dan keberulangan kejadian serta nilai rendah untuk level deteksinya maka nilainya bisa menjadi lebih rendah dan diminimalisir efek merugikan dari risiko tersebut.
Langkah-langkah dalam melakukan kajian risiko menggunakan metode FMEA adalah sebagai berikut :
dari risiko
Kajian risiko berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pemenuhan persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik), meminimalisir atau menghindari akibat dari sebuah kegagalan. Diharapkan dengan adanya kajian risiko ini, industri farmasi mampu mendeteksi lebih awal terkait risiko yang mungkin muncul dan mampu meminimalisir segala kerugian yang mungkin terjadi.
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…