Majalah Farmasetika – Industri farmasi Indonesia mengalami perubahan besar dengan diterbitkannya CPOB 2024. Jika sebelumnya, dalam CPOB 2018, jabatan kepala produksi, kepala pengawasan mutu, dan kepala pemastian mutu tertulis jelas harus dipegang oleh seorang apoteker, kini hal tersebut dijelaskan lagi dibagian Umum terkait personalia yang menyatakn sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam CPOB 2018 (PerBPOM No. 34 Tahun 2018), regulasi dengan tegas menyatakan bahwa personel kunci dalam industri farmasi haruslah seorang apoteker. Aturan ini tercantum dalam BAB 2 Personalia, poin 2.5:
“Manajemen puncak hendaklah menunjuk Personel Kunci termasuk Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu. Posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker purnawaktu. Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu harus independen satu terhadap yang lain. Hendaklah personel tersebut tidak mempunyai kepentingan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial.”
Tujuan dari regulasi ini adalah untuk memastikan bahwa proses produksi dan pengawasan mutu obat dikelola oleh individu dengan latar belakang pendidikan dan keahlian khusus dalam bidang farmasi, yaitu apoteker.
CPOB 2024 membawa perubahan besar. Dalam regulasi terbaru ini, tidak ada lagi tertulis bahwa jabatan personel kunci harus dipegang oleh seorang apoteker. Dalam BAB 2 Personalia, poin 2.7 dinyatakan:
“Manajemen puncak seharusnya menunjuk personel kunci termasuk Penanggung Jawab Produksi, Penanggung Jawab Pengawasan Mutu, dan Penanggung Jawab Pemastian Mutu. Penanggung Jawab Produksi, Penanggung Jawab Pengawasan Mutu dan Penanggung Jawab Pemastian Mutu harus independen satu terhadap yang lain. Seharusnya personel tersebut tidak mempunyai kepentingan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial. Manajemen puncak seharusnya memperhatikan peran, tanggung jawab, dan kewenangan yang ditetapkan.”
Namun, Perubahan ini tetap merujuk ke definisi personal kunci pasal 3.2, yakni Personel pada posisi kunci seharusnya mempunyai tugas spesifik yang dicantumkan pada uraian tugas tertulis dan mempunyai kewenangan yang memadai untuk melaksanakan tugasnya. Tidak boleh ada gap/celah atau tumpang tindih tanggung jawab dari personel tersebut dalam penerapan CPOB. Personel kunci harus memenuhi persyaratan kualifikasi yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, dan seharusnya selalu hadir untuk melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan perizinan berusaha.
Di bagian mengingat dituliskan PP No. 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Resiko, dalam perizinan Industri Farmasi sesuai KLBI nya di PMK no 14 tahun 2021 membutuhkan 3 Apoteker Penanggung Jawab di Produksi, QC, dan QA.
Selain itu, PP 51/2009 Pasal 9 ayat (1) nya dengan jelas dinyatakan Apoteker masih berperan sebagai penanggung jawab di Industri Farmasi. Selain itu, Peraturan Pemerintah secara dirarki peraturan perundang-undangan posisi nya lebih tinggi dari Permenkes ataupun Peraturan Badan POM.
.
Catatat : pada tanggal 6 Juni 2024, redaksi menyesuaikan judul dan isi informasi sesuai fakta yang ada.
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…