Berita

Pendefinisian Nomenklatur Pelayanan Kefarmasian dalam Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan

Majalah Farmasetika – Pelayanan Kefarmasian merupakan nomenklatur baru dalam definisi Praktik Kefarmasian pada pasal 145 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dimana pada definisi Praktik Kefarmasian sebelumnya pada pasal 108 ayat 1 Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan masih menggunakan nomenklatur Pelayanan Obat Atas Resep Dokter dan Pelayanan Informasi Obat sebagai unsur kegiatan pelayanan Kesehatan dalam Praktik Kefarmasian.

Sebagai seorang apoteker praktisi pelayanan kefarmasian, tentunya kita sangat menyambut baik penggunaan nomenklatur Pelayanan Kefarmasian untuk menggantikan nomenkaltur Pelayanan Obat Atas Resep Dokter dan Pelayanan Informasi Obat sebagai unsur kegiatan pelayanan Kesehatan dalam definisi Praktik Kefarmasian terbaru pasal 145 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan kerena dengan penggunaan nomenkaltur Pelayanan Kefarmasian ini menunjukkan bahwa kegiatan pelayanan Kesehatan yang dapat dilakukan oleh tenaga kefarmasian sebagai tenaga Kesehatan cakupannya sangat luas, tidak hanya kegiatan Pelayanan Obat Atas Resep Dokter dan Pelayanan Informasi Obat seperti yang telah ditetapkan oleh regulasi sebelumnya pasal 108 ayat 1 Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Namun demikian, kosekwensi dari penggunaan nomenklatur baru dalam sebuah peraturan-perundangan yang berlaku maka harus diikuti dengan pendefinisian dari nomenklatur tersebut sebagai penunjuk arah penyusunan turunan peraturan-perundangan untuk memperkuat positioning hukum dan arah pengembangan pelayanan kefarmasian.

Pelayanan kefarmasian atau dalam bahasa inggris disebut Pharmaceutical Care dalam banyak literatur tentunya tidak sulit bagi kita untuk menemukan definisinya, salahsatunya adalah definisi Pharmaceutical Care atau Pelayanan Kefarmasian yang disusun oleh Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) pada tahun 2013 yang menjadi rujukan banyak kalangan akademisi di Indonesia untuk mendiskripsikan Pharmaceutical Care atau Pelayanan Kefarmasian.

Sebagaimana Artikel ilmiah berjudul Pharmaceutical care: the PCNE definition 2013 yang ditulis oleh Allemann SS, van Mil JW, Botermann L,dkk dan dipublikasi dalam : International Journal of Clinical Pharmacy [ISSN: 2210-7703],  Pharmaceutical Care di definisikan sebagai the pharmacist’s contribution to the care of individuals in order to optimise medicines use and improve health outcomes.

Pertanyaannya kemudian adalah apakah dengan alasan ilmiah karena telah dipublish dalam jurnal ilmiah dan dirujuk banyak negara lantas kita mensimplifikasi dengan memasukkan definisi Pelayanan Kefarmasian versi PCNE di tahun 2013 ini atau definisi senada lainnya yang tentunya telah dialihbahasakan dalam Bahasa Indonesia menjadi definisi resmi dari nomenklatur Pelayanan Kefarmasian dalam Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan ?

Pada dasarnya sah-sah saja seorang legaldrafter sebuah peraturan-perundangan memasukan sebuah hasil alih Bahasa dari sebuah nomenklatur asing yang semakna menjadi definisi sebuah nomenklatur dalam peraturan-perundangan di Indonesia. Namun, dalam rangka menjaga harmonisasi antar peraturan perundangan yang berlaku sebaiknya dalam menyusun definisi sebuah nomenklatur dalam peraturanperundangan harus mengacu pada ketentuan-ketentuan dasar yang termuat dalam peraturan dengan kedudukan lebih tinggi atau peraturanperundangan lainnya yang terkait dan masih berlaku.

Demikian pula dengan perumusan definisi nomenklatur pelayanan kefarmasian dalam Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dari penelusuran penulis definisi nomenklatur pelayanan kefarmasian pernah dimuat dalam pasal 1 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, akan tetapi juga tidak otomatis definisi pelayanan kefarmasian ini langsung diadopsi menjadi definisi resmi dari nomenklatur Pelayanan Kefarmasian dalam Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan karena terdapat banyak ketentuan-ketentuan baru terkait dengan bidang kefarmasian dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang sangat berbeda dengan ketentuan-dalam peraturan-perudangan sebelumnya yang telah dinyatakan tidak berlaku setelah diundangkanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan termasuklah Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian yang dinyatakan tidak berlaku dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Dalam rangka melakukan perumusan definisi nomenklatur pelayanan kefarmasian dalam Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, kita perlu mereview ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan paling tidak terkait dengan Jenis dan Cakupan Pelayanan Kefarmasian; Profesional Tenaga Kesehatan Pemberi Layanan Kefarmasian; Tempat Pemberian Pelayanan Kefarmasian serta Metode Pemberian Pelayanan Kefarmasian.

Jenis dan Cakupan Pelayanan Kefarmasian

    Seperti telah disampaikan sebelumnya, nomenklatur Pelayanan Kefarmasian merupakan nomenklatur baru dalam definisi Praktik Kefarmasian pada pasal 145 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Sehingga secara tidak langsung penyematan nomenkaltur pelayanan kefarmasian ini sebagai unsur kegiatan pelayanan Kesehatan dalam Praktik Kefarmasian.

    Jenis Pelayanan Kefarmasian yang akan dibuatkan definisinya ini harus mengacu ketentuan pada definisi Pelayanan Kesehatan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat 3 yang didefinisikan sebagai segala bentuk kegiatan dan/ atau serangkaian kegiatan pelayanan yang diberikan secara langsung kepada perseorang€rn atau Masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan dera-jat Kesehatan masyarakat dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif.

    Dari definisi pelayanan Kesehatan sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan ini ada beberapa hal yang ikut menjadi kosekwensi dari bergabungnya pelayanan kefarmasian dalam system pelayanan Kesehatan di Indonesia secara definisi, yaitu:

    1. Pelayanan kefarmasian diberikan secara langsung kepada perseorangan atau Masyarakat
    2. Pelayanan kefarmasian diberikan dengan tujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat Kesehatan Masyarakat
    3. Pelayanan kefarmasian dilakukan dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif.

    Bersarkan konsekwensi dari bergabungnya pelayanan kefarmasian dalam system pelayanan Kesehatan di Indonesia secara definisi seperti diuraikan diatas, maka terdapat ada beberapa hal yang berbeda dari definisi pelayanan kefarmasian sebelumnya yang dimuat dalam pasal 1 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian yaitu:

    1. Definisi Pelayanan Kefarmasian pada pasal 1 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian hanya diberikan kepada pasien, sehingga objek penerima layanan kefarmasian versi Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian jauh lebih kecil cakupannya dari pelayanan Kesehatan yang diharapkan oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
    2. Tujuan dari pemberian pelayanan kefarmasian yang dimuat dalam Definisi Pelayanan Kefarmasian pada pasal 1 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian tentunya juga lebih sempit dari dari pelayanan Kesehatan yang diharapkan oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan karena hanya focus pada pencapaian hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
    3. Bentuk Pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian versi Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian hanya focus pada bentuk pelayanan kuratif atau pengobatan saja, sedangkan dalam pelayanan Kesehatan sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menuntut agar cakupan Upaya pelayanan Kesehatan bagi perseorangan maupun Masyarakat lebih luas sebagaimana dimaksud pada penjelasaan pasal 18 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang meliputi:
    4. Pelayanan Kefarmasian Promotif

    Pelayanan Kefarmasian promotif adalah merupakan suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan kompetensi, keterampilan dan/atau keahlian yang diakui oleh peraturan perundangan yang berlakuuntuk memampukan individu dan/atau masyarakat dalam mengendalikan dan meningkatkan kesehatannya

    Pelayanan Kefarmasian Preventif

    Pelayanan Kefarmasian preventif adalah merupakan suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan kompetensi, keterampilan dan/atau keahlian yang diakui oleh peraturan perundangan yang berlaku dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penyakit atau menghentikan penyakit dan mencegah komplikasi yang diakibatkan setelah timbulnya penyakit.

    • Pelayanan Kefarmasian Kuratif

    Pelayanan Kefarmasian kuratif adalah merupakan suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan kompetensi, keterampilan dan/atau keahlian yang diakui oleh peraturan perundangan yang berlakudengan tujuan untuk penyembuhan penyakit dan/atau pengurangan penderitaan akibat penyakit

    Pelayanan Kefarmasian Rehabilitatif

    Pelayanan Kefarmasian rehabilitatif adalah merupakan suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan kompetensi, keterampilan dan/atau keahlian yang diakui oleh peraturan perundangan yang berlakudengan tujuan untuk mengoptimalkan fungsi dan mengurangi disabilitas pada individu dengan masalah kesehatan dalam interaksinya dengan lingkungannya.

    Pelayanan Kefarmasian Paliatif

    Pelayanan Kefarmasian promotif adalah merupakan suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan kompetensi, keterampilan dan/atau keahlian yang diakui oleh peraturan perundangan yang berlakudengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup Pasien dan keluarganya yang menghadapi masalah berkaitan dengan penyakit yang mengancam jiwa

    Penjelasan diatas menunjukkan bahwa Definisi Pelayanan Kefarmasian pada pasal 1 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian sudah TIDAK RELEVAN dengan semangat Transformasi Kesehatan Nasional yang dibawa oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sehingga perlu melakukan redefinisi pada nomenklatur pelayanan kefarmasian di Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

    Profesional Tenaga Kesehatan Pemberi Layanan Kefarmasian

    Pada pasal 145 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Praktik kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

    Dikarenakan Pelayanan Kefarmasian merupakan bagian dari Praktik Kefarmasian sebagaimana tercantum dalam pasal 145 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, maka kegiatan kegiatan pemberian pelayanan kefarmasian HARUS diberikan oleh “tenaga kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” kecuali pada kondisi-kondisi tertentu yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Hal ini selaras dengan ketentuan dalam pasal 436 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dimana kegiatan pemberian pelayanan kefarmasian sebagai bagian dari melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud  oleh setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan akan dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan jika kegiatan pemberian pelayanan kefarmasian sebagai bagian dari melakukan praktik kefarmasian oleh setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan tersebut terkait dengan Sediaan Farmasi berupa Obat keras dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5O0.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

    Siapakah yang dimaksud “tenaga kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan?

    Merujuk pada pasal 197 s/d 199 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah kelompok tenaga Kesehatan yang terdiri dari vokasi farmasi, apoteker dan apoteker spesialis.

    Jika melihat latar belakang pendidikan dan jenjang kualifikasi kompetensi (KKNI), tenaga kefarmasian memiliki jenis tenaga Kesehatan yang heterogen yaitu Tenaga Vokasional Kefarmasian dan Tenaga Professional Kefarmasian.

    1. Tenaga Vokasional Kefarmasian

    Tenaga Vokasional Kefarmasian dalam pasal 199 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan adalah vokasi farmasi.

    Bila merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, tenaga vokasional kefarmasian ini memiliki latarbelakang Pendidikan Vokasi merupakan Pendidikan Tinggi program diploma yang menyiapkan Mahasiswa untuk pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai program sarjana terapan. Untuk tenaga Kesehatan, berdasarkan pasal 210 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa Tenaga Kesehatan memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah diploma tiga. Sehingga berdasarkan pasal 2 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), vokasi farmasi sebagai tenaga kesehatan dengan latar belakang Pendidikan Vokasi berada pada jenjang 4 KKNI sampai dengan jenjang 6 KKNI serta dikelompokkan dalam jabatan teknisi atau analis.

    Dengan demikian maka seharusnya Vokasi Farmasi terbagi menjadi Teknisi Farmasi dan Analis Farmasi yang tentunya memiliki standar kompetensi yang berbeda sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1335/2024 tentang Standar Kompetensi Tenaga Vokasi Farmasi.

    Tenaga Professional Kefarmasian

    Tenaga Profesional Kefarmasian dalam pasal 199 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terdiri dari apoteker dan apoteker spesialis.

    Apoteker

      Apoteker adalah jenis tenaga kefarmasian dengan latar belakang Pendidikan Profesi yang dalam pasal 17 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi didefinisikan sebagai Pendidikan Tinggi setelah program sarjana yang menyiapkan Mahasiswa dalam pekerjaan yang memerlukan persyaratan keahlian khusus yang berdasarkan pasal 2 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dikelompokkan sebagai profesional dalam jenjang 7 KKNI dalam jabatan ahli.

      Apoteker Spesialis

      Apoteker Spesialis adalah jenis tenaga kefarmasian dengan latar belakang Pendidikan Profesi dengan program Spesialis yang dalam pasal 25 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi didefinisikan sebagai pendidikan keahlian lanjutan yang dapat bertingkat dan diperuntukkan bagi lulusan program profesi yang telah berpengalaman sebagai profesional untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya menjadi spesialis yang berdasarkan pasal 2 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dikelompokkan sebagai profesional dalam jenjang 8 KKNI dalam jabatan ahli.

      Selain memiliki izasah latarbelakang Pendidikan yang dipersyaratkan untuk dapat diregistrasi sebagai tenaga Kesehatan, untuk dapat memberikan pelayanan kefarmasian dalam rangka melakukan praktik kefarmasian seorang tenaga kefarmasian (vokasi farmasi, apoteker dan apoteker spesialis) harus memiliki Surat Izin Praktik (SIP) sebagaimana tercantum dalam pasal 263 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

      Merujuk pada pasal 285 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Tenaga kefarmasian sebagai Tenaga Kesehatan yang memiliki lebih dari satu jenjang pendidikan memiliki kewenangan sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensi dan kualifikasi tertinggi. Artinya dalam kelompok tenaga kefarmasian lingkup kewenagan pemberian pelayanan kefarmasian pada level tertinggi ada pada apoteker spesialis, kemudian apoteker dan lingkup kewenangan terkecil pada tenaga vokasi farmasi. Hal ini selaras dengan ketentuan pada pasal 286 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa Dalam keadaan tertentu, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya, diantaranya adalah tenaga vokasi farmasi dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang menjadi kewenangan apoteker dalam batas tertentu.

      Selain itu, berdasarkan pasal 290 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, seorang tenaga vokasi farmasi dapat menerima limpahan kewenangan dari seorang apoteker atau apoteker spesialis dan seorang apoteker dapat menerima limpahan kewenangan dari seorang apoteker spesialis dengan mekanisme secara mandat atau secara delegative.

      Tempat Pemberian Pelayanan Kefarmasian

      Setelah membahas Jenis dan Cakupan Pelayanan Kefarmasian seta Profesional Tenaga Kesehatan Pemberi Layanan Kefarmasian, dalam rangka penyusunan definisi pelayanan kefarmasian sebagai bagian dari pelayanan Kesehatan maka selanjutnya kita harus menganalisis dimana tempat seorang tenaga kefarmasian memberi pelayanan kefarmasian.

      Didalam pasal 165 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pelayanan Kesehatan berupa Pelayanan Kesehatan perseorangan dan/atau Pelayanan Kesehatan Masyarakat diberikan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

      Pemberian Pelayanan Kefarmasian oleh tenaga kefarmasian secara umum dilakukan di APOTEK sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan Penunjang yang berdiri sendiri atau dapat bergabung dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut sebagaimana tercantum dalam pasal 170 ayat 1 dan 2 berikut penjelasannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

      Selain di APOTEK, pemberian pelayanan kefarmasian terutama pelayanan keapotekeran dan pelayanan keapotekeran spsialistik dapat diberikan oleh apoteker atau apoteker spesialis di praktik mandiri Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut seperti termaktub dalam pasal 167 ayat 2 huruf c dan pasal 168 ayat 2 huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

      Metode Pemberian Pelayanan Kefarmasian

      Sebagai pelayanan Kesehatan, selain diberikan secara tatap muka pelayanan kefarmasian dapat diberikan oleh tenaga kefarmasian dengan telemedisin dan telekesehatan sebagaimana tercantum dalam pasal 172 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

      Berdasarkan pasal 1 ayat 21 dan 22 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Telekesehatan didefinisikan sebagai pemberian dan fasilitasi layanan Kesehatan, termasuk Kesehatan masyarakat, layanan informasi Kesehatan, dan layanan mandiri, melalui telekomunikasi dan teknologi komunikasi digital sedangkan Telemedisin didefinisikan sebagai pemberian dan fasilitasi layanan klinis melalui telekomunikasi dan teknologi komunikasi digital.

      Dari penjelasan dan hasil analisis harmonisasi regulasi terkait pendefinisian nomenklatur pelayanan kefarmasian dalam Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan seperti dijelaskan diatas, diperoleh Kesimpulan bahwa Definisi Pelayanan Kefarmasian pada pasal 1 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian sudah TIDAK RELEVAN dengan semangat Transformasi Kesehatan Nasional yang dibawa oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sehingga perlu melakukan redefinisi pada nomenklatur pelayanan kefarmasian di Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

      Adapun untuk definisi nomenklatur pelayanan kefarmasian yang kami usulkan sebagai definisi resmi dalam Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan adalah :

      Pelayanan Kefarmasian adalah  pelayanan Kesehatan yang diberikan secara langsung ataupun secara telemedisin maupun telekesehatan oleh tenaga kefarmasian (vokasi farmasi, apoteker dan apoteker spesialis) ber-SIP (Surat Izin Praktik) sesuai dengan kompetensi, keterampilan dan/atau keahlian yang diakui oleh peraturan perundangan yang berlaku dalam rangka melakukan praktik kefarmasian di Fasilitas Pelayanan Kesehatan”

      Demikianlah sedikit masukan dari kami seorang apoteker praktisi pelayanan keapotekeran semoga bisa memberikan khasanah pemikiran terhadap pendefinisian nomenklatur pelayanan kefarmasian dalam Regulasi Turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

      Daftar Pustaka

      • Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
      • Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
      • Undang-Undang Nomor 17 tahun2023 tentang Kesehatan
      • Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
      • Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
      • Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
      • Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/1335/2024 tentang Standar Kompetensi Tenaga Vokasi Farmasi
      • Allemann SS, van Mil JW, Botermann L, et al. Pharmaceutical care: the PCNE definition 2013. Int J Clin Pharm. 2014;36(3):544–55.
      • Sudarsono. 2022. Praktik Keapotekeran di Era Omnibus Law Kesehatan (Tinjauan Sejarah Regulasi). Banyumas: Yayasan Masyarakat Indonesia Sehat.
      Apoteker Sudarsono

      Apoteker Klinis di RSUD Depati Hamzah Kota Pangkalpinang, Pulau Bangka, Kepulauan Bangka Belitung,

      Share
      Published by
      Apoteker Sudarsono

      Recent Posts

      Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

      Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

      7 hari ago

      Mengapa Pemetaan Suhu Penting di Gudang Farmasi? Kenali 7 Manfaat Utamanya

      Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…

      7 hari ago

      Pentingnya Surat Pesanan di Pedagang Besar Farmasi (PBF)

      Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…

      7 hari ago

      Peran Penting Apoteker dalam Pelatihan Penerapan CDOB dan CDAKB di PBF

      Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…

      7 hari ago

      Hubungan Signifikan Antara Insomnia dan Kekambuhan Atrial Fibrilasi Jangka Panjang Setelah Ablasi Radiofrekuensi

      Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…

      2 minggu ago

      BPOM Perintahkan Tarik Latiao Tercemar Bakteri Penyebab Keracunan

      Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…

      2 minggu ago