Majalah Farmasetika – Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan hubungan yang signifikan antara insomnia dan kekambuhan Atrial Fibrilasi(AF) jangka panjang setelah ablasi radiofrekuensi. Hal ini menggarisbawahi pentingnya mengidentifikasi dan menangani insomnia secara komprehensif pada pasien dengan AF yang menjalani ablasi radiofrekuensi. Dengan demikian, apoteker dapat memainkan peran penting.
Temuan penelitian pada kelompok pasien yang menjalani ablasi radiofrekuensi primer untuk AF, telah menunjukkan bahwa insomnia terkait dengan peningkatan risiko kekambuhan AF jangka panjang setelah ablasi, sementara tidak ada korelasi signifikan yang diamati dengan kekambuhan jangka pendek selama tahun pertama. Insomnia menunjukkan hubungan dosis-respons dengan kekambuhan AF, yang menunjukkan bahwa peningkatan gejala insomnia dikaitkan dengan kekambuhan AF.
Penelitian telah menunjukkan bahwa insomnia dikaitkan dengan peningkatan dispersi gelombang P, dispersi interval QT, dan penundaan konduksi intra/interatrial, yang semuanya berkontribusi pada patogenesis AF. Selain itu, Insomnia dapat mengganggu keseimbangan otonom antara sistem saraf simpatis dan parasimpatis menyebabkan heterogenitas elektrofisiologis yang signifikan pada jaringan atrium dan akhirnya berkontribusi pada perkembangan aritmia atrium.
Pada akhirnya, respons fisiologis ini berkontribusi pada remodeling atrium, fibrosis, dan penurunan miokardium atrium. Mekanisme ini cenderung hidup berdampingan dan berpotensi berinteraksi secara sinergis dalam menginduksi AF.
Analisis ini telah mengungkapkan korelasi penting antara insomnia dan kekambuhan AF. Namun, sifat observasional dari penelitian ini membatasi kapasitas untuk menetapkan hubungan kausal yang pasti dan memastikan arah korelasi yang diamati. Dengan demikian, dapat dibayangkan bahwa insomnia berpotensi berperan dalam atau menjadi konsekuensi dari kekambuhan AF.
Namun, urutan waktu yang diamati dalam penelitian ini, dengan insomnia mendahului kekambuhan AF setelah ablasi frekuensi radio, menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat yang potensial. Selain itu, dampak insomnia yang disebutkan di atas pada karakteristik elektrofisiologi arteri, sistem saraf otonom, remodeling atrium, dan fibrosis memberikan dasar teoritis untuk insomnia sebagai faktor kausal potensial dalam kekambuhan AF pasca-ablasi frekuensi radio.
Penelitian ini menegaskan bahwa insomnia dapat berfungsi sebagai target terapi potensial untuk mencegah dan mengurangi kekambuhan AF pasca-ablasi. Selain itu, penelitian ini memiliki manfaat yang patut dicatat, karena merupakan studi kohort perdana untuk mengeksplorasi korelasi antara insomnia dan kekambuhan AF setelah ablasi frekuensi radio.
Literatur
Li RB, Zhang JD, Cui XR, Cui W. 2024. Insomnia is related to long-term atrial fibrillation recurrence following radiofrequency ablation.. Annals of Medicine. doi: 10.1080/07853890.2024.2323089.
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…
Majalah Farmasetika - Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Industri Farmasi Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tahun 2010 tentang…