Majalah Farmasetika (Ed.4/Juni 2016). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan Operasi Pangea IX yang dilakukan pada 30 Mei–7 Juni 2016 di 32 provinsi di Indonesia dan 7 wilayah kepabeanan di Jakarta, Semarang dan Surabaya.
Dikutip dari akun twitter resminya, Operasi Pangea adalah Sandi Operasi Interpol dengan target penjualan obat ilegal termasuk palsu secara online yang dilakukan di seluruh dunia.
Hasil Operasi Pangea IX berupa 1.312 item sediaan farmasi ilegal termasuk palsu dengan nilai keekonomian lebih dari 56 miliar rupiah. Mayoritas temuannya adalah produk peningkat stamina ilegal sebanyak 352 item (5.915 pieces) dengan nilai keekonomian lebih dr 10M.
Dalam Operasi Pangea IX juga diidentifikasi 214 website yang mengedarkan sediaan farmasi ilegal dan telah dilaporkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk diblokir.
Langkah yang dilakukan oleh BPOM patut diapresiasi, namun terkait pemblokiran situs ada beberapa hal yang disarankan dilakukan Pemerintah terkait pembinaan dan pengaturan untuk penjualan obat online atau e-commerce kedepannya. Karena tidak semua situs menjual sediaan farmasi ilegal.
Ada baiknya untuk melihat sistem pengaturan situs atau website penjual sediaan farmasi online di negara maju, seperti di Inggris. Dengan mengambil contoh situs Apotik online terbesar di inggris yakni www.pharmacy2u.co.uk.
Ada 3 badan pemerintah dan regulator indenpenden yang mengawasi website penjualan obat secara online.
1. The Medicines and Healthcare products Regulatory Agency (MHRA)
Merupakan sebuah organisasi yang dibentuk oleh pemerintah inggris yang khusus mengawasi dan mengatur obat-obatan, peralatan medis dan komponen darah untuk transfusi di Inggris.
MHRA menyediakan situs khusus mengenai informasi website yang terdaftar sebagai penjual online. Melalui website ini pula Apotek online bisa mendaftar, selain itu masyarakat bisa melaporkan jika ada pelanggaran terhadap apotek onlinenya.
2. The independent regulator of health and social care in England
Suatu badan indenpenden yang memiliki tujuan untuk memastikan layanan kesehatan dan sosial agar memberikan pelayanan dengan aman, efektif, perawatan yang berkualitas tinggi dan membantu peningkatan pelayanannya.
Setiap apotek online harus teregistrasi di situs resminya yang kemudian diberikan badge atau logo yang dipasang diwebsite onlinenya, ketika di klik maka akan keluar data registrasi apotek online tersebut.
3. the General Pharmaceutical Council (GPhC)
GPhC juga merupakan badan indenpenden untuk apoteker, teknisi apotek dan tempat apotek di Britania Raya yang bertugas untuk melindungi, mempromosikan dan menjaga kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan anggota masyarakat dengan standar menegakkan dan kepercayaan masyarakat di apotek. GPhC mirip seperti organisai profesi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) untuk Apoteker di Indonesia
GPhc juga memberikan logo dan kode registrasi yang wajib di tampilkan di website penjual onlinenya. Selain itu, GPhC juga mengeluarkan aturan atau regulasi dalam bentuk dokumen aturan yang bisa dilihat berikut ini.
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…