Edukasi

5 Cara Mengatasi Jerawat yang Benar Menurut Apoteker

Majalah Farmasetika (V1N7-September 2016). Apoteker bisa berperan lebih dalam mengedukasi masyarakat yang mengalami masalah gejala acne vulgaris atau jerawat jika mengetahui seluk beluk terkait penyebab dan cara terapi yang benar. Brittany Myers, PharmD, Apoteker dari MCPHS University di Boston, membeberkan 5 cara mengatasi jerawat dengan benar.

Sekitar 50 juta penduduk dunia mengalami gejala acne vulgaris, suatu inflamasi kronik pada kulit yang dapat berupa komedo putih, komedo hitam, papul, bisul, dan bintil. Sebesar 85% persen remaja melaporkan mengalami jerawat dan 12% orang dewasa dapat terus mengalami jerawat setelah lewat masa remaja. Faktor-faktor yang menyebabkan jerawat yaitu hiperkeratinisasi folikular, kolonisasi mikroba, pembentukan sebum, dan mekanisme inflamasi.

Bakteri yang paling sering menyebabkan jerawat yaitu Propionibacterium acnes, suatu bakteri batang gram positif anaerobik. Pemeriksaan mikroba tidak perlu dilakukan untuk kebanyakan jerawat kecuali resisten terhadap pengobatan konvensional. Kadar androgen juga berperan dalam patogenesis jerawat, tetapi kebanyakan pasien yang mengalami jerawat memiliki kadar hormon yang normal sehingga kadar androgen lebih berperan dalam penyembuhan, bukan diagnosis.

1. Pemilihan Asupan Makanan

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asupan makanan memengaruhi keparahan jerawat. Beberapa data menunjukkan bahwa makanan berbasis gula tunggi lebih dapat memicu jerawat. Penelitian klinis menunjukkan pasien dengan indeks glikemik dan indeks massa tubuh yang lebih rendah lebih jarang mengalami jerawat, menurunkan kadar androgen bebas dan meningkatkan sensitivitas insulit. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa asupan susu meningkatkan risiko jerawat, terutama susu skim. Wanita yang mengonsumsi susu lebih dari dua gelas sehari memiliki risiko jerawat lebih besar hingga 44%.

2. Pengobatan Topikal

Terapi first-line ditentukan berdasarkan lokasi dan besarnya jerawat. Benzoil peroksida membunuh P. acnes dan salep komedolitik ringan mencegah pembentukan komedo dan noda jerawat. Setelah pasien mulai menggunakan benzoil peroksida, pasien dapat memperoleh hasilnya dalam 5 hari. Jika pasien memiliki kulit sensitif, gunakan formulasi yang lebih ringan dan berbasis air.

Antibiotik topikal tersedia dalam kombinasi dengan benzoil peroksida, yaitu klindamisin (lebih banyak direkomendasikan) dan eritromisin. Asam azelat dan asam salisilat terkadang digunakan untuk memperoleh efek komedolitiknya, tetapi asam azelat memiliki efek mencerahkan kulit dan harus digunakan dengan hati-hati pada kulit yang lebih gelap.

Retinoid topikal, meliputi tretinoin, adapalene, dan tazarotene, merupakan agen antiinflamasi dan komedolitik yang paling efektif untuk pengobatan topikal. Efek samping retinoid di antaranya kulit kering, mengelupas, eritema, dan iritasi. Jika pasien mengalami salah satu gejala ini, frekuensi penggunaan obat harus dikurangi. Tretinoin tidak stabil terhadap cahaya, harus digunakan sebelum tidur dan tidak boleh digunakan bersama benzoil peroksida karena dapat terinaktivasi.

Tazarotene memiliki efek samping untuk wanita hamil, sehingga untuk wanita hamil harus diberikan konseling dengan ketat saat menerima resep ini. Tazarotene tidak tersedia di Indonesia.

Gel adapalene 1% disetujui digunakan pada pasien minimal usia 9 tahun dan tretinoin 0,05% mikron disetujui untuk pasien lebih dari 10 tahun. Semua produk retinoid lainnya disetujui untuk pasien lebih dari 12 tahun dan penggunaannya dibatasi pada jerawat dengan onset awal.

3. Terapi Antibiotik

Antibiotik sistemik diindikasikan untuk jerawat sedang hingga parah dan harus digunakan dalam bentuk kombinasi dengan retinoid topikal. Akan tetapi, monoterapi antibiotik sistemik bukan merupakan terapi yang tetap karena adanya kemungkinan resistensi yang terbentuk terhadap antibiotik sistemik dan adanya laporan hubungan antara penggunaan antibiotik sistemik dan munculnya inflammatory bowel disease, faringitis, dan infeksi Clostriduym difficile. Pasien yang mulai menggunakan antibiotik sistemik harus terus dievaluasi setiap 3 hingga 6 bulan dan segera dihentikan secepat mungkin.

Tetrasiklin, terapi first-line, meliputi doksisiklin dan minosiklin, bekerja dengan mengikat ribosom bakteri subunit 30S serta memberikan efek antiinflamasi. Apoteker harus memastikan dosisnya diberikan dengan tepat. Doksisiklin paling efektif pada dosis 1,7 hingga 2,4 mg/kg dan dapat diberikan satu atau dua kali sehari. Pasien harus diberikan informasi mengenai efek samping gangguan gastrointestinal, fotosensitivitas, dan efek pusing yang mungkin terjadi.

Eritromisin dan azitromisin merupakan antibiotik makrolida terapi second-line. Azitromisin, diberikan 3 kali seminggu hingga 4 kali sebulan untuk mengobati jerawat. Makrolida dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal dan, pada kasus berat, abnormalitas konduksi jantung dan bahkan hepatoksisitas.

Bactrim efektif dalam mengobati jerawat dengan menghambat sintesis asam folat pada bakteri. Akan tetapi, bactrim jarang digunakan karena agen lainnya terbukti lebih efektif. Pasien harus diberikan informasi mengenai efek samping yang mungkin terjadi, meliputi gangguan gastrointestinal, fotosensitivitas, serta gatal, pengelupasan, dan ruam alergi pada kulit. Selain itu, bactrim tidak boleh digunakan untuk jangka-panjang karena kemungkinan terjadinya neutropenia, agranulositosis, anemia, dan trombositopenia.

Klik halaman berikutnya >>

4. Terapi Hormonal

Kontrasepsi oral juga dapat membantu mencegah jerawat dengan mengatur kadar hormon. Kontrasepsi yang saat ini disetujui oleh FDA untuk pengobatan jerawat yaitu ethynil estradiol/norgestimate, thinyl estradiol/norethindrone acetate/ferrous fumarate, ethinyl estariol/dropirenone, dan ethinyl estradiol/drospirenone/levomefolate. Kontrasepsi ini menurunkan produksi androgen dan mengikat testosteron yang bersirkulasi bebas untuk mencegah aktivasi reseptor androgen, mencegah pembentukan jerawat akibat hormon.

Apoteker harus memberikan informasi pada pasien bahwa kontrasepsi harus digunakan secara teratur selama 3 bulan untuk memperoleh pemulihan yang signifikan pada jerawatnya. Akan tetapi jika dikombinasikan dengan pengobatan topikal, pasien dapat lebih cepat mengalami pemulihan. Pasien juga harus diberi informasi mengenai efek samping yang mungkin terjadi, meliputi menstruasi yang tidak teratur, gangguan pencernaan, kram, mual, muntah, payudara kaku, dan perubahan pada sekret vaginal.

Kontrasepsi oral mengatasi jerawat dengan sangat efektif, tetapi pasien harus mempertimbangkan risiko dan efek samping yang mungkin terjadi. Efek samping berat jangka panjang yang mungkin terjadi di antaranya penggumpalan darah, kanker payudara, kanker serviks, penurunan massa tulang, dan penurunan produksi estrogen alami.

Spironolakton juga dapat diresepkan untuk pengobatan jerawat karena kerja antagonis reseptor aldosteron yang kuat, menurunkan pengikatan testosteron dan dihidrotestosteron pada reseptor aldosteron di sel-sel kulit. Spironolakton biasanya dihindari untuk pria karena adanya kemungkinan pembentukan ginokomastia, tetapi biasanya dapat ditoleransi dan efektif pada wanita. Efek samping yang umum terjadi di antaranya peningkatan frekuensi urinasi, menstruasi yang tidak teratur, pembesaran/kekakuan payudara, sakit kepala, pusing, dan kelelahan. Jika digunakan secara bersamaan dengan kontrasepsi, pasien dapat mengalami hiperkalemia dan harus diawasi. Akan tetapi, pasien yang lebih muda dan lebih sehat biasanya tidak mengalami masalah dan perubahan hiperkalemianya sangat rendah. Spironolakton belum tersedia di Indonesia.

5. Isotretinoin

Isotretinoin merupakan suatu isomer asam retinoat dan disetujui oleh FDA untuk jerawat parah yang resisten terhadap pengobatan lainnya. Isotretinoin mengurangi produksi sebum, lesi jerawat, luka, dan bahkan ansietas dan depresi.

Dosis awalnya 0,5 mg/kg/hari dan ditingkatkan 1 mg/kg/hari untuk mempertahankan dosis. Beberapa pasien dapat menoleransi dosis yang lebih tinggi, tetapi penelitian menunjukkan pasien yang mengonsumsi dalam dosis pertahanan memiliki laju kambuh yang jauh lebih rendah dan jerawat dapat diatasi.

Pasien harus menghindari kehamilan selama penggunaan obat ini karena risiko teratogeniknya. Selain informasi efek samping obat (gangguan pencernaan, kulit kering/mengelupas, mudah marah, dan depresi), apoteker juga harus menyarankan baik pria maupun wanita untuk menggunakan dua jenis kontrasepsi saat pasien atau pasangannya mengonsumsi obat ini, biasanya berupa kontrasepsi obat dan kondom untuk pria.

Sumber: http://www.pharmacytimes.com/contributor/brittany-myers-pharmd/2016/09/how-to-manage-acne-vulgaris#sthash.5Jy2woLH.dpuf

Hafshah

Hafshah Nurul Afifah, S.Farm., Apt. meraih gelar sarjana dari Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran pada tahun 2012. Gelar apoteker diperoleh dari Program Studi Profesi Apoteker Universitas Padjadjaran pada tahun 2016. Tahun 2012 hingga 2013 bekerja full-time sebagai editor buku farmasi di CV. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Saat ini masih aktif sebagai editor dan penerjemah lepas serta bekerja sebagai staff Quality Assurance di sebuah industri farmasi swasta di Bandung.

Share
Published by
Hafshah

Recent Posts

FDA Menyetujui V116 untuk Pencegahan Penyakit Pneumokokus Invasif dan Pneumonia

Majalah Farmasetika - V116 (Capvaxive; Merck) menimbulkan respons imun yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembanding…

23 jam ago

Axicabtagene Ciloleucel Aman dan Dapat Ditoleransi untuk Limfoma Sistem Saraf Pusat yang Kambuh dan Refrakter

Majalah Farmasetika - Para peserta dalam penelitian ini menunjukkan respons yang tahan lama selama lebih…

2 hari ago

Menkes Gratiskan Biaya Penerbitan Surat Tanda Registrasi Tenaga Kesehatan

Majalah Farmasetika - Kabar baik datang dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Melalui Peraturan Menteri Kesehatan…

2 minggu ago

FDA Menyetujui Tablet Pelepasan Perpanjangan Sekali Sehari Deutetrabenazine untuk Mengobati TD dan HD Chorea

Majalah Farmasetika - FDA telah menyetujui deutetrabenazine (Austedo XR; Teva Pharmaceuticals) sebagai pilihan pengobatan oral,…

3 minggu ago

Studi Menemukan Dewasa yang Menggunakan ENDS Memiliki Risiko Penyakit Asma yang Lebih Tinggi pada Usia yang Lebih Awal

Majalah Farmasetika - Dewasa yang tidak melaporkan penggunaan sistem pengiriman nikotin elektronik (ENDS) selama 3…

3 minggu ago

Asosiasi Ditemukan Antara Suplemen Peningkatan Pria OTC dan Cedera Hati

Majalah Farmasetika - Janji-janji peningkatan seksual mungkin menjerat pasien yang tidak curiga dengan efek samping…

3 minggu ago