farmasetika.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengeluarkan safety alert terkait obat ambroksol hidroklorida pada tanggal 17 Mei 2017 yang merupakan lanjutan dari safety alert terkait ekspektoran ambroksol dan bromheksin pada tahun 2016.
Badan POM telah melakukan pengkajian terkait re-evaluasi indikasi ambroksol untuk asma bronkial pada tanggal 12 April 2017. Re-evaluasi indikasi tersebut merupakan tindak lanjut hasil pengkajian aspek keamanan obat ambroksol dan Bromheksin terkait risiko alegi berat (severe allergic reactions) dan SCARS (severe cutaneous adverse reactions) pada tanggal 11 Desember 2015.
Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, Badan POM merasa perlu untuk melakukan perbaikan informasi produk (penandaan) pada bagian indikasi untuk semua produk obat yang mengandung ambroksol.
Secara preklinis ambroksol hidroklorida menunjukkan aktivitas meningkatkan sekresi saluran napas. Obat ini meningkatkan produksi surfaktan paru dan menstimulasi aktivasi silier. Berbagai aksi ini menyebabkan peningkatan aliran dan transport mukus (bersihan mukosilier).
Perbaikan bersihan mukosilier ditunjukkan dalam berbagai uji Minis farmakologik. Perbaikan sekresi cairan dan bersihan mukosilier memfasilitasi ekspetorasi dan memudahkan batuk. Penggunaan ambroksol yang bersifat sebagai sekretolitik pada pasien asma bronkial akan menyebabkan pasien tidak berhenti memproduksi sekret sehingga inflamasi akan tetap terjadi.
Dalam rangka meningkatkan perlindungan kepada masyarakat, dan setelah dilakukan kajian terhadap data-data studi yang tersedia, Badan POM RI menetapkan tindak lanjut regulatori berupa perbaikan penandaan untuk produk obat yang mengandung ambroksol sebagai berikut:
There have been reports of severe skin reactions such as erythemamultiforme, Stevens-Johnson syndrome (SJSYtoxic epidermal necrolysis (TEN) and acute generalised exanthematous pustulosis (AGEP) associated with the administration of <active substance>. If symptoms or signs of a progressive skin rash (sometimes associated with blisters or mucosal lesions) are present, <active substance> treatment should be discontinued immediately and medical advice should be sought,
Immune system disorders
Rare: hypersensitivity reactions
Not known: anaphylactic reactions including anaphylactic shock, angioedema and pruritus
Skin and subcutaneous tissue disorders
Rare: rash, urticaria
Not known: Severe cutaneous adverse reactions (including erythema multiforrne, stevens-johnson syndrome/toxic epidermal necrolysis and acute generalized exanthematous pustulosis).
Badan POM RI akan secara terus menerus melakukan pemantauan aspek keamanan obat, dalam rangka memberikan perlindungan yang optimal kepada masyarakat, dan sebagai upaya jaminan keamanan obat yang beredar di Indonesia.
Sumber :
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…