Farmasetika.com – Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit metabolik kronis yang menyebabkan komplikasi vascular sehingga dapat memperlambat dalam penyembuhan luka.
Pasien dengan riwayat diabetes melitus tipe 2 jika mengalami luka pada bagian anggota tubuh dapat menyebabkan amputasi bahkan dapat meningkatkan penyebab kematian[1]. Ulkus yang terjadi pada penderita diabetes melitus memiliki prevalansi sebesar 27% pertahun di Amerika Serikat[2,3].
Telah banyak pengobatan yang dikembangkan termasuk dalam pengembangan sel dan gen dari terapi molekuler, tetapi hal tersebut belum mampu dalam mengatasi masalah diabetes melitus [4,5].
Luka diabetes pada kaki merupakan penyakit statis vena dengan penyembuhan non-penyembuhan kronik. Luka diabetes juga disebut dengan diabetic foot ulcers (DUFs). DUFs merupakan komplikasi diabetes yang sangat serius karena hampir 15% penderita diabetes mengalami DUFs dan 84% mengalami amputasi akibat DUFs yang semakin sulit untuk diatasi [6].
Penderita diabetes mengalami banyak gangguan dalam penyembuhan multifaktorial, angiogenesis disfungsional yang merupakan faktor pertama yang mengalami perubahan mikrovaskular dan defisiensi pada kedua sel endotel [7-8]. Sel yang berperan dalam penghambatan penyembuhan luka diabetes adalan sel progenitor endothelial [9-13].
Manusia memiliki berbagai faktor pertumbuhan dan sitokin yang dapat berperan pada penyembuhan luka kronis diabetes melitus, seperti platelet derived growth factor (PDGF), basic fibroblast growth factor (BFGF), epidermal growth factor (EGF) and vascular endothelial growth factor (VEGF).
Amnion selain menjadi faktor pertumbuhan dan sitokin juga sebagai substrat dalam pertumbuhan, kolonisasi dan adhesi keratinosit, amnion juga memiliki kemampuan dalam menurunkan resiko terjadinya infeksi karena amnion mempunyai sifat anti-mikroba [14].
Platelet derived growth factor (PDGF) memiliki peran yang sangat penting dalam penyembuhan luka [15]. PDGF memiliki aktivitas biologis yang dimeditasi oleh 2 transmembran yaitu reseptor tirosin kinase yang disebut reseptor α dan β kedua sel ini dapat mengikat rantai sel A- dan rantai pada B-. Pada PDGF reseptor α dan β memiliki kemampuan dalam menginduksi sinyal mitogenik, akan tetapi hanya reseptor β yang mampu dalam menengahi stimulasi dari chemotaxis [16].
PDGF merupakan mitogen utama pada serum yang mensenchymally sel turunan yang mempengaruhi faktor pertumbuhan sel pertama yang merupakan chemotactic pada sel yang mengalami migrasi pada penyembuhan luka, seperti neutrofil, monosit, fibroblast dan pada sel otot polos [16].
Trombosit yang berperan dalam hadirnya PDGF dalam tubuh manusia kemudian trombosit akan melepaskan PDGF setelah terjadi degranulating pada daerah luka [17].
Penyembuhan luka pada diabetes sangat sulit tetapi dapat diatasi dengan faktor pertumbuhan termasuk PDGF [18]. Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya ditemukan bahwa pada proses penyembuhan luka PDGF dan reseptor selama proses tersebut didapatkan hasil dengan total RNA kulit punggung normal dan pada kulit punggung yang luka dengan berbagai stage yang berbeda pada pengujian RNAse, data menunjukan bahwa PDGF dan reseptornya mampu memperbaiki luka pada tikus diabetes melitus.
Mekanisme PDGF dalam melepaskan platelet adalah pada saat terjadinya pendarahan, karena pada dasarnya platelet sangat mengandung PDGF dengan kadar yang tinggi [16].
Pada saat penyembuhan luka PDGF menarik banyak sel kedalam luka, seperti neutrofil, monosit, fibroblast dan sel otot polos, sehingga PDGF dapat berperan lebih cepat dalam penyembuhan luka.
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolic yang biasanya di sertai dengan gangguan pada penyembuhan fraktur dan gangguan pada penyembuhan luka. Beberapa studi yang telah dilakukan dengan pengembangan biologis molekuler dengan melibatkan berbagai faktor yang dapat berperan dalam metabolismme tulang, salah satu actor pertumbuhan yang dapat digunakan adalah Basic Fibroblast Growth Factor atau biasa disebut BFGF/FGF.
Fraktur merupakan kondisi dimana tulang mengalama kontinuitas tulang. Menurut Histologi dan perubahan sitologi proses penyembuhan meliputi 3 tahap : tahap pertama pengorganisasian tulang pada hematoma bahkan pembengkakan yang terjadi dapat menyebabkan nekrosis pada jaringan lunak tulang kemudian dapat menyebabkan respon inflamasi kemudian terjadi organisasi hematoma dan terjadi pembentukan granulasi. Pada tahap kedua adalah tahap pororsis primer, proses ini adalah proses jembatan pada kalus atau sekumpulan sel-sel yang membela dan membentuk amorphous. Tahap ketiga adalah proses pencetakan pelat tulang [19-22].
Proses penyembuhan fraktur merupakan suatu proses penyesuaian secara bersamaan dan terlokalisir. penyembuhan fraktur diabetes melibatkan sitokin dan interaksi dari sitokin dapat mempengaruhi proses penyembuhan fraktur [23-24].
Ulkus sering terjadi pada penderita diabetes melitus, adanya ulkus dapat berawal dari neuropati perifer atau terjadinya perubahan mekanis pada kaki. Ulkus pada kaki diikuti dengan penanganan dengan menggunakan EGF yang mengandung sel disekitar lesi[25-28]. Nanofibers electrospun memobilisasi EGF untuk penyembuhan luka pada ulkus diabetes dan daerah luka pada ulkus menunjukan respon keratenosit yang lebih tinggi dengan aktivitas penyembuhan yang tinggi [29].
EGF merupakan reseptor yang mengatur efek pada intraseluler dari ligan EGF dan transformasinya pada faktor pertumbuhan [30-32]. Telah diketahui bahwa pada reseptor EGF yang terikat pada ligan domain ekstraselulernya disebut juga ektodomain, dan akan terjadi peningkatan proporsi dimerized reseptor dan akan terjadi juga peningkatan pada aktivitas intrasel domain pada enzim tirosin kinase [33-35].
Katalis kinase dari reseptor EGF fosfat akan terikat dengan ATP dan menuju ke tirosin ke residu pada substrat ke eksogen dan domain pada terminal C di EGF yang berakhir dengan cara trans [36-37]. Setelah fosforilasi tirosin terinduksi beberapa signal jalur akan terbuka untuk terminal C phospothyrosines dengan pengiriman sinyal sesuai pada molekulnya [38-39].
Ketika reseptor EGF kinase mengikat ligan kemudian akan menginduksi migrasi reseptor EGF dari komponen caveolae/raft dari sel membran ke komponen membrane [40]. Pada Saat terjadinya pengelompokan pada reseptor EGF selanjutnya akan terjadi lapisan yang berlubang pada clathirn yang selanjutnya akan di internalisasikan [41-43].
Luka kronis merupakan suatau masalah klinis yang paling sering terjadi pada usia lanjut atau biasanya disertai dengan masalah kesehatan yang berhubungan dengan berbagai jenis penyakit seperti statis vena, diabetes melitus atau inusiensi vascular perifer pada kondisi ini bias menyebabkan terjadinya hipoksia [44] dan ditambah dengan usia lanjut atau penuaan dapat menjadi suatu kendala dalam proses penyembuhan luka [45].
Mekanisme dari mRNA KGF mesenchyme-specific dengan reseptor afinitas yang sangat tinggi dan hanya tinggal pada sel epitel [46]. Transgen reseptor KGF memberikan peran penting dalam penyembuhan luka kulit dengan penundaan repithelialization [47].
Penelitian yang banyak dilakukan menunjukan hasil in vitro dimana KGF banyak merangsang keratenosit, Karena faktor pertumbuhan tersebut terikat pada isoform 2iiib dari FGFR [48-50].
Pengobatan luka diabetes dengan faktor pertumbuhan prospektif untuk dikembangkan sebagai pilihan terapi utama untuk luka kronis dalam diabetes.
DAFTAR PUSTAKA
Majalah Farmasetika - Konferensi | Asembia Specialty Pharmacy Summit Dengan 50 produk biosimilar yang disetujui…
Majalah Farmasetika - FDA telah menyetujui formulasi adalimumab-adbm (Cyltezo; Boehringer Ingelheim) yang berkonsentrasi tinggi dan…
Majalah Farmasetika - Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) memberikan desain jalur cepat…
Majalah Farmasetika - Menurut hasil dari sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam JAMA Network Open,…
Majalah Farmasetika - Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) telah menerima aplikasi lisensi biologis (BLA)…
Majalah Farmasetika - Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) telah menyetujui ustekinumab-aekn (Selarsdi; Teva Pharmaceuticals,…