farmasetika.com – Nanoteknologi adalah manipulasi materi pada skala atomik dan skala molekular. Diameter atom berkisar antara atom terkecil yaitu 62 pikometer pada atom Helium dan sampai atom terbesar 520 pikometer yaitu atom Cesium, sedangkan kombinasi dari beberapa atom membentuk molekul dengan kisaran ukuran nano. Deskripsi awal dari nanoteknologi mengacu pada tujuan penggunaan teknologi untuk memanipulasi atom dan molekul untuk membuat produk berskala makro. Deskripsi yang lebih umum adalah manipulasi materi dengan ukuran maksimum 100 nanometer. Salah satu aplikasi utama nanoteknologi adalah nanopartikel yang digunakan dalam zat atau senyawa obat.
Pada 2008, Project on Emerging Nanotechnologies memperkirakan ada sekitar 800 produk nanoteknologi yang tersedia secara umum, dengan 1 produk baru muncul tiap 3-4 minggu. Sebagian besar aplikasi terbatas pada penggunaan nanomaterial pasif “generasi pertama” yang diantaranya termasuk titanium dioksida pada tabir surya, kosmetik, pelapis permukaan, dan beberapa produk makanan, perak pada pengemasan makanan, pakaian, desinfektan, dan peralatan rumah tangga, seng oksida pada tabir surya dan kosmetik, pelapis permukaan, cat, dan pernis furnitur; dan serium oksida sebagai katalis bahan bakar. Nanoteknologi memungkinkan peralatan medis yang ada saat ini menjadi lebih murah dan mudah digunakan.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia telah mengembangkan nanoteknologi sejak tahun 2000an namun belum mampu mengkomersilkannya. Hal yang paling mendasar dalam menghambat perkembangan teknologi nano di Indonesia adalah ketiadaan alat pengukuran (metrologi) nanomaterial. Bambang Subiyanto, Kepala Pusat Inovasi LIPI menyatakan bahwa sudah 13 tahun pengembangan nanoteknologi di Indonesia berjalan sehingga tahap yang dituju sekarang adalah komersialisasi produk nanomaterial berbasis kegiatan riset.
Nanopartikel adalah partikel yang berukuran antara 1 dan 100 nanometer. Dalam nanoteknologi, suatu partikel didefinisikan sebagai objek kecil yang berperilaku sebagai satu kesatuan terhadap sifat dan transportasinya. Partikel lebih jauh diklasifikasikan menurut diameternya. Partikel ultrahalus serupa dengan nanopartikel dan berukuran antara 1 dan 100 nanometer, partikel halus berukuran antara 100 dan 2,500 nanometer, dan partikel kasar berukuran antara 2,500 dan 10,000 nanometer.
Penelitian ilmiah tentang nanopartikel sangat intensif karena memiliki banyak aplikasi potensial dalam kedokteran, fisika optika, dan elektronika. Istilah “nanopartikel” tidak biasanya diterapkan untuk molekul individu biasanya mengacu pada material anorganik.
Nanopartikel menjadi jembatan antara material ruah dan struktur atom atau molekul. Suatu material ruah harus memiliki sifat fisik yang konstan terlepas dari ukurannya, tetapi pada skala nano sifat yang tergantung pada ukuran sering diamati.
Dengan demikian, sifat material berubah ketika ukuran mereka mendekati skala nano dan ketika persentase dari permukaan dalam hubungannya dengan persentase volume material menjadi signifikan. Untuk material ruah yang lebih besar dari satu mikrometer (atau mikron), persentase permukaan tidak signifikan dalam kaitannya dengan volume dalam sebagian besar materi. Oleh karena itu sifat yang menarik dan kadang-kadang tak terduga dari nanopartikel adalah sebagian besar disebabkan oleh luas permukaan yang besar pada material, yang mendominasi kontribusi yang diberikan oleh sebagian kecil dari materi.
Nanopartikel semi padat dan lembut telah diproduksi. Suatu prototipe nanopartikel yang bersifat semi-padat merupakan liposom. Berbagai jenis nanopartikel liposom saat ini digunakan secara klinis sebagai sistem pengiriman untuk obat antikanker dan vaksin.
Nanopartikel separuh hidrofilik dan separuh lainnya hidrofobik disebut partikel Janus dan sangat efektif untuk menstabilkan emulsi. Mereka dapat merakit diri pada antarmuka air/minyak dan bertindak sebagai surfaktan padat. Teknologi penghantaran obat secara terkendali menggambarkan salah satu ilmu, yang melibatkan pendekatan multidisiplin sains, dan berkontribusi pada peningkatan kesehatan manusia. Konsep targeting obat dan penghantaran obat secara terkendali telah digunakan untuk memperbaiki index terapeutik obat dengan meningkatkan lokalisasinya terhadap organ yang spesifik, sel-sel jaringan dan dengan menurunkan potensinya untuk menyebabkan toksisitas atau efek samping pada lokasi normal yang sensitif.
Salah satu contohnya pada terapi kanker, agen kemoterapi memiliki efek toksik terhadap sel tumor sebagaimana pada sel normail lainnya; penghantaran obat yang terkendali pada lokasi penyakit memungkinkan dilakukannya penambahan dosis untuk meningkatkan efiaksi terapeutiknya.
Penghantaran obat terkendali melibatkan gabungan antara obat dengan sistem pembawa yang akan mempengaruhi karakteristik farmakokinetik dan biodistribusinya obat tersebut.
Oleh karena itu, teknologi nanopartikel yang telah digunakan dewasa ini, menjanjikan adanya peningkatan efikasi obat. Distribusi pembawa tersebut dapat dikendalikan melalui pengaturan ukuran dan sifat permukaannya. Sistem partikulat pembawa obat dikarakterisasi dengan mempertimbangkan banyaknya obat yang terjerap, sehingga efek pelepasan obat secara terkendali sama baiknya dengan efek perlindungan obat dari degradasi.
Tujuan utama dalam mendisain nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat adalah untuk mengontrol ukuran partikel, sifat permukaan dan pelepasan zat aktif untuk memperoleh aksi spesifik obat secara farmakologis pada dosis regimennya. Keuntungan dalam menggunakan nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat meliputi :
DAFTAR PUSTAKA
Jackie Y. Ying (2001). Nanostructured Materials. AcademicPress. hal. 5 ISBN 978-0-12-744451-2.
Salata, OV (2004). “Applications of nanoparticles in biology and medicine”. Journal of Nanobiotechnology 2 (1): 3. ISSN 1477-3155. PMC 419715. PMID 15119954.
Taylor, Robert; Coulombe, Sylvain; Otanicar, Todd; Phelan, Patrick; Gunawan, Andrey; Lv, Wei; Rosengarten, Gary; Prasher, Ravi; Tyagi, Himanshu (2013). “Small particles, big impacts: A review of the diverse applications of nanofluids”. Journal of Applied Physics113: 011301. Bibcode:2013JAP…113a1301T. doi:10.1063/1.4754271.
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…