Menurut BPOM melalui situs resminya, pengawasan obat dan suplemen makanan dilakukan secara komprehensif melalui pengawasan produk sebelum beredar (pre-market) dan pengawasan produk setelah beredar (post-market).
Pengawasan pre-marketmerupakan evaluasi terhadap mutu, keamanan, dan khasiat produk sebelum memperoleh nomor izin edar (NIE). Untuk produk yang mengandung bahan tertentu berasal dari babi maupun bersinggungan dengan bahan bersumber babi dalam proses pembuatannya, wajib mencantumkan informasi tersebut pada label.
Pengawasan post-market bertujuan untuk melihat konsistensi mutu, keamanan, dan khasiat produk, yang dilakukan dengan sampling produk yang beredar, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, pemantauan farmakovigilan, pengawasan label, dan iklan.
Produk yang disampling kemudian diuji laboratorium untuk mengetahui apakah obat dan suplemen makanan tersebut masih memenuhi persyaratan yang telah disetujui pada saat evaluasi pre-market. Hasil uji ini menjadi dasar untuk melakukan tindak lanjut terhadap produk yang disampling.
Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito menyampaikan bahwa dalam kasus temuan adanya DNA babi dalam Viostin DS dan Enzyplex , mengindikasikan adanya ketidakkonsistenan informasi data pre-market dengan hasil pengawasan post-market. Hasil pengujian pada pengawasan post-market menunjukkan positif DNA babi, sementara data yang diserahkan dan lulus evaluasi Badan POM RI pada saat pendaftaran produk (pre-market), menggunakan bahan baku bersumber sapi.
Badan POM RI telah memberikan sanksi peringatan keras kepada PT. Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories dan memerintahkan untuk menarik kedua produk tersebut dari peredaran serta menghentikan proses produksi. “Untuk itu Badan POM RI telah mencabut nomor izin edar kedua produk tersebut”, ungkap Penny K. Lukito.
Penny K. Lukito menegaskan, dalam rangka melindungi masyarakat Indonesia, maka Badan POM RI tidak ragu memberikan sanksi berat terhadap Industri Farmasi yang terbukti melakukan pelanggaran.
Jika masyarakat masih menemukan produk Viostin dan Enzyplex di peredaran, agar segera melaporkan kepada Badan POM RI.
“Badan POM RI akan melakukan perbaikan sistem dan terus meningkatkan kinerjanya dalam melakukan pengawasan obat dan makanan untuk memastikan produk yang dikonsumsi masyarakat telah memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu”, ujar Penny K. Lukito.
“Hal ini semakin menunjukkan perlunya penguatan dasar hukum pengawasan Obat dan Makanan melalui pengesahan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan”, tutup Kepala Badan POM RI.