Farmasetika.com – Sejarah penemuan obat sebenarnya dimulai dari hal yang tidak disengaja ketika Alexander Fleming sedang melakukan penelitian terhadap bakteri Staphylococcus.
Ketika penelitiannya telah selesai ia meninggalkan laboratorium dan lupa membersihkan cawan petri yang berisi bakteri tersebut. Sehingga, saat kembali untuk melanjutkan penelitian Fleming melihat cawan petri yang berisikan bakteri terkontaminasi oleh jamur yang menyebabkan perkembangan bakteri menjadi terhambat, jamur itu adalah jamur Penicillium chrysogenum.
Penelitian pun terus dilanjutkan untuk mengetahui senyawa yang terkandung pada jamur Penicillium chrysogenum sehingga lahirlah antibiotik pertama yang disebut Penisilin.
Nah, sejarah diatas menceritakan sesuatu ketidaksengajaan yang bermanfaat, meskipun harus melalui tahapan proses yang panjang dan tidak mudah.
Menurut definisinya obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia 1.
Penemuan dan pengembangan obat terus menerus dilakukan untuk terus menghasilkan produk produk yang bermanfaat di dunia kesehatan.
Tahapan yang dilakukan dalam penemuan dan pengembangan obat yaitu penseleksian target kerja obat, dilanjutkan dengan penentuan senyawa kemudian memprediksi kinerja senyawa berdasarkan struktur kimia (in silico), lalu dilanjutkan dengan pengujian pra klinis (in vitro dan in vivo) dan uji klinis untuk melihat respon obat terhadap tubuh manusia. Jika tahapan pengujian telah dilalui tahapan registrasi merupakan tahapan akhir untuk mendapatkan ijin edar dari pihak yang berwenang demi memperkuat pernyataan keamanan obat.
Target obat biasanya berupa sel, protein, gen, ataupun biofarmasetik. Suatu target obat yang baik adalah target yang dapat menyeleksi beberapa kandidat molekul obat yang secara aktif dapat berinteraksi dengan target sehingga dapat digunakan sebagai obat yang efektif 2.
Target obat untuk sediaan inhalasi umumnya adalah sistem pernapasan. Asma, PPOK, dan infeksi seperti tuberkulosis merupakan penyakit yang biasanya diberikan obat dalam bentuk inhalasi.
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis sistemis di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Mycobacterium tuberculosis merupakan prokariotik dengan benteng pertahanan yang kuat berupa dinding sel yang terdiri dari empat lapisan, yaitu phospholipid bilayer, peptidoglikan, arabinogalaktin, dan asam mikolat (mycolic acids).
Skrining dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa yang akan bekerja di target yang akan diobati. Penentuan senyawa ini dapat dilakukan dengan melakukan sintesis ataupun isolasi dari senyawa yang dimaksud. Hasil dari prosedur skrining ini disebut sebagai senyawa utama, yaitu merupakan kandidat utama untuk obat baru 3.
Selanjutnya dilakukan pendekatan senyawa secara komputasi (in silico). Salah satunya yaitu penambatan molekul secara kimiawi4. Pendekatan secara kimiawi komputasi dapat digunakan untuk memprediksi aktivitas struktur, interaksi yang terjadi antara struktur dengan molekul target atau antara sesama molekul obat.
Setelah mendapatkan senyawa obat yang sesuai, dibuat rancangan formula agar obat dapat dihantarkan dengan baik pada target obat. Sediaan tablet merupakan sediaan yang paling populer karena mudah dalam penanganannya dan cenderung lebih ekonomis.
Namun kini mulai bermunculan teknologi penghantaran obat tertarget dalam bentuk inhalasi khususnya untuk gangguan saluran pernapasan. Contohnya rifampin. Dari awal ditemukan, rifampin diformulasikan menjadi tablet. Kemudian seiring dengan perkembangan teknologi, rifampin kini telah mulai diformulasikan menjadi bentuk inhalasi. Berdasarkan penelitian Mizoe dkk bahwa sediaan rifampin-mannitol efektif dalam menghantarkan obat ke paru-paru.
Uji pra klinis dan uji klinis merupakan tahapan yang penting dalam penemuan dan pengembangan obat. Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk kandidat obat, dari uji ini diperoleh informasi tentang efek farmakologi, profil farmakokinetik dan toksisitas dari kandidat obat. Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi (in vitro), selanjutnya pengujian praklinis dilakukan pada hewan utuh (in vivo).
Hewan yang biasa digunakan adalah hewan dengan galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing, hewan-hewan ini sangat berjasa bagi pengembangan obat. Hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau obat tersebut aman digunakan.
Untuk itu pengujian secara in vitro dilakukan untuk menentukan khasiat obat Pada pengujian in vitro kita dapat memprediksi afinitas dan selektifitas dari zat yang dimaksudkan untuk bekerja dengan reseptor target, dapat juga terlihat mekanisme aksi dari senyawa tersebut. Selanjutnya pengujian In vivo dilakukan menggunakan hewan uji.
Tujuan utama dari eksperimen in vivo adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang sistem biologis dilihat dari perilaku hewan uji. Uji toksisitas juga dapat terlihat pada saat pengujian menggunakan hewan uji, untuk melihat adanya gambaran reaksi biokimia, fisiologik dan patologik pada manusia terhadap suatu sediaan uji.
Hasil uji toksisitas tidak dapat digunakan secara mutlak untuk membuktikan keamanan suatu bahan/ sediaan pada manusia, namun dapat memberikan petunjuk adanya toksisitas relatif dan membantu identifikasi efek toksik bila terjadi pemaparan pada manusia.
Faktor-faktor yang menentukan hasil uji toksisitas secara in vivo dapat dipercaya adalah pemilihan spesies hewan uji, galur dan jumlah hewan, cara pemberian sediaan uji, pemilihan dosis uji, efek samping sediaan uji, teknik dan prosedur pengujian termasuk cara penanganan hewan selama percobaan 7.
Setelah kandidat obat dinyatakan mempunyai kemanfaatan dan aman pada hewan percobaan maka selanjutnya dilakukan uji klinik (diuji pada manusia). Uji pada manusia harus diteliti dulu kelayakannya oleh komite etik. Uji klinik terdiri dari 4 fase yaitu :
Sebagai gambaran, dari 10 ribu senyawa kandidat obat yang diteliti, hanya 1 senyawa obat yang berhasil dipasarkan dan sampai ke pasien.
Obat yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki Izin Edar 8. Setelah melakukan serangkaian pengujian penemuan dan pengembangan obat. Selanjutnya dilakukan registrasi demi mendukung keamanan obat yang akan dikembangkan dengan mendapatkan nomor registrasi sehingga keamanan konsumen lebih terjaga.
Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar. Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
Industri farmasi sebagai pelaku usaha dalam menjalankan usahanya harus mempunyai kewajiban Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan dari obat yang di produksi serta memberi penjelasan penggunaan, Menjamin mutu obat yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu yang berlaku. Nah semua proses ini semata mata demi menjamin keamanan produk yang akan digunakan oleh masyarakat 9.
Dari sisi biaya, dengan proses yang panjang, menemukan suatu obat baru sangatlah mahal dan perlu investasi jangka panjang, tidak heran umumnya industri farmasi di Indonesia jarang melakukan riset sampai ditemukan obat baru hingga dipasarkan, tidak heran impor bahan baku farmasi masih diatas angka 90%.
DAFTAR PUSTAKA
Penulis : Hairunnisa, Program Magister Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Majalah Farmasetika - PT Kimia Farma (Persero) Tbk, perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia, saat ini…
Majalah Farmasetika - Tinjauan mengenai persyaratan bagi apotek yang mempertimbangkan untuk memesan senyawa dari fasilitas…
Majalah Farmasetika - Setelah sebelumnya disetujui pada Juni 2023 dalam proses Accelerated Approval, FDA telah…
Majalah Farmasetika - Persetujuan ini menandai antibodi bispesifik pengikat sel T pertama dan satu-satunya yang…
Majalah Farmasetika - Pengajuan lisensi biologis (BLA) untuk patritumab deruxtecan menerima surat tanggapan lengkap karena…
Majalah Farmasetika - Setelah lebih dari 2 dekade, produk inhalasi pertama dengan mekanisme aksi baru…