Farmasetika.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia telah menyetujui 4 obat baru berdasarkan rilis dari situs resmi Badan POM selama tahun 2018.
Badan POM pada tanggal 22 Januari 2018 menyetujui izin edar obat Nintedanib untuk pengobatan fibrosis paru idiopatik (Idiopathic Pulmonary Fibrosis-IPF)), kapsul lunak 100 mg dan 150 mg dengan nama dagang Ofev (pendaftar PT. Boehringer Ingelheim Indonesia).
Proses registrasi obat ini menjadi prioritas Badan POM karena saat ini penyakit fibrosis paru masih digolongkan sebagai penyakit langka dan modalitas untuk pengobatannya masih terbatas.
Fibrosis paru ditandai dengan adanya jaringan parut pada paru-paru yang menyebabkan kerusakan dan terganggunya fungsi paru-paru. Kerusakan ini menyebabkan jaringan di sekitar kantung udara di dalam paru-paru (alveolus) menebal dan kaku sehingga sulit bagi oksigen untuk masuk ke dalam darah dan penderitanya akan kesulitan bernafas . Penyebab yang sesungguhnya masih belum diketahui hingga saat ini sehingga penyakit ini biasa disebut juga dengan fibrosis paru idiopatik.
Nintedanib adalah triple angiokinase inhibitor. Nintedanib merupakan senyawa turunan indolinone yang menghambat aktivitas kinase dari vascular endothelial growth factor receptors (VEGFR) l-3, platelet derived growth factor receptors (PDGFR) alp, dan fibroblast growth factor receptors (FGFR) l-3. Dengan penghambatan aktivitas kinase ini, nintedanib dapat menghambat proliferasi, migrasi dan transformasi fibroblast menjadi myofibroblast pada fibroblast paru pasien IPF.
Persetujuan izin edar obat ini berdasarkan pada hasil evaluasi terhadap data khasiat-keamanan dan data mutu. Khasiat dan keamanan nintedanib dievaluasi berdasarkan data uji klinik selama 52 minggu pada pasien yang terdiagnosa IPF. Efikasi obat diukur dengan melihat perbaikan pada fungsi paru (mengukur parameter annual rate of decline in Forced Vital Capacity/FVC) dan perbaikan kualitas hidup (dengan pengukuran menggunakan kuesioner respiratori, yaitu Saint George””s Respiratory Questionnaire/SGRQ). Hasil uji kinik menunjukkan bahwa pemberian nintedanib 150 mg dua kali sehari menunjukkan kemanfaatan klinik pada perbaikan fungsi paru sampai pengamatan minggu ke-52.
Pada 28 Mei 2018, Badan POM telah menyetujui izin edar obat baru untuk pengobatan hiperurisemia kronik, yaitu febuxostat tablet 80 mg dengan nama dagang Feburic (PT. Meprofarm Pharmaceutical Industries).
Hiperuricemia, atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai penyakit asam urat, adalah suatu keadaan kelainan metabolik dimana kadar Asam Urat di dalam darah melebihi nilai normalnya. Batasan pragmastis hiperurisemia yang sering digunakan adalah jika kadar asam urat darah di atas 7,0 mg/dl pada laki-laki dan 6,0 mg/dl pada perempuan. Hiperurisemia ini bisa saja asimptomatik atau tanpa gejala. Apabila keadaan hiperurisemia ini berkepanjangan dapat menyebabkan gout atau artritis pirai. Gout atau artritis pirai merupakan penyakit yang diakibatkan oleh deposisi kristal monosodium urat pada sendi atau jaringan lunak.
Febuxostat merupakan senyawa derivat 2-arylthiazole, yang termasuk dalam golongan non-purine selective inhibitor of Xanthine Oxidase (NP-SIXO). Febuxostat bekerja menurunkan kadar asam urat dalam darah melalui penghambatan selektif enzim Xanthine Oxidase. Pada kadar terapi, febuxostat tidak menghambat enzim lain yang terlibat dalam metabolisme purin atau pirimidin seperti enzim guanine deaminase, hypoxanthine guanine phosphoribosyltransferase, orotate phosphoribosyltransferase, orotidine monophosphate decarboxylase atau purine nucleoside phosphorylase.
Persetujuan izin edar obat ini berdasarkan pada hasil evaluasi terhadap data khasiat-keamanan dan data mutu. Khasiat dan keamanan febuxostat dievaluasi berdasarkan data uji klinik selama 26 – 52 minggu. Efikasi obat diukur dengan melihat penurunan kadar asam urat di dalam darah, yaitu jumlah/persentase pasien yang mencapai kadar asam urat serum < 6.0 mg/dl (357 umol/L). Hasil uji klinik menunjukkan bahwa pemberian Febuxostat tablet 80 mg sekali sehari pada pasien hiperurisemia kronik dengan deposisi kristal urat, termasuk riwayat atau adanya tophus, gout arthritis dan/atau uric nephrolithiasis, dapat menurunkan kadar asam urat di dalam darah/serum.
Badan POM pada 8 Januari 2018 telah menyetujui izin edar obat baru untuk pengobatan fibrosis paru idiopatik (Idiopathic Pulmonary Fibrosis-IPF)), yaitu pirfenidone kapsul 267 mg dengan nama dagang Esbriet (PT. Boehringer Ingelheim)
Proses registrasi obat ini menjadi prioritas Badan POM karena saat ini penyakit fibrosis paru masih digolongkan sebagai penyakit langka dan modalitas untuk pengobatannya masih terbatas.
Pirfenidone merupakan senyawa derivat pyridine. Mekanisme kerja pirfenidone tidak diketahui dengan pasti, namun, data yang ada menunjukkan bahwa pirfenidone memiliki efek antiinflamasi dan antifibrosis pada beberapa studi invitro and studi pada hewan (model fibrosis yang diinduksi dengan bleomisin maupun transplant). Pirfenidone menghambat proliferasi fibroblast, produksi protein terkait fibrosis dan sitokin serta meningkatkan biosintesis dan akumulasi matriks ekstraselular sebagai respon terhadap cytokine growth factor beta(TGF beta) dan platelet derived growth factor (PDGF).
Persetujuan izin edar obat ini berdasarkan pada hasil evaluasi terhadap data khasiat-keamanan dan data mutu. Khasiat dan keamanan pirfenidone dievaluasi berdasarkan data uji klinik selama minimum 72 minggu pada pasien yang terdiagnosa IPF. Efikasi obat diukur dengan melihat perbaikan pada fungsi paru (perubahan Forced Vital Capacity/FVC dari baseline, yang diukur pada minggu ke-72) dan perbaikan kualitas hidup (penurunan dispnea/sesak napas, terjadinya perburukan IPF, kualitas hidup uang diukur dengan Saint George””s Respiratory Questionnaire/SGRQ). Hasil uji kinik menunjukkan bahwa pemberian pirfenidone 3 kapsul 267 mg 3 kali sehari (2403 mg/hari) menunjukkan kemanfaatan klinik pada perbaikan fungsi paru, yang efikasinya konsisten sampai minggu ke-24.
Badan POM telah menyetujui izin edar obat baru untuk terapi pengganti enzim jangka panjang pada pasien dengan penyakit Gaucher tipe 1 dengan nama dagang Cerezyme (pendaftar PT. Aventis Pharma) pada 6 Maret 2018 , yaitu imiglucerase serbuk untuk infus yang merupakan produk biologi. Imiglucerase merupakan obat pertama di Indonesia yang disetujui untuk pengobatan penyakit Gaucher.
Penyakit Gaucher termasuk penyakit langka di Indonesia dan merupakan penyakit kelainan genetik akibat defisiensi enzim lisosomal acid ß-glucosidase. Penyakit ini dapat muncul pada masa bayi, anak-anak, dewasa bahkan orang tua. Enzim acid ß-glucosidase mendegradasi glucosylceramide, suatu komponen penting dalam struktur lipiod membra sel. Adanya defisiensi enzim ini menyebabkan penumpukan glucosylceramide dalam lisosom makrofag. Manifestasi penumpukan terjadi secara kronis pada berbagai organ tubuh terutama hati, limpa dan sumsum tulang yang menyebabkan keadaan patologi.
Imiglucerase adalah produk recombinant macrophage targeted acid ß-glucosidase, yang akan menggantikan fungsi enzim acid ß-glucosidase untuk mendegradasi glucosylceramide sehingga dapat memperbaiki patofisiologi awal dan mencegah patofisiologi sekunder dari penyakit . Imiglucerase dapat mengurangi perbesaran hati dan limfa, memperbaiki dan menormalkan trombositopenia dan anemia, memperbaiki densitas mineral tulang (BMD) dan sumsum tulang, mengurangi nyeri tulang dan bone crises.
Persetujuan izin edar obat ini berdasarkan pada hasil evaluasi terhadap data khasiat-keamanan dan data mutu. Khasiat dan keamanan imiglucerase dievaluasi berdasarkan data uji klinik pada pasien yang terdiagnosa penyakit gaucher yang sebelumnya tidak pernah menerima terapi pengganti enzim. Efikasi obat diukur dengan melihat peningkatan kadar hemoglobin, peningkatan jumlah platelet, penurunan volume hati dan limfa yang diukur dengan magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography (CT). Selain itu juga diukur perbaikan pada fungsi hati (kadar transaminase serum) dan kadar enzim acid phosphatase atau angiotensin converting enzyme, serta perbaikan status tulang. Hasil uji kinik menunjukkan bahwa pemberian imiglucerase 60 U/kg BB secara infus intravena setiap 2 minggu dapat memperbaiki hematologi, organomegali dan status tulang.
Sumber : Badan POM RI https://www.pom.go.id/new/browse/more/issue/16
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…