pic : freedigitalphotos.net
farmasetika.com – Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS (FDA) telah menyetujui tablet Rinvoq (upadacitinib) untuk pengobatan radang sendi (rheumatoid arthritis) yang sedang hingga berat pada orang dewasa, obat ini diperuntukan pada pasien yang sudah intoleran dengan metotreksat (MTR-IX).
Dosis yang dianjurkan adalah 15 mg per hari untuk pasien usia diatas 18 tahun, bisa digunakan sebagai monoterapi atau bisa dikombinasi dengan MTX atau DMARDs nonbiologis lainnya, tidak dianjurkan dikonsumsi bersamaan dengan inhibitor JAK lainnya, DMARDs biologis, dan imunosupresan kuat seperti azathioprine dan cyclosporine.
Upadacitinib sebelumnya dikenal dengan nama ABT-494 termasuk golongan Janus Kinase 1 (JAK1), digunakan dalam pengobatan inflamasi, seperti radang sendi, radang sendi psoriatik, ulcerative colitis, Crohn’s disease,atopic dermatitis, dan ankylosing spondylitis. Enzim JAK dibagi menjadi JAK1, JAK2, JAK3 dan enzim TKY2, yang terlibat dalam jalur sitokin pada gangguan inflamasi serta beberapa fungsi fisiologi normal lainnya contohnya rtythropoiesis dan fungsi imun).
Pada penelitian menunjukkan perbandingan plasma yang sudah terpapar obat upadacitinib yang sudah diformulasikan menjadi tablet lepas lambat (ER) dan lepas cepat (IR) yang digunakan untuk terapi rheumatoid arthritis (RA) pada studi fase 2, pada uji fase 2 ini menunjukkan bahwa pada forula ER tidak ditemukan efek makanan pada obat upadacitinib, dan dari hasil penelitian didapat bahwa formulasi ER upadacitinib mencapai profil tagert sesuai dengan yang diinginkan dan memungkinkan diberikan pemberian dosis sekali sehari pada pasien.
Upadacitinib diberikan 2 kali menggunakan formula lepas cepat (IR) di uji coba fase 2 dengan dosis 3 sampai 18 mg dua kali sehari, dan 24 mg sehari sekali pada studi fase 1 dan 2, hasil pengujian menunjukkan bahwa dosis 6 dan 12 mg dua kali sehari menggunakan formula IR mencapai efek maksimal pada pasien rheumatoid arthritis (RA) dengan riwayat terapi menggunakan metotreksat. Pada uji fase 2 penggunaan obat 2 kali sehari ditakutkan akan mengurangi kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obatnya, karenanya pada uji fase 2 dilakukan perubahan formula menggunakan formula tablet extended release (ER) atau biasa disebut tablet lepas lambat dengan dosis 15 mg dan 30 mg. Pada formula ER upadacitinib menggunakan HPMC sebagai rate conrolling polymer untuk mengontrol pelepasan obat, HPMC dipilih karena HPMC dapat membentuk lapisan hidrogel yang memiliki viskositas yang tinggi bila kontak dengan media, lapisan gel yang terbentuk relatif akan lebih sulit di rusak atau dikikis oleh pelarut, sehingga mencegah larutnya zat aktif pada waktu singkat.
Tidak dianjurkan dikonsumsi bersamaan dengan vaksin, DMARDs biologis, imunosupresan kuat. Perhatian dengan inhibitor CYP3A4 (misal: ketoconazole). Tidak direkomendasikan penggunaan bersama penginduksi CYP3A4 yang kuat (misalnya: rifampisin).
Upadacitinib belum diketahui apakah aman dan efektif untuk pasien yang berumur dibawah 18 tahun.
Sumber :
Penulis : Kenti, Mahasiswa Program Magister Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Majalah Farmasetika - PT Kimia Farma (Persero) Tbk, perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia, saat ini…
Majalah Farmasetika - Tinjauan mengenai persyaratan bagi apotek yang mempertimbangkan untuk memesan senyawa dari fasilitas…
Majalah Farmasetika - Setelah sebelumnya disetujui pada Juni 2023 dalam proses Accelerated Approval, FDA telah…
Majalah Farmasetika - Persetujuan ini menandai antibodi bispesifik pengikat sel T pertama dan satu-satunya yang…
Majalah Farmasetika - Pengajuan lisensi biologis (BLA) untuk patritumab deruxtecan menerima surat tanggapan lengkap karena…
Majalah Farmasetika - Setelah lebih dari 2 dekade, produk inhalasi pertama dengan mekanisme aksi baru…