Majalah Farmasetika – Industri Farmasi masuk ke dalam sektor yang mendapatkan izin dari Pemerintah untuk tetap beroperasi di masa kedaruratan masyarakat COVID-19 dan pemberlakuan PSBB di sejumlah wilayah di Indonesia. Dalam hal ini, Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar dalam pelaksanaan kegiatan kefarmasian di Industri Farmasi guna memastikan bahwa sediaan farmasi yang dihasilkan terbukti aman, berkualitas dan bermanfaat.
Pemerintah telah mengeluarkan protokol kesehatan yang harus dipatuhi bagi pegawai dan perusahaan industri yang tetap mendapatkan izin beroperasi di tengah pandemik COVID-19 ini. Tujuannya adalah agar pelaksanaan operasional industri dapat terus berlangsung dengan tetap mengutamakan upaya pemutusan rantai penularan COVID-19.
Suatu Industri Farmasi harus memiliki 3 orang Apoteker sebagai penanggung jawab, masing-masing pada bagian Pemastian Mutu, Produksi, dan Pengawasan Mutu. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Berikut adalah kewenangan dan tanggung jawab Apoteker di Industri Farmasi.
Pemastian Mutu (QA) | Produksi | Pengawasan Mutu (QC) |
1. Memastikan penerapan sistem mutu;
2. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan; 3. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala; 4. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu; 5. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok); 6. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi; 7. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi; 8. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets; dan 9. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait. |
1. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan;
2. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat; 3. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu); 4. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian produksi; 5. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan 6. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan. |
1. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi;
2. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan; 3. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain; 4. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak; 5. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian pengawasan mutu; 6. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan 7. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan. |
Selain 3 bagian tersebut di atas, Apoteker juga dapat berperan di hampir semua bagian di Industri Farmasi, seperti gudang, office, regulasi, marketing, PPIC, RnD, dan bagian lainnya. Oleh karena itu, seorang Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar dalam pelaksanaan operasional Industri Farmasi.
Per tanggal 31 Maret 2020, Pemerintah mulai menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Sejumlah wilayah pun telah mengajukan pemberlakukan PSBB kepada Pemerintah.
PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu bagi penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19 dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan adanya penyebaran COVID-19 yang lebih luas lagi.
Hingga saat ini, wilayah yang sudah mendapatkan persetujuan pemberlakuan PSBB dari Pemerintah adalah:
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, telah menerapkan PSBB mulai Jumat 10 April 2020 setelah disetujui oleh Menteri Kesehatan, Agus Terawan. PSBB tersebut berlaku selama 14 hari dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan di daerah tersebut.
PSBB juga diterapkan di beberapa wilayah di Jawa Barat, meliputi Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi mulai Rabu (15/4/2020).
PSBB diberlakukan di wilayah Tangerang Raya meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan. Gubernur Banten, Wahidin Halim mengatakan surat keputusan tersebut sudah diterima dan ditandatangani oleh Menteri Kesehatan pada Minggu (12/4/2020).
Menteri Kesehatan juga menyetujui penerapan PSBB di wilayah Kota Pekanbaru, Riau. Keputusan tersebut disampaikan melalui Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/250/2020 pada hari Minggu (12/4/2020).
Selama masa pemberlakuan PSBB ini, kegiatan di tempat kerja wajib diliburkan atau digantikan dengan bekerja dari rumah (Work From Home/WFH), kecuali beberapa sektor yang termasuk ke dalam pengecualian PSBB yang utamanya berorientasi pada layanan masyarakat dan penanggulangan COVID-19, seperti Industri Farmasi.
Mengutip dari Permenkes RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 yang ditetapkan pada 3 April 2020, di dalamnya tersirat bahwa Industri Farmasi termasuk ke dalam sektor pengecualian PSBB. Hal ini tercantum dalam pedoman pelaksanaan PSBB nomor (3a) dan (3d).
Pengecualian peliburan tempat kerja:
Tempat kerja yang masuk ke dalam pengecualin PSBB harus bekerja dengan tetap memperhatikan pembatasan jumlah karyawan serta berpedoman pada protokol kesehatan untuk tetap mengutamakan upaya pemutusan rantai penularan COVID-19.
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian RI mengeluarkan panduan terkait pelaksanaan operasional industri selama masa kedaruratan COVID-19 dan pemberlakuan PSBB di sejumlah wilayah di Indonesia. Kebijakan itu diatur dalam Surat Edaran Menteri Perindustrian Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 yang ditetapkan pada tanggal 7 April 2020.
“Surat edaran ini bertujuan mendukung industri dalam berproduksi namun sesuai dengan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO.” ujar Menteri Perindustrian RI, Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam keterangan tertulis, Rabu (8/4/2020).
“Kami mengharapkan sektor industri dapat tetap memberikan kontribusi terhadap ekonomi nasional walaupun dalam kondisi yang di luar harapan, terutama dari sektor-sektor yang masih memiliki permintaan tinggi.” ujarnya lagi.
Dalam surat edaran tersebut memuat sejumlah aturan yang harus diperhatikan selama masa kedaruratan masyarakat COVID-19, baik bagi perusahaan industri maupun pegawai, yaitu:
PERUSAHAAN INDUSTRI | PEGAWAI |
1. Melakukan screening awal kepada seluruh pegawai melalui pemeriksaan suhu tubuh pada waktu memasuki area pabrik dan pergantian shift.2. Jika ditemukan pegawai yang tidak sehat, maka dilarang melakukan kegiatan perusahaan dan merekomendasikan untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan perushaan/pemerintah.3. Memastikan pegawai yang tidak sehat dan memiliki riwayat perjalanan dari negara atau zona/kota dengan transmisi local COVID-19 dalam 14 hari terakhir tidak memasuki area industri.
4. Memastikan area kerja memiliki sirkulasi udara yang baik dan memiliki fasilitas memadai untuk mencuci tangan, termasuk fasilitas mencuci tangan sebelum memasuki bangunan/gedung. 5. Memastikan ketersediaan sabun dan air yang mengalir untuk mencuci tangan atau pencuci tangan berbasis alcohol serta masker, sarung tangan dan pakaian yang menjamin keamanan pekerja dan produk yang dihasilkan. 6. Meningkatkan frekuensi pembersihan secara rutin antara lain dengan cairan disinfektan untuk area yang umum digunakan, seperti kamar mandi, area makan terutama pada jam padat aktivitas. 7. Melakukan pembatasan jumlah pekerja pada saat penggunaan fasilitas umum, seperti tempat ibadah, kantin, toilet. 8. Menyediakan suplemen dan makanan bergizi untuk seluruh pegawai. 9. Menyiapkan panduan bagi pegawai mulai dari pegawai keluar dari tempat tinggal sampai dengan kembali ke tempat tinggal, dan 10.Turut serta mensosialisasikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan informasi tentang COVID-19 melalui pemasangan banner/spanduk/info grafis pada tempat-tempat yang strategis di area industri. |
1. Jika pada saat berada di area industri merasa sakit atau mengalami demam atau gejala pernapasan seperti batuk/flu/sesak napas, maka pegawai tidak melanjutkan kegiatan dan segera memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan perusahaan/pemerintah.2. Pegawai yang kembali dari negara atau zona/kota dengan transmisi local COVID-19 dalam 14 hari terakhir, maka wajib menginformasikan kepada perusahaan.3. Memakai masker sejak keluar rumah dan memakai masker serta sarung tangan selama berada di area industri.
4. Menjaga jarak minimal 1 meter (social/physical distancing) dan dilarang berkelompok pada saat jam istirahat. 5. Seluruh pegawai harus menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti mencuci tangan secara teratur menggunakan air dan sabun atau pencuci tangan berbasis alcohol serta menghindari menyentuh area wajah yang tidak perlu, dan 6. Dilarang berjabat tangan dengan sesama pegawai atau orang lain, dan pertimbangkan untuk mengadopsi alternatif bentuk sapa lainnya. |
Kebijakan ini diharapkan mampu diikuti oleh setiap pegawai dan perusahaan industri yang memiliki izin beroperasi di tengah wabah COVID-19 dan pemberlakuan PSBB saat ini di Indonesia, salah satu di antaranya adalah Apoteker dan Industri Farmasi. Industri Farmasi harus tetap beroperasi untuk dapat memenuhi permintaan obat yang tinggi selama masa pandemik ini.
Begitu juga dengan Apoteker yang tidak memungkinkan untuk melakukan WFH dan tetap harus bekerja selama masa pandemik ini, seperti Apoteker penanggung jawab bagian produksi karena produksi tetap harus berjalan dan Apoteker harus memastikan bahwa obat diproduksi sesuai dengan prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.
Oleh karena itu, himbauan dan anjuran Pemerintah tersebut di atas harus mampu diterapkan oleh setiap Apoteker dan Industri Farmasi agar kegiatan kefarmasian di Industri Farmasi dapat tetap berjalan dan dapat terus membantu dalam mencegah penyebaran wabah COVID-19 yang sedang terjadi saat ini.
Referensi:
BPOM. 2018. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Kemenperin RI. 2020. Surat Edaran Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019. Jakarta: Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Presiden RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…