Majalah Farmasetika – Di tengah Pandemi Covid-19 yang masih menyerang Indonesia, salah satu hal yang begitu dinanti oleh seluruh Warga Negara Indonesia dan dunia adalah proses pembuatan vaksin terhadap Virus Covid-19.
Vaksin di tengah situasi pandemi seperti saat ini adalah garis pertahanan terakhir bagi keselamatan seluruh warga dunia yang bisa memutus mata rantai penyebaran virus yang telah menewaskan lebih dari sembilan ratus orang di Indonesia tersebut.
Penantian masyarakat tersebut coba dijawab oleh Entalpi Institute yang bekerja sama dengan Institut Pembangunan Jawa Barat Universitas Padjadjaran (InJabar Unpad), Majalah Farmasetika, dan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) mengadakan acara Webinar yang bertajuk “Tantangan Vaksin Covid-19 di Indonesia.” Sabtu, 9 Mei 2020.
Acara seminar ini dilakukan secara online. Hadir sebagai Narasumber adalah Dicky Mahardika Taryono M.Biomed (Peneliti Vaksin dari Departemen Riset PT. Biofarma Indonesia) dan juga Apt. Ilman Silanas, S.Farm, M.Kes (Praktisi Farmasi di RS Hasan Sadikin Bandung) dengan Moderator Apt. Dr. Sriwidodo, M. Si (Fakultas Farmasi, Unpad).
Pengembangan vaksin sendiri bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Ada beberapa tahap yang harus dilalui dalam pembuatan vaksin dari sebuah virus. Secara singkat digambarkan bahwa ada dua tahapan besar dalam pembuatan vaksin, yaitu Tahap Pra-klinis dan Tahap Klinis. Uji coba Pra-klinis dilakukan kepada hewan di laboratorium sedangkan uji coba klinis mulai dicoba pada manusia secara bertahap.
“Dalam prosedurnya, uji coba ke manusia di tahap klinis itu ada tahapannya juga. Ada tiga fase. Fase pertama Diuji coba ke sekelompok populasi dulu, Kedua ke wilayah lebih luas lagi, lalu sampai ke Fase Ketiga di mana disebarkan ke seluruh negara. Jika semua prosedur itu diikuti, maka butuh waktu yang cukup lama untuk vaksin itu bisa digunakan secara masal. Untuk mengembakan seed-nya saja, butuh waktu tiga tahun,” jelas Ilman Silanas.
Namun dalam situasi pandemi seperti ini, WHO mempunya skema regulasi khusus. Vaksin yang sudah lulus pada Fase satu bisa langsung diproduksi untuk disebarluaskan . Hal ini untuk menekan jumlah penderita dan juga korban jiwa akibat sebuah wabah. Hal tersebut disampaikan oleh Dicky Mahardhika. .
“Tentu korban tidak bisa menunggu hasil riset yang begitu panjang di tengah situasi seperti ini. Maka dari itu WHO mempunya protokol khusus dalam situasi seperti ini. Vaksin bisa langsung digunakan segera setelah fase 1 clinical trial selesai,” jelas Dicky.
Sejauh ini, Dicky menjelaskan bahwa di dunia sudah ada delapan jenis vaksin dari berbagai insitusi yang sedang diujikan vaksinnya di tahap satu atau dua dan siap untuk diproduksi secara massal.
Penelitian vaksin tersebut bisa dilakukan dengan cepat kaena rata-rata insitusi tersebut sudah memiliki template riset tentang vaksin Covid-19 dari riset vaksin yang dibuat sebelumnya.
“Misalnya Universitas Oxford di Inggris. Mereka sudah pernah bikin vaksin dari virus lain sebelumnya. Jadi tinggal mereka ambil templatenya lalu mereka langsung terapkan pada Virus Covid-19 ini,” jelas Dicky.
Masalah yang kemudian dihadapi berikutnya adalah produksi vaksin tersebut secara massal untuk didistribusikan kepada seluruh Negara di dunia. Hal tersebut menjadi hambatan karena tidak semua negara di dunia ini memiliki perusahaan produsen vaksin, layaknya Biofarma di Indonesia.
Hal ini juga yang membuat vaksin dari Oxford University kemudian belum bisa secara langsung diproduksi massal karena ketiadaan pabrik vaksin di negara tersebut sehingga mereka berkolaborasi dengan manufaktur vaksin dari India dan Swedia dalam produksi massalnya.
Biofarma sendiri sudah mengerahkan seluruh kemampuan terbaiknya untuk melakukan riset terkait penciptaan vaksin Covid-19 ini.
Biofarma sudah bekerja sama dengan Eijkman Institute dan juga Kementerian Riset dan Teknologi untuk melakukan penelitian dalam pengembangan vaksin tersebut. Apalagi Biofarma selama ini sudah punya rekam jejak yang baik dalam bidang pengembangan vaksin.
“Kami juga melalui Kementerian Luar Negeri diajak berkolaborasi dengan negara-negara lain juga melakukan kontak aktif berkomunikasi dengan forum-forum internasional terkait peluang kerja sama pengembangan vaksin. Insya Allah, kami terus berusaha untuk berkontribusi nyata kepada Indonesia di tengah wabah Covid-19 ini,” tutup Dicky.
Webinar ini masuk kedalam modul online yang dapat diakses di cpd.farmasetika.com . Para apoteker yang tidak sempat mengikuti acara ini bisa melihat rekamannya sekaligus memperoleh 1 SKP IAI bila berhasil menjawab benar 70%.
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…