Majalah Farmasetika – TukysaTM atau (tucanitib) merupakan inhibitor kinase kombinasi antara trastuzumab dengan capecitabine, dimana diindikasikan untuk treatment protein HER2 yang memicu aktifnya metastatik kanker payudara.
Pengembangan obat tukysa dilakukan oleh Seattle Genetics , Inc. dan telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA, US) yang bekerjasama dengan Health Canada, Therapeutic Goods Administration (TGA, Australia), Swissmedic (SMC, Switzerland) dan Health Sciences Authority (HSA, Singapore) pada 17 April 2020.
Tanggal | Progress |
8 Juni 2017 | Cascadian Therapeutics’ Lead Candidate, Tucatinib, Receives Orphan Drug Designation from FDA for Treatment of Breast Cancer Patients with Brain Metastases |
27 September 2017 | Cascadian Therapeutics Announces FDA Orphan Drug Designation Granted to Tucatinib for the Treatment of HER2+ Metastatic Colorectal Cancer |
29 September 2019 | Initial Results from MOUNTAINEER Trial Show Antitumor Activity of Tucatinib Combination in HER2-Positive Metastatic Colorectal Cancer |
21 Oktober 2019 | Seattle Genetics Announces Positive Topline Results from Pivotal Trial of Tucatinib in Locally Advanced or Metastatic HER2-Positive Breast Cancer |
11 Desember 2019 | Seattle Genetics Announces Positive Tucatinib HER2CLIMB Trial Results in Locally Advanced or Metastatic HER2-Positive Breast Cancer Presented at 2019 SABCS and Published in the New England Journal of Medicine |
23 Desember 2019 | Seattle Genetics Announces Submission of Tucatinib New Drug Application to the U.S. FDA for Patients with Locally Advanced or Metastatic HER2-Positive Breast Cancer |
13 Februari 2020 | Seattle Genetics Announces FDA Filing Acceptance for Priority Review of Tucatinib New Drug Application (NDA) for Patients with Locally Advanced or Metastatic HER2-Positive Breast Cancer |
17 April 2020 | FDA Approves Tukysa (tucatinib) for People with Advanced Unresectable or Metastatic HER2-Positive Breast Cancer |
Tumor payudara akan mengalami peningkatan level protein human epidermal growth factor receptor 2 (HER2), dimana dikategorikan sebagai pemicu terjadinya kanker payudara ketika protein HER2 aktif.
Protein HER2 menyebabkan pertumbuhan sel kanker yang ada di payudara. Sel-sel kanker ini tumbuh dan menyebar lebih cepat daripada kanker payudara lainnya.
Gen HER2 menghasilkan protein HER2 yang disebut sebagai protein HER2 atau neu. HER2 adalah protein reseptor yang ditemukan pada permukaan luar sel payudara. Dalam kondisi khas, reseptor HER2 memang untuk mengontrol pertumbuhan sel-sel payudara.
Gen HER2 membuat banyak salinan dari dirinya sendiri. Hal ini menyebabkan amplifikasi gen 10-20% dari kanker payudara. Dengan demikian, maka produksi sejumlah besar salinan protein atau reseptor HER2 mengalami ekspresi berlebih (over). Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan dan multiplikasi sel payudara menjadi tidak terkontrol.
Gejala khas yang terjadi berupa perubahan bentuk payudara, pembengkakan payudara, nyeri pada payudara atau puting susu, lesung pipit atau iritasi kulit, keluarnya cairan dari payudara, kemerahan dan meningkatnya ketebalan kulit atau puting.
Tucatinib melakukan penghambatan terhadap tirosin kinase HER2. Selain itu juga menekan fosforilasi protein HER2 dan HER3, yang mengarah ke penghambatan pensinyalan dari AKT dan MAPK serta pertumbuhan sel. Tukysa juga menunjukkan aktivitas anti-tumor pada HER2 yang mengekspresikan sel tumor.
Obat ini dikombinasikan dengan trastuzumab antibodi anti-HER2 yang menunjukkan peningkatan aktivitas anti-tumor baik secara in-vivo dan in-vitro apabila dibandingkan dengan hanya satu obat saja.
Persetujuan FDA atas Tukysa dalam kombinasinya antara trastuzumab dengan capecitabine didasarkan pada double-blind dan placebo yang dikontrol oleh HER2CLIMB.
Trial HER2CLIMB didatakan anggota dari 612 pasien dengan kanker payudara metastasis HER2-positif, kanker payudara metastasis stadium lanjut atau lokal yang tidak dapat direseksi, dengan atau tanpa metastasis otak.
Pasien sebelumnya dirawat dengan trastuzumab atau pertuzumab atau ado-trastuzumab emtansine (T-DM1) dan kombinasi obat-obatan ini. Pasien diacak (2 : 1) untuk menerima 300 mg tukysa atau plasebo oral dua kali sehari dengan 8 mg/kg trastuzumab sebagai loading dose pada hari 1 dari siklus 1 dan kemudian maintenance dose 6mg/kg pada hari 1 dari setiap siklus 21 hari.
Capecitabine 1000 mg/m2 diberikan secara oral dua kali sehari pada hari 1 hingga 14 setiap siklus selama 21 hari.
Regimen dosis tambahan trastuzumab 600 mg secara bergantian diberikan melalui subkutan pada hari 1 dari setiap siklus selama 21 hari.
Pasien dirawat sampai perkembangan penyakit atau toksisitas yang tidak dapat diterima.
Titik akhir primer adalah progression-free survival (PFS), atau durasi waktu ketika tidak ada pertumbuhan tumor yang diperkirakan oleh Blinded Independent Central Review (BICR) pada 480 pasien pertama secara acak.
Titik akhir tambahan lainnya adalah overall survival (OS), PFS diantara pasien dengan riwayat atau kehadiran metastasis otak, dan dikonfirmasi objective response rate (ORR).
Pasien yang diobati dengan tukysa yang merupakan kombinasi antara trastuzumab dan capecitabine memberikan penurunan 56% dalam PFS atau perkembangan kanker apabila dibandingkan dengan pasien yang menerima trastuzumab dan capecitabine saja.
Pengobatan dengan tukysa menurunkan risiko kematian sebesar 32% apabila dibandingkan dengan trastuzumab dan capecitabine saja. Diberikan pada pasien dengan metastasis otak, obat ini mengurangi PFS sebesar 53,5% dibandingkan dengan trastuzumab dan capecitabine saja.
Efek samping yang paling umum terjadi lebih dari 20% pasien ketika mengkonsumsi tukysa adalah mual, kelelahan, diare, hepatotoksisitas, eritrodisestesia dan muntah palmar-plantar, serta sakit perut, ruam, radang mulut dan bibir, sakit kepala, anemia dan nafsu makan menurun.
Tukysa dapat menyebabkan diare parah termasuk dehidrasi, hipotensi, cedera ginjal akut, dan kematian. Di HER2CLIMB, 81% pasien yang menerima tukysa mengalami diare, termasuk 12% dengan diare grade 3 dan 0,5% dengan diare grade 4. Kedua pasien yang mengalami diare grade 4 kemudian meninggal, dengan diare sebagai penyumbang kematian.
Waktu rata-rata untuk timbulnya episode pertama diare adalah 12 hari dan waktu rata-rata untuk resolusi adalah 8 hari. Diare menyebabkan pengurangan dosis tukysa pada 6% pasien dan penghentian tukysa pada 1% pasien. Penggunaan profilaksis pengobatan anti-diare tidak diperlukan pada HER2CLIMB.
Jika diare terjadi, berikan perawatan anti-diare seperti yang ditunjukkan secara klinis. Lakukan tes diagnostik seperti yang ditunjukkan secara klinis untuk menghilangkan penyebab diare lainnya. Berdasarkan keparahan diare, dosis interupsi, kemudian dosis dikurangi atau atau menghentikan tukysa secara permanen..
Tukysa dapat menyebabkan hepatotoksisitas berat. Dalam HER2CLIMB, 8% pasien yang menerima tukysa mengalami peningkatan ALT> 5 × ULN, 5% memiliki peningkatan AST> 5 × ULN, dan 1,5% memiliki peningkatan bilirubin > 3 × ULN (grade
≥3). Hepatotoksisitas menyebabkan pengurangan dosis tukysa pada 8% pasien dan penghentian tukysa pada 1,5% pasien.
Monitor ALT, AST, dan bilirubin sebelum memulai tukysa, setiap 3 minggu selama perawatan, dan seperti yang ditunjukkan secara klinis. Berdasarkan tingkat keparahan hepatoksisitas, dosis interupsi, kemudian dosis dikurangi atau menghentikan tukysa secara permanen.
Tukysa dapat menyebabkan kerusakan pada janin. Dipertimbangkan pada wanita hamil dan wanita dengan risiko potensial reproduksi pada janin. Kemudian wanita yang memiliki potensi reproduksi, dan pasien pria dengan pasangan wanita yang memiliki potensi reproduksi untuk menggunakan kontrasepsi yang efektif selama pengobatan tukysa dan setidaknya 1 minggu setelah dosis terakhir.
Dosis tukysa yang direkomendasikan adalah 300 mg dengan cara diminum 2 kali sehari dengan kombinasi antara trastuzumab dan capecitabine sampai perkembangan penyakit atau toksisitas yang tidak dapat diterima. Dianjurkan pasien untuk menelan seluruh tablet tukysa dan tidak mengunyah, menghancurkan, atau membelah sebelum menelan.
Kemudian dianjurkan pasien untuk tidak menelan tablet jika rusak, retak, atau tidak utuh. Selain itu, dianjurkan pasien untuk meminum tukysa sekitar 12 jam terpisah dan pada waktu yang sama setiap hari dengan atau tanpa makan.
Jika pasien muntah atau melewatkan dosis tukysa, dianjurkan pasien untuk mengambil dosis berikutnya sesuai jadwal yang biasanya. Ketika tukysa diberikan dengan kombinasi dosis capecitabine yang disarankan adalah 1000 mg/m2 dua kali sehari secara oral diminum dalam 30 menit setelah makan. Tukysa dan capecitabine dapat dikonsumsi secara bersamaan. Resep lengkap untuk kombinasi antara trastuzumab dan capecitabine untuk informasi tentang modifikasi dosis dapat dilihat pada tabel berikut.
Menghentikan tukysa secara permanen pada pasien yang tidak dapat mentoleransi 150 mg per oral dua kali sehari.
Tukysa digunakan dalam kombinasi dengan trastuzumab dan capecitabine. Berdasarkan temuan pada hewan dan mekanisme kerjanya, tukysa dapat menyebabkan kerusakan janin saat diberikan. Tidak ada data manusia yang tersedia tentang penggunaan tukysa pada wanita hamil untuk menginformasikan risiko terkait obat.
Dalam studi reproduksi hewan, pemberian tucatinib pada tikus dan kelinci hamil selama organogenesis menghasilkan kematian janin-janin, penurunan berat janin, dan kelainan janin. Anjurkan wanita hamil dan potensi reproduksi wanita dari potensi risiko pada janin.
Risiko latar belakang cacat lahir utama dan keguguran untuk populasi yang ditunjukkan tidak diketahui. Pada populasi umum di A.S, risiko latar belakang yang diperkirakan dari cacat lahir utama dan keguguran pada kehamilan secara klinis adalah 2% -4% dan 15% -20%.
Tukysa digunakan dalam kombinasi dengan trastuzumab dan capecitabine. Tidak ada data tentang keberadaan tucatinib atau metabolitnya dalam susu manusia atau hewan atau efeknya pada anak yang disusui atau pada produksi susu.
Karena potensi reaksi merugikan yang serius pada anak yang disusui, dianjurkan wanita untuk tidak menyusui selama pengobatan dengan tukysa dan setidaknya 1 minggu setelah dosis terakhir.
Tukysa dapat menyebabkan kerusakan janin saat diberikan kepada wanita hamil. Tukysa digunakan dalam kombinasi dengan trastuzumab dan capecitabine.
Keamanan dan efektivitas tukysa pada pasien anak belum ditetapkan.
Dalam HER2CLIMB, 82 pasien yang menerima tukysa adalah ≥ 65 tahun, diantaranya 8 pasien ≥ 75 tahun. Insiden efek samping serius yang diterima tukysa adalah 34% pada pasien ≥ 65 tahun dibandingkan dengan 24% pada pasien < 65 tahun.
Reaksi merugikan yang serius paling sering terjadi pada pasien yang mengkonsumsi tukysa dan ≥ 65 tahun adalah diare (9%), muntah (6%), dan mual (5%). Tidak ada perbedaan yang diamati secara keseluruhan dalam efektivitas tukysa pada pasien ≥ 65 tahun dibandingkan dengan pasien yang lebih muda. Ada terlalu sedikit pasien ≥ 75 tahun untuk menilai perbedaan dalam efektivitas atau keamanan.
Penggunaan tukysa dalam kombinasi dengan capecitabine dan trastuzumab tidak dianjurkan pada pasien dengan gangguan ginjal berat (CLcr <30 mL/menit diperkirakan oleh Cockcroft-Gault Equation) karena capecitabine dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan ginjal berat.
Tidak ada penyesuaian dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan gangguan ginjal ringan atau sedang (creatinine clearance [CLcr] 30 hingga 89 mL / menit).
Tucatinib meningkat pada pasien dengan gangguan hati berat (Child-Pugh C). Kurangi dosis tukysa untuk pasien dengan gangguan hati berat (Child-Pugh C).
Tidak diperlukan penyesuaian dosis tukysa untuk pasien dengan gangguan hati ringan (Child-Pugh A) atau sedang (Child-Pugh B).
Berdasarkan situs resmi Pusat Informasi Obat Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan (Pionas BPOM) yang dikutip dari cnnindonesia bahwa obat yang digunakan untuk pengobatan terapi kanker payudara di Indonesia adalah trastuzumab yang diberikan pada pasien stadium awal dengan produksi substansi protein HER2 yang mengalami kelebihan.
Obat ini bekerja dengan menempel pada sel kanker HER2, dimana dapat menghentikan proses pembelahan dan pertumbuhan dari sel kanker tersebut dengan diberikan secara infus intravena.
Namun untuk meningkatkan efektifitas dari obat tersebut dalam mengobati kanker payudara yang metastase (kanker payudara yang sudah mencapai stadium 4), maka perlu dikombinasikan dengan obat lainnya.
Berdasarkan obat baru yang dirilis pada 17 April 2020 dari Food and Drug Administration yaitu dinamakan dengan tukysa (kombinasi antara obat trastuzumab dengan capecitabine), dimana sangat efektif untuk mengobati kanker payudara pada tingkat stadium 4 atau kanker tersebut sudah menyebar di luar jaringan payudara seperti tulang, paru-paru, hati maupun otak.
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulan :
Sumber:
https://www.clinicaltrialsarena.com/projects/tukysa-tucatinib-for-the-treatment-of-her2-positive-breast-cancer/
https://www.drugs.com/history/tukysa.html
https://www.seattlegenetics.com/products/tukysa
https://www.breastcancer.org/treatment/targeted_therapies/tukysa
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180717162829-255-314845/mengenal-trastuzumab-obat-kanker-payudara-her2-positif
https://www.fda.gov/drugs/new-drugs-fda-cders-new-molecular-entities-and-new therapeutic-biological-products/novel-drug-approvals-2020
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…