Majalah Farmasetika – Sebuah studi baru dari Institut Teknologi Massachusetts, Harvard, Virginia Tech dan University of Connecticut telah menunjukkan bahwa cuaca yang panas dan lembab memperlambat transmisi coronavirus.
Penelitian menunjukkan bahwa ada sekitar 1,7% pengurangan risiko penularan per derajat Fahrenheit begitu suhu naik di atas 25 ° C / 77 ° F. Reproduksi COVID-19 meningkat 0,8% untuk setiap milibar tambahan tekanan udara di atas 1016 milibar.
Penelitian ini telah diterbitkan di jurnal SSRN pada 22 Maret 2020.
Dalam konteks Amerika, ini berarti suatu tempat seperti New Orleans dapat mengharapkan lebih sedikit insiden selama musim panas, diikuti oleh peningkatan tajam di musim gugur, sedangkan di suatu tempat yang lebih dingin dan lembab, seperti Seattle, akan memiliki aliran kasus yang lebih stabil sepanjang tahun.
Dalam studi tersebut, kecepatan angin juga mempengaruhi penyebaran virus dengan peningkatan satu standar deviasi dalam kecepatan angin yang menghasilkan peningkatan 3,8% dalam tingkat reproduksi virus. Salju meningkatkan transmisi sebesar 1,4% sementara hujan meningkatkannya sebesar 2,9%.
“[Bila dibandingkan dengan influenza] Perbedaan utama adalah bahwa tingkat penularan awal untuk flu relatif lebih rendah karena persentase populasi yang lebih besar telah terserang flu dan kebal. Oleh karena itu, jumlah reproduksi untuk influenza lebih kecil daripada COVID-19. ” ujar Hazhir Rahmandad, associate professor of system dynamics, MIT Sloan School of Management, mengatakan kepada BioSpace (25/5/2020)
Penelitian ini mengikuti studi serupa yang dilakukan di Laboratorium Nasional Lawrence Berkeley, yang akan menerapkan metode pembelajaran mesin untuk memetakan tingkat keparahan, distribusi dan durasi pandemi COVID-19.
Para peneliti telah mengindikasikan bahwa perbedaan geografis mungkin berdampak pada tingkat penularan.
Suhu, kelembaban dan indeks UX semuanya telah dikaitkan dengan tingkat COVID-19, sementara kontak manusia masih tetap sebagai pengaruh dominan pada penyebaran virus.
Misalnya, di belahan bumi selatan penyebaran penyakit lebih lambat, dan tempat-tempat seperti India tampaknya tidak memiliki tingkat penyebaran yang sama dengan negara-negara belahan bumi utara.
Data Badan Pusat Statistik pada tahun 2015 menunjukan Indonesia memiliki suhu rata-rata 26-38 C dengan kelembaban 72-86 % yang sebetulnya tidak cocok untuk virus COVID-19. Hanya penularan antar manusia tetap menjadi yang utama.
Sumber :
Will Coronavirus Pandemic Diminish by Summer? https://ssrn.com/abstract=3556998 https://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3556998
Hot and humid weather can slow COVID-19 transmission, new study findshttp://www.pharmafile.com/news/549752/hot-and-humid-weather-can-slow-covid-19-transmission-new-study-finds
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…