Majalah Farmasetika – Sebuah hasil penelitian diterbitkan di Nature pada 22 Juli yang lebih lanjut menggarisbawahi penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa obat malaria hydroxychloroquine/hidroksiklorokuin/HQC atau chloroquine/klorokuin/CQ tidak mampu mencegah SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, dari replikasi dalam sel paru-paru manusia.
HQC mengalami perjalanan yang tidak mulus. Awalnya disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika Setikat untuk penggunaan darurat. FDA kemudian dengan cepat membalikkan keputusannya ketika muncul banyak laporan kematian yang disebabkan oleh aritmia jantung. Berita itu membuat banyak uji klinis terhenti.
Namun, beberapa ilmuwan terus mempelajarinya dengan harapan menemukan obat untuk virus mematikan ini.
Studi baru ini dilakukan oleh para ilmuwan di Jerman yang menguji HQC pada kumpulan jenis sel yang berbeda untuk mencari tahu mengapa obat ini tidak mencegah virus dari menginfeksi manusia.
Temuan mereka jelas menunjukkan bahwa HQC dapat memblokir virus corona dari menginfeksi sel-sel ginjal dari monyet hijau Afrika. Tapi itu tidak menghambat virus dalam sel paru-paru manusia – situs utama infeksi untuk virus SARS-CoV-2.
Agar virus dapat memasuki sel, ia dapat melakukannya dengan dua mekanisme – satu, ketika protein spike SARS-CoV-2 menempel pada reseptor ACE2 dan memasukkan bahan genetiknya ke dalam sel. Pada mekanisme kedua, virus diserap ke dalam beberapa kompartemen khusus dalam sel yang disebut endosom.
Tergantung pada jenis sel, beberapa, seperti sel ginjal, memerlukan enzim yang disebut cathepsin L agar virus dapat menginfeksi mereka. Namun, dalam sel paru-paru, enzim yang disebut TMPRSS2 (pada permukaan sel) diperlukan. Cathepsin L membutuhkan lingkungan asam untuk berfungsi dan memungkinkan virus menginfeksi sel, sedangkan TMPRSS2 tidak.
Dalam sel ginjal monyet hijau, baik hidroksi klorokuin dan klorokuin menurunkan keasaman, yang kemudian menonaktifkan enzim cathepsin L, menghalangi virus dari menginfeksi sel monyet. Dalam sel paru-paru manusia, yang memiliki tingkat enzim cathepsin L yang sangat rendah, virus menggunakan enzim TMPRSS2 untuk masuk ke dalam sel.
Tetapi karena enzim itu tidak dikendalikan oleh keasaman, HCQ dan CQ tidak dapat memblokir SARS-CoV-2 dari menginfeksi paru-paru atau menghentikan virus dari replikasi.
Ini penting karena beberapa alasan. Satu, banyak waktu dan uang telah dihabiskan untuk mempelajari obat yang banyak ilmuwan katakan sejak awal tidak akan efektif dalam membunuh virus.
Alasan kedua adalah bahwa penelitian yang melaporkan aktivitas antivirus untuk hydroxychloroquine tidak dalam sel paru epitel. Dengan demikian, hasilnya tidak relevan untuk mempelajari infeksi SARS-CoV-2 dengan benar pada manusia.
Ketika para ilmuwan melanjutkan penyelidikan obat-obatan baru serta mencoba menggunakan kembali yang lama, seperti hydroxychloroquine, sangat penting bahwa para peneliti meluangkan waktu untuk memikirkan desain penelitian mereka.
Singkatnya, kita semua yang terlibat dalam pengembangan obat antivirus harus mengambil pelajaran dari penelitian ini. Penting untuk tidak hanya memfokuskan upaya pada pengejaran obat yang secara langsung akan mematikan replikasi virus, tetapi juga untuk mempelajari virus di tempat infeksi utama.
Artikel ini ditulis oleh Katherine Seley-Radtke, Professor of Chemistry and Biochemistry and President-Elect of the International Society for Antiviral Research, University of Maryland, Baltimore County, dan telah diterbitkan di the conversation dengan penyempurnaan, Why hydroxychloroquine and chloroquine don’t block coronavirus infection of human lung cells, https://theconversation.com/why-hydroxychloroquine-and-chloroquine-dont-block-coronavirus-infection-of-human-lung-cells-143234
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…