Majalah Farmasetika – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya memberikan izin edar darurat (Emergency Use Authorization/EUA) untuk Favipiravir untuk pasien COVID-19 derajat ringan dan sedang yang dirawat di rumah sakit kepada Industri Farmasi PT. Beta Pharmacon (Dexa Group) dengan merek dagang Avigan® dan kepada PT. Kimia Farma Tbk.
Selain itu, BPOM juga memberikan izin edar darurat untuk sejak tanggal 19 September kepada Industri Farmasi PT. Amarox Pharma Global, PT. Indofarma, dan PT. Dexa Medica.
Sesuai rilis resmi dari BPOM (5/10/2020), EUA merupakan persetujuan penggunaan obat atau vaksin saat kondisi darurat kesehatan masyarakat, dalam hal ini pandemi COVID-19. Terhadap produk yang telah mendapatkan EUA, BPOM terus melakukan pengawasan penyaluran dan peredaran sejak dari industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana pelayanan kefarmasian.
Pengawasan dapat dilakukan melalui evaluasi pelaporan realisasi importasi, produksi dan distribusi obat yang disampaikan kepada BPOM. Selain itu, BPOM juga mewajibkan industri farmasi selaku pemilik EUA untuk menjamin mutu obat, melakukan uji klinik di Indonesia untuk memastikan khasiat dan keamanan obat, serta melakukan farmakovigilans melalui pemantauan dan pelaporan efek samping obat yang harus disampaikan kepada BPOM. Hal-hal tersebut merupakan upaya BPOM dalam melindungi masyarakat berupa pemastian keamanan, khasiat, dan mutu obat yang beredar.
“Penerbitan EUA diharapkan dapat memberikan percepatan akses obat-obat yang dibutuhkan dalam penanganan COVID-19 oleh para dokter sehingga mempunyai pilihan pengobatan yang sudah terbukti khasiat dan keamanannya dari uji klinik. Dengan tersedianya obat-obat tersebut diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien COVID-19 yang menjadi target pemerintah dalam percepatan penanganan COVID-19,” harap Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito.
“Semoga para dokter dan tenaga kesehatan lain bekerja sama untuk berpartisipasi aktif dalam pemantauan terhadap khasiat dan keamanan melalui kegiatan Farmakovigilans,” lanjutnya.
Farmakovigilans merupakan kegiatan pemantauan dan pelaporan kejadian tidak diinginkan dan/atau efek samping obat pada pasien oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya di fasilitas pelayanan kesehatan. Semua laporan tersebut diterima oleh BPOM dan dievaluasi secara periodik. Apabila terdapat peningkatan frekuensi efek samping, maka BPOM dapat melakukan tindak lanjut dengan memberikan komunikasi risiko dan pencabutan EUA untuk meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan dan perlindungan kesehatan masyarakat.
Sebagai bagian dari Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional serta anggota Satuan Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, selain percepatan akses obat, BPOM juga berupaya melakukan percepatan akses vaksin yang digunakan dalam penanganan COVID-19.
Saat ini, sebagaimana diketahui BPOM sedang mengawal uji klinik fase III Vaksin Sinovac oleh PT. Bio Farma bekerja sama dengan FK Unpad. Vaksin tersebut dikembangkan oleh Sinovac Life Science China dengan menggunakan teknologi virus tidak aktif (inactivated virus). Uji klinik fase III ini direncanakan melibatkan 1.620 sukarelawan di Bandung. Sampai dengan September 2020 telah direkrut 1.089 subjek yang telah mendapatkan suntikan pertama dan 457 subjek yang telah mendapatkan suntikan kedua.
“Sejauh ini, tidak ada laporan kejadian efek samping dalam uji klinik ini. Diharapkan semua subjek dapat selesai direkrut pada pertengahan Oktober 2020, sehingga data interim hasil uji klinik bisa kami dapatkan untuk dilakukan proses evaluasi untuk mendapatkan EUA,” ungkap Kepala BPOM.
Dalam pengawalan terhadap pelaksanaan uji klinik tersebut, BPOM melakukan evaluasi terhadap protokol uji klinik sebelum dilaksanakan, agar uji klinik yang dilakukan dapat mencapai tujuan dalam memastikan khasiat dan keamanan vaksin yang diuji. Selain mengawal pelaksanaan uji klinik untuk membuktikan khasiat dan keamanan vaksin tersebut, BPOM juga mengawal penyiapan produksi vaksin untuk memenuhi persyaratan mutu produk, melalui sertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) sarana produksi bulk vaksin di China dan proses filling finished product di PT. Bio Farma.
Mengingat vaksin yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia berjumlah besar, perlu dilakukan pencarian sumber-sumber vaksin yang lain. Salah satunya adalah sumber vaksin dari Sinopharm – G-42 Abu Dhabi, yang saat ini sedang berlangsung uji klinik fase 3 di Uni Emirat Arab (UEA).
“Saat ini uji klinik fase III tengah berlangsung di UEA dengan target subjek 22.000 dan selesai pada akhir bulan Oktober 2020. Indonesia melalui PT. Kimia Farma sebagai salah satu BUMN Farmasi yang bekerjasama dengan G42, perusahaan multi nasional di UEA akan mendapat suplai vaksin tersebut. BPOM telah melakukan kerjasama dengan Otoritas Obat di UEA untuk melakukan evaluasi bersama agar proses persetujuan penggunaan saat emergensi (EUA) dapat diberikan segera,” jelas Kepala BPOM.
Selain kedua vaksin yang telah mencapai uji klinik fase III tersebut di atas, terdapat juga pengembangan vaksin yang dilakukan oleh PT. Kalbe Farma bekerja sama dengan Genexine Korea Selatan. Uji Klinik fase I dan fase IIA sedang berlangsung di Korea Selatan dengan target selesai Oktober 2020. Selanjutnya direncanakan akan dilakukan uji klinik fase II dan III di Indonesia, dengan target keseluruhan selesai pada bulan Desember 2021.
Untuk kemandirian vaksin di Indonesia, Kementerian Riset dan Teknologi membentuk Konsorsium Pengembangan Vaksin Merah Putih. Konsorsium ini diperkuat dengan Keputusan Presiden RI No. 18 Tahun 2020 Tentang Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Saat ini sedang dalam tahap pengembangan bibit vaksin dari isolasi virus pasien COVID-19 Indonesia sampai prototipe vaksin yang dilakukan di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Selanjutnya akan dilakukan perbanyakan dan pemurnian menjadi bulk vaksin yang akan diformulasi untuk skala laboratorium di Industri Farmasi yang akan digunakan pada uji pre klinik dan uji klinik.
Sejak periode Maret sampai dengan September 2020, BPOM secara berkala melakukan patroli siber terhadap obat yang diklaim dapat menyembuhkan COVID-19 dengan hasil ditemukan sejumlah 46.081 link, diantaranya 2.645 link pelapak ilegal menjual obat antivirus. Selanjutnya terhadap temuan tersebut, telah diajukan rekomendasi takedown kepada idea (Indonesian E-Commerce Association) dan Kemenkominfo dan telah terealisasi 73,9 %.
BPOM terus-menerus secara berkesinambungan melakukan pengawasan mutu obat melalui sampling dan pengujian, pengawasan keamanan obat melalui aktivitas farmakovigilans dengan menerima pelaporan efek samping obat dari industri farmasi, tenaga kesehatan, dan masyarakat melalui aplikasi BPOM Mobile.
Masyarakat juga harus lebih berhati-hati dalam memilih, membeli dan mengonsumsi produk Obat dan Makanan, termasuk banyaknya informasi penggunaan obat-obat herbal dengan klaim mencegah, mengobati atau menyembuhkan COVID-19. Selalu ingat Cek “KLIK” (Kemasan, Label, izin Edar dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk Obat dan Makanan. Karena pencegahan merupakan kunci utama dalam memutus mata rantai penyebaran wabah COVID-19.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak tersebut tidak akan optimal dalam penanganan pandemi COVID-19 tanpa adanya peran aktif masyarakat. Masyarakat harus selalu disiplin mematuhi protokol kesehatan di mana pun berada. Selalu memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, rajin mencuci tangan dengan sabun, olahraga rutin, istirahat cukup, makan makanan sehat dan bernutrisi.
Sumber : Tingkatkan Angka Kesembuhan dan Turunkan Angka Kematian Pasien COVID-19, Badan POM Terbitkan Izin Penggunaan dalam Kondisi Darurat Obat Favipiravir dan Remdesivir https://www.pom.go.id/new/view/more/pers/565/Tingkatkan-Angka-Kesembuhan-dan-Turunkan-Angka-Kematian-Pasien-COVID-19–Badan-POM-Terbitkan-Izin-Penggunaan-dalam-Kondisi-Emergensi-Obat-Favipiravir-dan-Remdesivir.html
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…
Majalah Farmasetika - Produk farmasi, seperti obat-obatan, memerlukan stabilitas tinggi untuk menjaga efektivitas dan kualitasnya…
Majalah Farmasetika - Dalam dunia perdagangan obat, surat pesanan memiliki peran yang sangat penting. Di…
Majalah Farmasetika - Di fasilitas distribusi farmasi, memastikan obat-obatan dan alat kesehatan tetap berkualitas sepanjang…
Majalah Farmasetika - Studi kohort yang baru-baru ini diterbitkan dalam Annals of Medicine Journal menetapkan…
Jakarta - BPOM resmi mengumumkan penarikan produk pangan olahan impor latiao asal Tiongkok penyebab keracunan.…