Zat Aktif

Uplizna “Inebilizumab-cdon”, Terapi Baru Penyakit Autoimun Langka NMOSD

Majalah Farmasetika – Pada 11 Juni 2020 Viela Bio mengumumkan bahwa U.S. Food and Drug Administration (FDA) sudah menyetujui Uplizna (inebilizumab-cdon) sebagai terapi untuk pengobatan Neuromyelitis Optica Spectrum Disorder (NMOSD). Uplizna disebut juga sebagai Orphan Drug karena dapat memberikan insentif dalam membantu dan mendorong pengembangan obat pada pasien dewasa yang memiliki antibodi anti-Aquaporin-4 positif (FDA, 2020).

Neuromyelitis Optica Spectrum Disorder (NMOSD)

Neuromyelitis optica spectrum disorder merupakan penyakit langka autoimun yang menyerang sistem saraf optik dan sumsum tulang belakang yang berisiko menyebabkan kebutaan dan kelumpuhan (Oh and Levy, 2012). Gejala yang umum terjadi yaitu hilangnya ketajaman penglihatan, nyeri mata, hilangnya kemampuan tubuh untuk menggerakan tubuh bagian bawah (paraplegia), disfungsi kandung kemih, kejang tonik paroksismal pada batang tubuh (torso) dan anggota badan,  serta sensasi kesemutan yang dapat menjalar ke lengan atau tungkai ketika fleksi leher (lhermitte) (Popescu et al, 2011).

Angka kejadian NMOSD di antara orang kulit putih adalah sekitar 1/100.000 populasi, di Asia Timur sekitar 3,5/100.000 populasi, dan pada orang kulit hitam mencapai 10/100.000 populasi. Namun mayoritas penelitian yang dilakukan tidak mengamati dominasi ras signifikan sejauh ini (Hor, J.Y., et al., 2020)

Mekanisme Kerja Uplizna

Uplizna diyakini menyebabkan antibody-dependent cellular cytolysis setelah berikatan dengan CD19, yang merupakan antigen permukaan sel yang ditemukan pada limfosit  pre-B dan mature B, termasuk plasmablast dan sel plasma yang mensekresikan antibodi (FDA, 2020). Pada kasus NMOSD, sekitar 80% pasien memiliki autoantibodi yang dikenal dengan Aquaporin-4 (AQP4) yang diproduksi oleh plasmablast dan sel plasma. Kemudian, antibodi tersebut akan  berikatan pada atrosit di sistem saraf pusat yang diyakini dapat memicu kerusakan saraf optik, sumsum tulang belakang, dan otak (Medscape, 2020).

Uji Klinis

Proses uji klinis dengan 213 Pasien NMOSD dilakukan pada 82 lokasi yang tersebar di 24 negara di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Afrika, dan Australia. Uji klinis dilakukan dengan menggunakan metode randomized (3:1) double-blind, placebo-controlled trial dimana pasien menerima infus Uplizna atau plasebo secara acak sesuai jadwal. Pengujian dilakukan selama 197 hari dengan mengevaluasi manfaat dan efek samping Uplizna. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa risiko kekambuhan NMOSD pada 161 pasien positif antibodi anti-Aquaporin-4 berkurang sebesar 77%  jika dibandingkan dengan kelompok plasebo (FDA, 2020).

Perkembangan Penelitian Uplizna

Uplizna saat ini sedang menjalani evaluasi klinis untuk desensitisasi transplantasi ginjal, miastenia gravis, dan penyakit terkait IgG4. Berdasarkan uji kohort yang telah dilakukan pada pasien positif antibodi anti-Aquaporin-4, didapatkan hasil bahwa Uplizna dapat mengurangi risiko kekambuhan sebesar 89% dalam periode 6 bulan pasca pengobatan, jika dibandingkan dengan 58% pada pasien plasebo. Profil keamanan dan tolerabilitas juga menunjukan hasil yang baik, dengan reaksi merugikan yang paling umum adalah infeksi saluran kemih, nasofaringitis, reaksi infus artralgia dan sakit kepala (FDA, 2020).

Efek Samping

Efek samping yang umum terjadi diantaranya adalah infeksi saluran kemih dan nyeri sendi. Pada penelitian yang telah dilakukan pada 161 pasien, hasil yang didapatkan menunjukan bahwa 11% pasien mengalami infeksi saluran kemih, 10% pasien mengalami arthralgia, 8% pasien mengalami sakit kepala, dan 7% mengalami nyeri di bagian punggung (FDA, 2020).

Penggunaan Uplizna

Dosis yang direkomendasikan untuk penggunaan Uplizna pada pasien NMOSD adalah:

●       Dosis awal:

300 mg IV x 1 dosis; 2 minggu kemudian diikuti dengan infus IV 300 mg kedua

●       Dosis selanjutnya (mulai 6 bulan dari infus pertama):

300 mg IV setiap 6 bulan

Premedikasi yang dilakukan sebelum pemberian infus Uplizna adalah:

●     30 menit sebelum pemberian Uplizna:

Kortikosteroid IV (misalnya, metilprednisolon 80-125 mg atau setara)

●     30-60 menit sebelum pemberian Uplizna:

Antihistamin PO (misalnya, diphenhydramine 25-50 mg atau setara)

Antipiretik PO (misalnya, asetaminofen 500-650 mg)

(Medscape, 2020).

Peringatan

Anda tidak boleh menerima Uplizna jika:

  • Memiliki reaksi infus yang mengancam jiwa
  • Infeksi virus hepatitis B yang aktif
  • TBC tidak aktif (laten) ataupun

(Medscape, 2020).

Potensi Uplizna di Indonesia

Prevalensi NMOSD positif antibodi anti-Aquaporin-4 di Indonesia tergolong tinggi, bahkan jumlahnya terus meningkat (Rusmana et al., 2017). Oleh karena itu, diharapkan Uplizna (inebilizumab-cdon) dapat menjadi obat yang berpotensi dalam mengatasi NMOSD di Indonesia.

Sumber :

FDA. 2020. Drug Trials Snapshots: UPLIZNA. Diakses secara online di https://www.fda.gov/drugs/drug-approvals-and-databases/drug-trials-snapshots-uplizna [Diakses pada 16 November 2020].

Hor, J.Y., et al., 2020. Epidemiology of Neuromyelitis Optica Spectrum Disorder and Its Prevalence and Incidence Worldwide. Front Neurol. Vol. 11: 501.

Medscape. 2020. Uplizna (Inebilizumab). Diakses secara online pada https://reference.medscape.com/drug/uplizna-inebilizumab-4000023#10 [Diakses pada tanggal 15 November 2020].

NDFB Clinical Service. 2020. Uplizna. Diakses secara online  https://dss.mo.gov/mhd/cs/advisory/rdac/files/UpliznaNDFB_MO.pdf [Diakses pada 16 November 2020].

Oh and Levy. 2012. Neuromyelitis Optica: An Antibody-Mediated Disorder of the Central Nervous System. Journal Neurology Research International. Vol. 2012, Article ID 460825: 13.

Popescu, V. A. Lennon, J. E. Parisi, et al. 2011. Neuromyelitis optica unique area postrema lesions: nausea, vomiting, and pathogenic implications. Journal Neurology. Vol. 76 (14): 1229–1237.

Rusmana, A.L., R. Rustiasari., D. Wulandari., et al. 2017. Seropositivity of Aquaporin-4-IgG on neuromyelitis optica spectrum disorders (NMOSD) in Indonesia. Supplement. Vol. 381: 1056.

Gabriella Josephine Maranata

Share
Published by
Gabriella Josephine Maranata

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

4 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

3 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

3 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago