Categories: Risbang

Monjuvi “Tafasitamab-cxix”, Obat Baru untuk Terapi Diffuse Large B-cell Lymphoma

Majalah Farmasetika – Diffuse large B cell lymphoma (DLBCL) merupakan subtipe paling umum dari limfoma non-Hodgkin yang terjadi sebanyak 40% dari keseluruhan kasus di seluruh dunia. Penyakit ini termasuk subtipe kanker yang heterogen dan agresif. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan kemoterapi atau dengan kombinasi kemoterapi dan imunoterapi (1).

Secara morfologi DLBCL didefinisikan sebagai neoplasma sel B besar yang diatur dalam pola difusi. Dikatakan berukuran besar apabila sel limfoma berukuran lebih besar dari inti histiosit jinak pada bagian jaringan yang sama (2).

DLBCL banyak ditemukan pada pasien usia lanjut, meskipun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada dewasa muda dan anak-anak. Secara klinis, sebagian besar pasien mengalami perkembangan massa tumor yang pesat yang melibatkan satu atau lebih kelenjar getah bening dan situs ekstranodal.

Hampir semua organ jaringan dapat menjadi tempat utama DLBCL, tetapi saluran pencernaan adalah tempat yang paling umum. Sekitar sepertiga pasien DLBCL datang dengan gejala B (demam, penurunan berat badan, keringat malam) dan beberapa pasien datang dengan gejala yang berhubungan dengan keterlibatan organ. Seringkali terjadi peningkatan serum laktase dehidrogenase (LDH) dan beta-2-mikroglobulin di atas normal (2).

Evaluasi imunofenotip diterapkan dalam diagnosis DLBCL. Sel neoplastik DLBCL mengekspresikan antigen sel pan B seperti CD19, CD20, dan CD22 serta faktor transkripsi sel B termasuk PAX5, BOB.1 dan OCT2. Sekitar 50-70% kasus DLBCL mengekspresikan imunoglobulin permukaan atau sitoplasma, paling sering IgM diikuti oleh IgG dan IgA. Imunofenotipe memainkan peran penting dalam menilai keberadaan target potensial untuk terapi (2).

Penelitian terbaru mengenai tafasitamab-cxix

Tafasitamab-cxix merupakan fragment crystallizable (Fc) modified monoclonal antibody, dimana terapi antibodi monoklonal ini menjadi bagian tambahan penting untuk pengobatan malignansi sel B. Antibodi monoklonal dapat menginduksi sitotoksisitas dalam melawan keganasan sel B oleh fungsi efektor antibodi yang dimediasi melalui daerah kristalisasi fragmennya.

Tafasitamab-cxix dapat mengikat antigen CD19 yang diekspresikan pada permukaan limfosit B tahap awal dan limfosit B tahap dewasa serta pada beberapa malignansi atau keganasan sel B, termasuk DLBCL. Setelah mengikat CD19, tafasitamab-cxix memediasi lisis sel B melalui apoptosis dan mekanisme efektor imun, termasuk ADCC (Antibody-Dependent Cellular Cytotoxicity) dan ADCP (Antibody-Dependant Cellular Phagocytosis).

Kombinasi antara tafasitamab-cxix dengan lenalidomide menghasilkan peningkatan aktivitas ADCC dan ADCP pada sel tumor. Peningkatan aktivitas ADCC dari hasil kombinasi tafasitamab-cxix dan lenalidomide tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan tafasitamab-cxix atau lenalidomide tunggal (3,4)

Mekanisme aksi

Tafasitamab-cxix merupakan modifikasi Fc antibodi monoklonal yang mengikat antigen CD19 yang diekspresikan pada permukaan limfosit pre-B dan limfosit B dewasa dan pada beberapa sel B ganas, termasuk DLBCL. Setelah mengikat CD19, tafasitamab memediasi lisis sel B melalui apoptosis dan mekanisme efektor imun yang termasuk ADCC dan ADCP. Pada penelitian ini dilakukan secara in vitro pada sel tumor DLBCL, tafasitamab yang dikombinasikan dengan lenalidomide menghasilkan peningkatan ADCC dibandingkan dosis tunggal tafasitamab atau lenalidomide (4).

Uji klinik

Pada tanggal 31 Juli 2020, Food and Drug Administration (FDA) memberikan persetujuan yang dipercepat untuk tafasitamab-cxix (MONJUVI, MorphoSys US Inc.), antibodi sitolitik yang diarahkan CD19, diindikasikan dalam kombinasi dengan lenalidomide untuk pasien dewasa dengan DLBCL yang kambuh atau refrakter, termasuk DLBCL yang timbul dari limfoma derajat rendah, dan yang tidak memenuhi syarat untuk transplantasi sel induk autologus.

Efikasi tafasitamab-cxix dengan lenalidomide dievaluasi dalam L-MIND (NCT02399085), uji coba single arm dengan label terbuka dan multisenter pada 81 pasien. Pasien menerima tafasitamab-cxix 12 mg/kg secara intravena dengan lenalidomide (25 mg secara oral pada hari ke 1 sampai 21 dari setiap siklus 28 hari) untuk maksimal 12 siklus, diikuti dengan tafasitamab-cxix sebagai monoterapi.

Efikasi didasarkan pada overall response rate (ORR) terbaik, yang didefinisikan sebagai responden lengkap dan parsial serta durasi respons, sebagaimana dinilai oleh komite peninjau independen. ORR terbaik pada 71 pasien dengan diagnosis DLBCL yang dikonfirmasi oleh patologi sentral adalah 55% (95%CI: 43%, 67%), dengan respon lengkap pada 37% dan respon parsial pada 18% pasien. Median durasi respon adalah 21,7 bulan.

Efek samping yang paling sering terjadi (≥20%) adalah neutropenia, kelelahan, anemia, diare, trombositopenia, batuk, pireksia, edema perifer, infeksi saluran pernapasan, dan penurunan nafsu makan. Dosis tafasitamab-cxix yang dianjurkan adalah 12 mg/kg sebagai infus intravena (4).

Disetujui FDA

Terhitung sejak tanggal 31 juli 2020, FDA telah menyetujui percepatan persetujuan penggunaan tafasitamab-cxix untuk menangani large B-cell lymphoma, dikombinasikan dengan lenalidomide, pada pasien yang tidak memenuhi persyaratan transplantasi autologous stem cell.

Persetujuan ini diberikan berdasarkan uji L-MIND fase II yang menunjukkan respon yang baik. Izin ini akan dilanjutkan dengan mempertimbangkan keuntungan secara klinis yang didapatkan dalam pengujian konfirmatori lanjutan yang akan dilakukan kemudian.
Pengulasan ini terklasifikasikan ke dalam Assessment Aid, yaitu dimana pengajuan persetujuan dilakukan secara sukarela dari pihak pemohon persetujuan untuk memfasilitasi penilaian FDA dan pengajuan tersebut disetujui satu bulan sebelum tenggat waktu yang telah ditentukan.

Seiringan dengan penggunaan obat ini, praktisi kesehatan perlu mendokumentasikan dan melaporkan seluruh kejadian yang tidak diinginkan yang berkaitan dengan penggunaan obat ini langsung pada bagian MedWatch Reporting System yang dinaungi oleh FDA (4).

Efek samping

Efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan obat ini adalah kelelahan, diare, batuk, demam, pembengkakan pada beberapa anggota tubuh, infeksi saluran pernapasan atas, serta penurunan nafsu makan (5). Selain efek samping, dilaporkan pula reaksi obat merugikan lainnya yang sering muncul seperti neutropenia dan anemia (6).

Terapi diffuse large B-cell lymphoma saat ini

Pengobatan DLBCL biasanya dengan kemoterapi menggunakan 4 regimen obat yang dikenal sebagai CHOP (siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin, dan prednison), ditambah dengan antibodi monoklonal rituximab (Rituxan). Rejimen ini dikenal sebagai R-CHOP yang diberikan dalam siklus dengan jarak 3 minggu. Karena rejimen ini mengandung obat doxorubicin, yang dapat merusak jantung, mungkin tidak cocok untuk pasien dengan masalah jantung, sehingga regimen kemo lain dapat digunakan sebagai gantinya (1).

Sumber :

  1. Union for International Cancer Control. Diffuse large B-cell lymphoma: 2014 review of cancer medicines on the WHO list of essential medicines [Internet]. Union for the International Cancer Control. 2014. p. 1–8. Available from: http://www.who.int/selection_medicines/committees/expert/20/applications/DiffuseLargeBCellLymphoma.pdf

  2. Li S, Young KH, Medeiros LJ. Diffuse large B-cell lymphoma. Pathology [Internet]. 2018 Jan;50(1):74–87. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0031302517304713

  3. van der Horst HJ, Nijhof IS, Mutis T, hamuleau MED. Fc-Engineered Antibodies with Enhanced Fc-Effector Function for the Treatment of B-Cell Malignancies. Cancers (Basel) [Internet]. 2020 Oct 19;12(10):3041. Available from: https://www.mdpi.com/2072-6694/12/10/3041

  4. Food and Drug Administration. FDA grants accelerated approval to tafasitamab-cxix for diffuse large B-cell lymphoma [Internet]. 2020 [cited 2020 Nov 12]. Available from: https://www.fda.gov/drugs/drug-approvals-and-databases/fda-grants-accelerated-approval-tafasitamab-cxix-diffuse-large-b-cell-lymphoma

  5. Food and Drug Administration. Drug Trial Snapshots: MONJUVI [Internet]. 2020 [cited 2020 Nov 13]. Available from: https://www.fda.gov/drugs/drug-approvals-and-databases/drug-trial-snapshots-monjuvi

  6. Food and Drug Administration. MONJUVI. Prescribing Information. Boston, MA: Morphosys [Internet]. 2020 [cited 2020 Nov 15]. Available from: https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2020/761163s000lbl.pdf

Hikmah Presa

I am a student at the Faculty of Pharmacy, Padjadjaran University

Share
Published by
Hikmah Presa

Recent Posts

Menkes Rilis Pengurus Organisasi Kolegium Farmasi 2024-2028

Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…

4 hari ago

IVFI dan Kolegium Farmasi Indonesia Bersinergi untuk Kemajuan Tenaga Vokasi Farmasi

Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…

2 minggu ago

Anggota Dewan Klarifikasi Istilah Apoteker Peracik Miras di Dunia Gangster

Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…

3 minggu ago

Penggunaan Metformin pada Pasien Diabetes Tingkatkan Risiko Selulitis, Infeksi Pada Kaki, dan Amputasi

Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…

3 minggu ago

Anggota DPR Minta Maaf, Salah Pilih Kata Apoteker bukan Secara Harfiah

Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…

3 minggu ago

Peran Penting Apoteker dalam Menjamin Distribusi Aman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (NPP)

Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…

1 bulan ago