Majalah Farmasetika – Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI) merilis tulisan (25/5/2021) untuk menanggapi kekawatiran masyarakat mengenai mutasi dan varian baru SARS-CoV-2 yang saat ini banyak diberitakan dan menimbulkan ketakutan masyarakat sehubungan dengan terjadi peningkatan jumlah kasus harian COVID-19 di India yang mencapai 400.000/hari hingga bulan April 2021. Angka ini menembus rekor lonjakan kasus tertinggi di dunia.
Mutasi adalah perubahan materi genetik dalam porsi kecil dan merupakan fenomena alamiah dalam siklus hidup suatu organisme, terutama mikroorganisme. Walaupun merupakan salah satu mekanisme adaptasi untuk bertahan hidup, mutasi virus terjadi secara acak, tidak selalu
menguntungkan virus, dan hanya sekitar 4-5 persen yang membuat virus lebih “fit”.
Dapat menyebabkan perubahan pada bagian struktural maupun non-struktural. Mutasi pada tiap jenis mikrorganisme bisa terjadi dengan frekuensi berbeda dan sebagai akibat dari berbagai faktor.
Produk dari hasil mutasi ini disebut dengan mutan. Varian virus baru ditetapkan bila mutasi yang terjadi mengakibatkan perubahan asam amino sehingga terdapat perubahan sifat fenotip jika dibandingkan virus asalnya.
Mutasi merupakan upaya adaptasi virus terhadap perubahan lingkunganya seiring proses replikasi terus terjadi. Dalam tubuh manusia atau pejamu lainnya, mutasi virus dapat berpengaruh atau tidak berpengaruh pada timbulnya gejala serta penatalaksanaan medis (medical countermeasures).
Hal ini sangat tergantung pada regio gen yang bermutasi. Ilmuwan telah
menemukan regio gen yang paling sering bermutasi, yakni area perlekatan virus pada sel manusia,
yang dikenal dengan bagian dari protein S (Spike) yang disebut dengan Receptor Binding Domain
(RBD).
Virus SARS-CoV-2, penyebab COVID-19, terdiri dari materi genetik asam ribonukleat (ribonucleic acid atau disingkat RNA) dengan panjang kurang lebih 30 kilobase (kb), dan akhir-akhir
ini telah dilaporkan terjadinya perubahan asam nukleat atau mutasi pada beberapa lokasi dalam
susunan RNAnya.
WHO menetapkan adanya Variant of Interest (VOI) dan Variant of Concern (VOC) pada virus SARS-CoV-2. VOI adalah bila SARS-CoV-2 terbukti mengalami perubahan sifat fenotip sebagai akibat mutasi dan telah teridentifikasi terjadi penyebaran dalam suatu komunitas atau terdeteksi di beberapa negara.
Selain itu, VOI juga ditetapkan berdasarkan hasil penilaian WHO SARS-CoV-2 Virus Evolution Working Group.
Variant of concern (VOC) adalah VOI yang berhubungan dengan peningkatan penyebaran dan perubahan epidemiologi yang mengarah pada luaran klinis, atau peningkatan virulensi atau perubahan manifestasi klinis, atau penurunan efektivitas metode diagnosis, vaksin, dan terapi yang digunakan.
Selain itu, VOC juga ditetapkan berdasarkan hasil penilaian WHO SARS-CoV-2 Virus Evolution Working Group.
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan berbagai institusi untuk mengumpulkan data hasil sekuensing SARS-CoV2.
Saat ini di Indonseia telah melakukan pemeriksaan Whole Genome Sequensing untuk pemetaan dan surveilans genomika sebanyak 1749 sekuens. Berdasarkan data tersebut, dilaporkan bahwa SARS-CoV-2 varian baru yang beredar di Indonesia sejauh ini sesuai kriteria WHO:
• Variant of concern (VOC) sebanyak 54 kasus terdiri:
o B.117 (UK) dilaporkan sejak Januari 2021 (18 kasus)
o B.1.351 (Afrika Selatan) dilaporkan Januari 2021 (4 kasus),
o B.1.617.2 (India) dilaporkan sejak Januari 2021 (32 kasus),
o P.1 (Brazil) sejauh ini belum ditemukan di Indonesia.
Untuk SARS-CoV-2 yang tergolong VOC yang ditemukan di Indonesia dengan riwayat perjalanan
luar negeri maupun tanpa riwayat perjalan luar negeri (transmisi lokal).
• Variant of Interest (VOI):
o A.23.1 (UK) isolat Januari-April 2021 dengan 6 kasus.
o B.1.525 (Nigeria) 1 kasus,
o B.1.617.3 (India) 1 kasus.
Penyidikan mengenai perjalanan deteksi mutan dan varian SARS-CoV-2 bukan merupakan bagian dari aktivitas rutin laboratorium, karena memerlukan biaya yang besar; analisa kompleks
dan tidak segera mempengaruhi dalam pelayanan pasien COVID-19. Deteksi mutan dan varian SARS-CoV-2 dilakukan dengan metode pemetaan genomik (Whole Genome Sequensing) untuk mengetahui lokasi dan jenis mutasi. Pada saat ini terdapat beberapa institusi di Indonesia yang telah melakukan pemeriksaan Whole Genome Sequensing (WGS) sesuai dengan pesyaratan yang ditentukan oleh Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan (Puslitbang BTDK), Badan Litbang Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dan melaporkan hasilnya ke Badan Litbang Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kualitas spesimen swab yang baik (cara pengambilan yang baik, jenis spesimen yang tepat, medium transpor yang sesuai dan waktu yang sesuai) sangat menentukan ketepatan hasil deteksi
PCR.
Pada saat ini pemeriksaan PCR rutin yang digunakan di laboratorium PCR di Indonesia telah menggunakan 2-3 set primer (sebagai pelacak) untuk mendeteksi gen ORF1ab, RdRp, E, S, dan N yang merupakan bagian dari protein struktur virus yang lestari (wild-type).
Regio gen virus yang dideteksi PCR pada mutan dan varian yang beredar saat ini masih bisa dijangkau dengan metode PCR saat ini sehingga tidak menganggu proses identifikasi dan deteksi gen target PCR. Jumlah pelacak lebih dari satu meningkatkan kemampuan deteksi PCR.
Pemeriksaan PCR yang dirancang untuk mendeteksi beberapa target genetik SARS-CoV-2 lebih mampu mendeteksi variasi genetik daripada pemeriksaan yang mendeteksi hanya satu target genetik.
Disarankan jika didapatkan hasil PCR negatif pada pasien dengan gambaran klinis yang sangat mencurigakan kearah COVID-19, maka dilakukan pengulangan PCR menggunakan set primer atau pelacak yang berbeda, atau pemeriksaan juga dapat dikombinasi dengan pemeriksaan deteksi
antigen.
Beberapa studi klinis membuktikan adanya sedikit penurunan efikasi pada sebagian produk vaksin terhadap virus varian baru, dengan kata lain membutuhkan lebih banyak antibodi untuk menetralkan varian baru tersebut.
WHO mengisyaratkan, selama efikasi masih di atas 50%, apapun jenis dan platform vaksin yang saat ini sudah dikembangkan dan digunakan, dapat tetap digunakan.
Tentunya pengamatan terhadap mutasi yang terjadi harus terus menerus dilakukan untuk menentukan perlunya penyesuaian jenis vaksin.
Diperlukan kehati-hatian dalam melakukan interpretasi mengenai nilai diagnostik RT-PCR potensi penularan, tingkat keparahan penyakit, dan kemanjuran vaksin COVID-19. Untuk pemetaan dan keperluan surveilen genomika menggunakan metode WGS lebih rutin dilakukan dan secara
berkala (real-time) di Indonersia. Masyarakat tidak perlu ketakutan yang berlebihan dengan berbagai berita yang beredar. Ikhtiar secara terus menerus harus tetap dilakukan bersama untuk mengakhiri pandemi ini. Ketaatan pada protokol kesehatan 5M dan 3T merupakan langkah efektif
dalam mencegah penyebaran Covid-19, meskipun sudah mendapatkan vaksinasi.
Sumber
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…