Categories: Regulasi

BPOM Tegaskan Ivermectin Terdaftar Sebagai Obat Cacing Bukan Obat COVID-19

Majalah Farmasetika – Menteri BUMN, Erick Tohir, baru-baru ini menegaskan bahwa ivermectin telah memiliki izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk dipergunakan untuk terapi COVID-19 dan akan diproduksi oleh PT. Indofarma.

BPOM kemudian buka suara dengan mengeluarkan rilis resmi bahwa Ivermectin saat ini terdaftar bentuk kaplet 12 mg untuk indikasi infeksi kecacingan (Strongyloidiasis dan Onchocerciasis).

“Ivermectin diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg Berat Badan dengan pemakaian 1 (satu) tahun sekali. Ivermectin merupakan obat keras yang pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter.” Jelas BPOM dalam sebuah rilis (22/6/2021).

Namun BPOM menyadari terdapat publikasi di media terkait penggunaan Ivermectin yang menunjukkan potensi efek penyembuhan terhadap COVID-19. Akan tetapi, publikasi tersebut tidak cukup untuk digunakan sebagai bukti khasiat Ivermectin untuk COVID-19 karena banyak faktor lain yang juga dapat berpengaruh pada kesembuhan pasien, selain yang diduga merupakan efek dari Ivermectin, yang tidak dilaporkan.  Oleh karena itu, masih perlu adanya pembuktian khasiat Ivermectin melalui uji klinik.

“Data uji klinik yang cukup untuk membuktikan khasiat Ivermectin dalam mencegah dan mengobati COVID-19 hingga saat ini belum tersedia. Dengan demikian, Ivermectin belum dapat disetujui untuk indikasi tersebut.” Tegas BPOM dalam sebuah pernyataan.

BPOM melanjutkan apabila ivermectin akan digunakan untuk pencegahan dan pengobatan COVID-19, harus atas persetujuan dan di bawah pengawasan dokter. Jika masyarakat memperoleh obat ini bukan atas petunjuk dokter, diimbau untuk berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter sebelum menggunakannya. 

“Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.” Jelas BPOM.

Menurut BPOM, saat ini, banyak ditemukan Ivermectin yang dijual melalui platform online. Untuk kehati-hatian, Badan POM RI meminta kepada masyarakat agar tidak membeli obat Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter, termasuk melalui platform online. Masyarakat yang mendapatkan resep dokter untuk Ivermectin agar membeli di fasilitas pelayanan kefarmasian yang resmi, seperti apotek dan rumah sakit.

Produksi Ivermectin untuk pengobatan pada manusia di Indonesia masih baru. Untuk itu, Badan POM memberikan batas waktu kedaluwarsa selama 6 (enam) bulan terhadap obat tersebut. Apabila masyarakat mendapati obat ini dengan label tertulis batas kedaluwarsa di atas 6 (enam) bulan, masyarakat diimbau untuk tidak menggunakan obat tersebut lebih dari 6 (enam) bulan dari tanggal produksi yang tertera.

“Sebagai tindak lanjut untuk memastikan khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan COVID-19 di Indonesia, dilakukan uji klinik di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, serta Kementerian Kesehatan RI dengan melibatkan beberapa Rumah Sakit.” Jelas BPOM.

BPOM RI menegaskan akan terus memantau pelaksanaan dan menindaklanjuti hasil penelitian serta melakukan update informasi terkait penggunaan obat Ivermectin untuk pengobatan COVID-19 melalui komunikasi dengan World Health Organization (WHO) dan Badan Otoritas Obat negara lain.

Sumber

PENJELASAN BADAN POM RI Tentang Informasi Penggunaan Ivermectin https://pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/136/PENJELASAN-BADAN-POM-RI-Tentang-Informasi-Penggunaan-Ivermectin.html

farmasetika.com

Farmasetika.com (ISSN : 2528-0031) merupakan situs yang berisi informasi farmasi terkini berbasis ilmiah dan praktis dalam bentuk Majalah Farmasetika. Di situs ini merupakan edisi majalah populer. Sign Up untuk bergabung di komunitas farmasetika.com. Download aplikasi Android Majalah Farmasetika, Caping, atau Baca di smartphone, Ikuti twitter, instagram dan facebook kami. Terimakasih telah ikut bersama memajukan bidang farmasi di Indonesia.

Share
Published by
farmasetika.com

Recent Posts

Kimia Farma Hadapi Tantangan Besar: Penutupan Pabrik dan PHK Karyawan

Majalah Farmasetika - PT Kimia Farma (Persero) Tbk, perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia, saat ini…

1 minggu ago

Pertimbangan Regulasi Terkait Model Peracikan 503B ke 503A untuk Apotek Komunitas

Majalah Farmasetika - Tinjauan mengenai persyaratan bagi apotek yang mempertimbangkan untuk memesan senyawa dari fasilitas…

1 minggu ago

FDA Memperluas Persetujuan Delandistrogene Moxeparvovec-rokl untuk Distrofi Otot Duchenne

Majalah Farmasetika - Setelah sebelumnya disetujui pada Juni 2023 dalam proses Accelerated Approval, FDA telah…

1 minggu ago

FDA Menyetujui Epcoritamab untuk Pengobatan Limfoma Folikular Kambuhan, Refraktori

Majalah Farmasetika - Persetujuan ini menandai antibodi bispesifik pengikat sel T pertama dan satu-satunya yang…

1 minggu ago

FDA Mengeluarkan Surat Tanggapan Lengkap untuk Pengajuan BLA Patritumab Deruxtecan

Majalah Farmasetika - Pengajuan lisensi biologis (BLA) untuk patritumab deruxtecan menerima surat tanggapan lengkap karena…

2 minggu ago

FDA Menyetujui Ensifentrine untuk Pengobatan Pemeliharaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Majalah Farmasetika - Setelah lebih dari 2 dekade, produk inhalasi pertama dengan mekanisme aksi baru…

2 minggu ago