Majalah Farmasetika – Badan Pengawas Obat dan Makanan menemukan peredaran kosmetika mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) serta bahan dilarang yang berbahaya bagi kesehatan.
Sesuai rilis resminya, hal ini terungkap berdasarkan hasil sampling dan pengujian selama periode Oktober 2021 hingga Agustus 2022, sebanyak 16 (enam belas) item kosmetika mengandung bahan dilarang/bahan berbahaya ditemukan oleh BPOM.
BPOM menemukan kandungan berbahaya pada kosmetika yang dapat membahayakan kesehatan. Temuan didominasi oleh bahan pewarna yang dilarang, yaitu Merah K3 dan Merah K10. Pewarna Merah K3 dan Merah K10 merupakan bahan yang berisiko menyebabkan kanker (bersifat karsinogenik).
“Total temuan kosmetika ilegal dan/atau mengandung bahan dilarang/berbahaya selama periode Oktober 2021 hingga Agustus 2022, yaitu sebanyak lebih dari 1 juta pieces dengan nilai keekonomian sebesar Rp34,4 miliar,” ungkap Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI, Reri Indriani mewakili Kepala BPOM RI saat memberikan keterangan pers terkait Penjelasan Publik Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetika pada konferensi pers, Selasa (04/10/2022).
“BPOM juga menindaklanjuti temuan berdasarkan laporan beberapa otoritas pengawas obat dan makanan negara lain. Berdasarkan laporan tersebut, sebanyak 46 (empat puluh enam) kosmetika ditarik dari peredaran karena mengandung bahan dilarang, cemaran mikroba, ataupun merupakan kosmetika palsu. Semua produk yang dilaporkan melalui mekanisme laporan dari otoritas pengawas obat dan makanan negara lain tersebut merupakan produk yang tidak terdaftar di BPOM,” lanjut Reri Indriani.
Terhadap temuan tersebut, BPOM melalui Balai Besar/Balai/Loka POM di seluruh Indonesia telah melakukan penertiban ke fasililitas produksi dan distribusi, termasuk retail. Sementara terhadap produk kosmetika yang ditemukan, telah dilakukan tindak lanjut berupa pencabutan izin edar untuk produk yang terdaftar di BPOM, penarikan dari peredaran, dan pemusnahan terhadap produk yang tidak memiliki izin edar (Tanpa Izin Edar/TIE).
Di samping pengawasan terhadap peredaran kosmetika yang dilakukan secara konvensional, BPOM secara berkesinambungan melaksanakan patroli siber (cyber patrol). Patroli siber ini dilakukan pada platform situs, media sosial, dan e-commerce untuk menelusuri dan mencegah peredaran obat tradisional dan suplemen kesehatan ilegal serta mengandung BKO, dan juga kosmetika ilegal dan mengandung bahan dilarang/berbahaya di media online.
Selama periode Oktober 2021 hingga Agustus 2022, BPOM telah melakukan pemblokiran (takedown) terhadap 83.700 link penjualan produk kosmetika ilegal dan mengandung bahan dilarang/berbahaya dengan jumlah total produk 6,5 juta pieces dan nilai keekonomian sebesar Rp296,9 miliar.
“Terhadap hasil patroli siber tersebut, BPOM memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) untuk pemblokiran platform yang melakukan perdagangan online produk kosmetika ilegal dan mengandung bahan dilarang/berbahaya”, jelas Reri Indriani lagi.
Berikut adalah daftar kosmetika mengandung BKO
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…