Majalah Farmasetika – Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) menolak keras pasal 320 ayat 6 dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibuslaw yang memperbolehkan obat-obatan tanpa resep untuk dijual di luar fasilitas pelayanan kefarmasian, seperti hypermarket, supermarket, dan minimarket.
IAI menolak keputusan ini karena obat tidak dapat diperdagangkan oleh individu yang tidak memiliki keahlian di bidang kesehatan, karena obat bukanlah barang umum.
Menurut IAI, kebijakan ini melanggar prinsip-prinsip dasar dalam pelayanan kesehatan, terutama dalam mencapai tujuan keselamatan pasien.
Apoteker, sebagai tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus di bidang farmasi, memiliki peran penting dalam memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif.
“Obat merupakan komoditas yang memiliki potensi bahaya jika digunakan secara tidak benar. Penggunaan obat yang tidak sesuai dengan indikasi, dosis yang tidak tepat, atau interaksi obat yang tidak terdeteksi dapat membahayakan kesehatan masyarakat,” ungkap apt. Noffendri, Ketua umum IAI dikutip dari situs resminya (26/6/2023).
IAI juga menggarisbawahi betapa pentingnya konsultasi dan pengawasan oleh apoteker dalam proses pemilihan obat yang tepat. Dengan pengetahuan tentang interaksi obat, alergi pasien, dan kondisi medis yang dapat mempengaruhi penggunaan obat, apoteker memiliki kemampuan untuk memberikan nasihat yang menyeluruh kepada pasien.
Tindakan ini tidak dapat dilakukan oleh tenaga penjualan yang bekerja di fasilitas non-pelayanan kefarmasian.
“Dengan mengizinkan obat dijual di fasilitas lain tanpa pengawasan apoteker, risiko kesalahan penggunaan obat akan meningkat. Ini dapat berdampak negatif pada kesehatan dan keselamatan masyarakat,” lanjut Noffendri.
IAI meminta pemerintah dan pembuat kebijakan untuk secara serius mempertimbangkan kembali isi pasal 320 ayat 6 dalam RUU Kesehatan Omnibuslaw.
Mereka menyoroti kepentingan utama dalam menjaga keamanan dan kualitas penggunaan obat dengan memastikan partisipasi aktif apoteker sebagai ahli farmasi yang memiliki kompetensi yang diperlukan.
Apt. Noffendri berharap agar RUU Kesehatan Omnibuslaw tetap mengutamakan kesehatan masyarakat. Dia menekankan perlunya menjaga keterlibatan apoteker dalam pelayanan obat untuk memastikan bahwa masyarakat menerima pengobatan yang optimal dan aman.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah terkait permintaan IAI untuk memperhatikan kekhawatiran mereka terkait pasal 320 ayat 6 dalam RUU Kesehatan Omnibuslaw.
Masyarakat menantikan tindak lanjut dari otoritas yang berwenang terkait isu yang sensitif ini.
sumber
IAI MENOLAK RUU KESEHATAN OMNIBUSLAW YANG IZINKAN PENJUALAN OBAT DI LUAR FASILITAS KEFARMASIAN https://berita.iai.id/iai-menolak-ruu-kesehatan-omnibuslaw-yang-izinkan-penjualan-obat-di-luar-fasilitas-kefarmasian/
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…