Majalah Farmasetika- Hemofilia merupakan gangguan perdarahan bawaan (genetik) yang disebabkan disfungsi atau defisiensi faktor pembekuan darah yaitu faktor VIII (hemofilia A) atau faktor IX (hemofilia B) yang diperlukan dalam pembentukan fibrin sehingga pasien dengan hemofilia berisiko mengalami perdarahan internal dan/atau eksternal baik spontan maupun dengan trauma yang dapat mengancam nyawa. Saat ini terapi hemofilia dilakukan dengan pemberian faktor pembekuan darah sebagai replacement therapy (terapi pengganti) secara intravena. Adapun beberapa keterbatasan terapi tersebut diantaranya tingginya frekuensi suntikan, mahalnya biaya, serta risiko pembentukan antibodi faktor pembekuan darah yang mengakibatkan terapi menjadi tidak efektif. Qfitlia dengan zat aktif fitusiran hadir sebagai terobosan baru dalam terapi hemofilia dan telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) USA pada Maret 2025. Obat ini memiliki mekanisme kerja yang unik yaitu dengan menurunkan kadar antitrombin melalui teknologi RNA interferensi (RNAi), sehingga meningkatkan pembentukan trombin dan membantu menyeimbangkan proses pembekuan darah. Dalam artikel ini selanjutnya akan dibahas lebih mendalam terkait Qfitlia (Fitusiran) dalam terapi terbaru hemofilia.
Dalam fungsi normal, faktor pembekuan darah yaitu faktor VIII dan faktor IX diperlukan untuk mengaktifkan faktor X yang akan memicu aktivator protombin untuk mengubahnya menjadi trombin. Trombin ini yang kemudian akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang memerangkap trombosit dan membentuk sumbatan jika terdapat cedera pembuluh darah. Sementara itu, pada pasien dengan hemofilia terjadi defisiensi atau kekurangan faktor pembekuan darah yaitu faktor VIII (FVIII) dan faktor IX (FIX) yang dibutuhkan dalam pembuatan fibrin.
Prinsip penanganan hemofilia meliputi pencegahan timbulnya perdarahan, tata laksana perdarahan akut sesegera mungkin (kurang dari 2 jam) dan tata laksana perdarahan berat di rumah sakit yang mempunyai fasilitas pelayanan hemofilia yang baik. Terapi utama hemofilia yang menjadi gold standard saat ini adalah dengan pemberian faktor pembekuan darah yang mengalami defisiensi berdasarkan jenis dan tingkat keparahannya secara intravena yang diberikan bila terjadi perdarahan (on demand) atau dalam terapi profilaksis rutin untuk mencegah perdarahan.
Perkembangan ilmu saat ini telah melahirkan pendekatan baru dalam terapi hemofilia yang tidak berfokus pada penggantian faktor pembekuan, melainkan pada modulasi mekanisme antikoagulan alami tubuh. Salah satunya adalah Qfitlia (fitusiran), terapi berbasis RNA interferensi yang ditujukan untuk menurunkan antitrombin.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui Qfitlia (fitusiran) pada Maret 2025 sebagai terapi penurun antitrombin pertama untuk profilaksis rutin guna mencegah atau mengurangi frekuensi episode perdarahan pada pasien dewasa dan anak-anak (usia 12 tahun ke atas) dengan hemofilia A atau B, baik dengan maupun tanpa inhibitor faktor VIII atau IX. Persetujuan ini didasarkan pada data dari studi klinis fase 3 ATLAS yang menunjukkan adanya penurunan perdarahan yang signifikan, diukur melalui tingkat perdarahan tahunan pada pasien hemofilia dengan atau tanpa inhibitor.
Qfitlia (fitusiran) tidak bekerja dengan menggantikan faktor pembekuan. Obat ini bekerja dengan mengurangi jumlah antitrombin. Antitrombin adalah protein yang secara alami menghambat pembentukan trombin. Dengan menurunkan kadar antitrombin, Qfitlia meningkatkan aktivitas trombin dan membantu pembentukan bekuan darah yang stabil.
Berdasarkan FDA, ukuran utama efektivitas Qfitlia dinilai pada kemampuannya dalam mengurangi tingkat perdarahan tahunan (Annualized Bleeding Rate/ABR). Pada pasien hemofilia dengan inhibitor yang menerima regimen dosis berbasis antitrombin Qfitlia, terdapat pengurangan sebesar 73% dalam laju perdarahan tahunan dibandingkan dengan mereka yang menerima pengobatan sesuai kebutuhan dengan agen bypass. Sementara itu, pada pasien hemofilia tanpa inhibitor yang menerima regimen dosis berbasis antitrombin Qfitlia, terdapat penurunan sebesar 71% dalam laju perdarahan tahunan dibandingkan dengan mereka yang menerima pengobatan sesuai kebutuhan dengan konsentrat faktor pembekuan.
Uji klinis menunjukkan Qfitlia bekerja dengan menurunkan kadar antitrombin (AT) dalam darah. Penurunan ini membantu mengurangi frekuensi perdarahan pada pasien hemofilia A maupun B, baik yang memiliki inhibitor maupun tidak. Namun, aktivitas AT yang terlalu rendah (<15%) juga berisiko menimbulkan trombosis. Hasil studi LTE15174 menunjukkan rata-rata aktivitas AT sekitar 24%, dan 99% pasien yang menggunakan Qfitlia mencapai kadar AT stabil dalam waktu 23 minggu setelah memulai atau dalam penyesuaian dosis. Setelah penghentian terapi, efek penurunan AT dapat bertahan hingga 6 bulan sebelum pasien kembali aman menerima terapi standar, sementara pemulihan dari AT <15% hingga ke kisaran target (15–35%) diperkirakan memerlukan waktu sekitar 12 minggu.
Berdasarkan studi yang telah dilakukan QFITLIA dapat menyebabkan potensi efek samping berupa peristiwa trombotik (gumpalan darah), penyakit kandung empedu akut dan kambuhan, serta hepatotoksisitas (peningkatan enzim hati). Reaksi merugikan yang paling umum (≥5% peserta) adalah infeksi virus, nasofaringitis, infeksi bakteri, kerusakan hati, nyeri sendi, peningkatan fragmen prothrombin 1.2, reaksi di tempat suntikan, sakit kepala, dan batuk.
Qfitlia (fitusiran) merupakan terobosan penting dalam terapi hemofilia, karena menghadirkan pendekatan baru yang tidak lagi berfokus pada penggantian faktor pembekuan, melainkan pada penurunan kadar antitrombin melalui mekanisme RNA interferensi. Dengan menurunkan antitrombin, obat ini meningkatkan pembentukan trombin dan membantu memperbaiki proses pembekuan darah pada pasien hemofilia A maupun B, baik dengan maupun tanpa inhibitor.
Dibandingkan terapi konvensional berbasis faktor pembekuan, Qfitlia menawarkan sejumlah keunggulan, seperti frekuensi pemberian yang rendah (hanya enam kali per tahun), cara pemberian subkutan yang lebih praktis, serta teknologi modern berbasis siRNA yang menargetkan hati secara spesifik. Persetujuan FDA terhadap Qfitlia pada Maret 2025 menandai lahirnya paradigma baru dalam pengelolaan hemofilia, dengan potensi meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan.
Meski demikian, penggunaan Qfitlia juga memiliki potensi efek samping seperti peristiwa trombotik, penyakit kandung empedu, hepatotoksisitas, serta reaksi umum seperti infeksi dan nyeri sendi. Oleh karena itu, pemantauan ketat tetap diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara manfaat dan risiko.
Majalah Farmasetika – Salah satu penyebab gagalnya terapi pengobatan pada pasien adalah tingkat kepatuhan yang…
Majalah Farmasetika - Metode utama dalam pengobatan kanker meliputi pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan imunoterapi. Namun…
Majalah Farmasetika - Distribusi farmasi merupakan salah satu tahapan kritis dalam rantai pasok obat, dimana…
Majalah Farmasetika – Pada industri farmasi, serangkaian proses pembuatan obat dilakukan dengan tetap memperhatikan mutu…
Majalah Farmasetika - Fenomena kolagen minum tak terbantahkan. Tapi, sebagai farmasetika, kita harus bertanya: Bagaimana…
Majalah Farmasetika - Banyak pejuang jerawat tidak sadar. Menggabungkan Benzoyl Peroxide dengan filter sunscreen yang…