Farmasetika.com – Kanker merupakan penyebab utama kematian di dunia dengan jumlah kasus mencapai 9.6 juta pada tahun 2018. Jenis kanker dengan prevalensi tertinggi di dunia adalah kanker paru-paru dengan jumlah kasus 2.09 juta dan jumlah kematian mencapai 1.76 juta (1).
Sekitar 70% dari jumlah kematian akibat kanker terjadi di negara berkembang. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi kanker di Indonesia mencapai 1.4% atau sekitar 347.792 orang (2). Oleh karena itu, penyakit kanker memerlukan perhatian yang lebih mengingat tingginya angka kematian serta munculnya berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh kanker ini.
Perkembangan pengobatan untuk kanker kini banyak dikembangkan dalam bidang immunoterapi atau terapi yang didasarkan pada respon imun. Agen terbaru yang ditemukan seperti Programmed Death Receptor 1 (PD-1) dan Programmed Death Receptor Ligand 1 (PDL-1) diketahui memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan kanker.
Pembrolizumab merupakan antibodi untuk terapi yang pertama yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) di Amerika untuk kanker melanoma yang telah bermetastasis. Selain itu, pembrilizumab juga telah disetujui di Australia, Israel, Korea, Macau, Uni Emirat Arab, serta telah direkomendasikan untuk disetujui di Eropa (3).
Pembrolizumab dapat berperan sebagai antikanker karena dapat berikatan dengan reseptor PD-1 dan memblok interaksi PD-1 dengan PD-L1 dan PD-L2. Setelah berikatan, maka terbentuklah respon imun, termasuk respon imun antitumor (4). Hal inilah yang menjadikan pembrolizumab dapat berperan sebagai antibodi antikanker.
Sebagai sediaan, pembrolizumab diberikan dalam bentuk larutan untuk infus. Dalam formulasinya, diperlukan beberapa eksipien untuk sediaan pembrolizumab sebagai antibodi, yaitu buffer untuk mempertahankan pH, surfaktan agar antibodi dapat terdispersi, serta agen untuk liofilisasi agar sediaan antibodi lebih stabil (5). Sehingga formula pembrolizumab terdiri dari pembrolizumab, L-histidine sebagai buffer, sukrosa sebagai agen untuk liofilisasi, dan polisorbat sebagai surfaktan. Antibodi ini sangat potensial untuk terus dikembangkan.
Sumber :
1. WHO. Cancer [Internet]. 2018. Available from: www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cancer
2. RI D. Infodatin Kanker. Jakarta; 2015.
3. Khoja L, Butler MO, Kang SP, Ebbinghaus S, Joshua AM. Pembrolizumab. J Immunother Cancer. 2015;3(36):1–13.
4. CenterWatch W. Keytruda (pembrolizumab) [Internet]. 2019. Available from: https://www.centerwatch.com/drug-information/fda-approved-drugs/drug/100034/keytruda-pembrolizumab
5. DE S, EL M. The Art of Antibody Process Development. Drug Discov Today. 2008;13:613–8.
Penulis : Gina Sabila, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Majalah Farmasetika - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi mengesahkan Susunan Organisasi Kolegium Farmasi periode 2024-2028 melalui Keputusan…
Majalah Farmasetika - Yogyakarta, 5 Desember 2024 – Upaya untuk memperkokoh eksistensi dan profesionalisme tenaga…
Majalah Farmasetika - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi III, Muhammad Rofiqi, menyampaikan klarifikasi…
Majalah Farmasetika - Metformin, salah satu obat diabetes paling populer di dunia, telah lama dikenal…
Majalah Farmasetika - Anggota Komisi III DPR RI Dapil 1 Kalimantan Selatan, dan juga Ketua…
Majalah Farmasetika - Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang memiliki izin untuk menyediakan, menyimpan,…